Berita Surabaya
Polemik Retribusi Surat Ijo, Pemkot Surabaya Minta Warga Tak Terprovokasi Isu Jelang Pesta Demokrasi
Pemkot Surabaya menegaska bahwa retribusi IPT Surat Ijo sudah sesuai aturan. Dia meminta warga tak terprovokasi isu jelang pemilu.
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SURABAYA - Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu menegaskan retribusi Izin Pemakaian Tanah (IPT) "surat ijo" sudah sesuai aturan yang ada.
Terkait sejumlah warga yang memasang spanduk penolakan retribusi tersebut, Yayuk, panggilan akrabnya menghimbau agar warga tidak termakan provokasi yang bersifat melanggar hukum.
Menurut Yayuk, setiap tahun jelang pesta demokrasi, selalu ada isu tak bertanggung jawab yang dilontarkan pihak tertentu, salah satunya soal retribusi IPT ini.
"Kami himbau untuk tidak terprovokasi dengan isu-isu yang bersifat melanggar hukum. Karena sebenarnya saat mengajukan IPT untuk pertama kalinya, warga sudah menandatangani pernyataan bersedia mengikuti ketentuan yang berlaku, berkaitan penertiban IPT termasuk restribusi itu," ungkapnya, Kamis (7/1/2019).
Yayuk mengatakan, sebetulnya masalah IPT bukan hanya terjadi saat pemerintahan kota saat ini, menurut data pemkot Surabaya, masalah serupa bahkan sudah pernah terjadi bahkan sejak tahun 1950-an.
Namun karena peraturan sudah jelas, gugatan yang ditujukan kepada Pemkot Surabaya selalu terbantahkan.
Dia menjelaskan sejak jaman Pemerintahan Belanda, terdapat sebuah perusahaan tanah. Semenjak pembentukan kota Surabaya, semua aset, mulai dari yang sebelumnya dikuasai pemerintahan Belanda atau perusahaan tanah itu tercatat menjadi aset Kota Surabaya.
"Sehingga tanah-tanah tersebut dicatat sebagai aset Pemerintah Kota Surabaya. Maka pengelolaannya tunduk kepada aturan barang milik daerah atau milik negara," tegas Yayuk.
• Lewat Spanduk, Warga Nyatakan Tolak Bayar Sewa Surat Ijo ke Pemkot Surabaya
• Meski Ditolak, Pemkot Surabaya Tetap Bakal Tagih Sewa Tanah Pemegang Surat Ijo
• Pemkot Surabaya Siap Lepas 2.000 Persil Tanah Surat Ijo kepada Warga, begini Persyaratannya
Aturan Berlaku
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berupaya menyelesaikan masalah Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau biasa disebut “Surat Ijo” dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Surabaya No 16 Tahun 2014, tetang pelepasan tanah aset Pemkot Surabaya.
Namun, hal ini terkendala adanya regulasi tentang Barang Milik Daerah. Sehingga pelepasan IPT harus patuh pada peraturan pemerintah atau Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Kota Surabaya, Hidayat Syah mengatakan regulasi surat Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau biasa disebut “Surat Ijo” telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang (UU).
Pertama, UU No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Kedua, Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN),
Ketiga, Permendagri No 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Keempat, Peraturan Daerah No 13 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana telah diubah menjadi Perda No 2 Tahun 2013.
Kelima, Peraturan Daerah No 16 tahun 2014 Tentang Pelepasan Tanah Aset Pemkot Surabaya.
Keenam Peraturan Daerah Kota Surabaya No 3 Tahun 2016 Tentang Izin Pemakaian Tanah.
“Izin Pemakaian Tanah (IPT) ini terbit di 31 kecamatan di Kota Surabaya, dengan total luasannya sekitar 8.928.252 meter persegi dan itu tersebar di beberapa daerah di 31 kecamatan di Surabaya,” kata Hidayat.
Sebelumnya Pemkot Surabaya lanjut Hidayat telah memberikan solusi atas penanganan masalah Izin Pemakaian Tanah.
Mulai dari memberikan keringanan pembayaran IPT atau keringanan pada retribusi yang diatur Peraturan Daerah No 13 Tahun 2010 (telah diubah menjadi Perda No 2 Tahun 2013 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah).
Misalnya pembebasan biaya retribusi untuk penggunaan fasilitas umum seperti Balai RW dan Masjid. Keringanan ini sudah diatur dengan ketentuan batasan maksimal sekitar 250 meter persegi.
“Upaya-upaya itu sudah kita tempuh, karena proses ini sudah banyak berjalan. Kita sama-sama berupaya untuk maksimal membantu masyarakat Surabaya,” terang Hidayat.
Pemkot Surabaya sebelumnya sudah melakukan konsultasi ke berbagai pihak termasuk Kemendagri, agar pelepasan tanah aset tidak dengan ganti rugi 100 persen.
Namun hal ini ditolak, karena pelepasan tanah aset harus patuh pada Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007.
Aturan itu menyebutkan, pelepasan hak atas ganti rugi dapat diproses dengan pertimbangan menguntungkan daerah.
Kedua, perhitungan perkiraan nilai tanah yang dilepaskan dilakukan oleh penilai intern atau lembaga independen dengan memperhatikan NJOP atau harga umum setempat.
Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT), Maria Theresia Ekawati Rahayu menambahkan oleh karena itu upaya penyelesaian yang dilakukan Pemkot Surabaya ini tidak bisa keluar dari peraturan hukum yang berlaku.
“Sehingga upaya-upaya yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya itu menyesuaikan dengan regulasi, baik itu di tingkat pusat maupun daerah,” katanya.
Pemkot Surabaya sudah merumuskan penyelesaian permasalahan IPT di dalam Peraturan Daerah No 16 Tahun 2014.
Jika masyarakat menuntut IPT dilepaskan secara cuma-cuma, tentu ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
"Pemkot Surabaya terus berupaya untuk menyelesaikan masalah IPT, namun tidak dengan cara yang melanggar hukum," tegasnya.
Apabila masyarakat tetap enggan untuk melakukan pembayaran retribusi IPT, hal ini akan berdampak pada pendapatan yang seharusnya diterima dan menjadi pendapatan asli daerah.
“Konsekuensi dari pendapatan retribusi ini adalah untuk kebutuhan pelaksanaan pembangunan dan kembali lagi manfaatnya untuk masyarakat Kota Surabaya,” kata Yayuk.
Pemkot Surabaya tidak bisa membatalkan Perda yang telah berjalan, sebab proses pembatalan Perda harus melalui mekanisme hukum.
Disamping itu, Perda Tentang Pemungutan Retribusi Kekayaan Daerah, sebelumnya sudah dilakukan pengujian oleh Mahkamah Agung (MA) dan itu telah dinyatakan sah.
Peraturan Daerah No 13 Tahun 2010 yang telah diubah menjadi Perda No 2 Tahun 2013 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, sudah ada putusan inkrah (putusan berkekuatan hukum tetap) tahun 2015.
Menurut dia, ada denda yang harus dibayarkan masyarakat jika menunggak dalam melakukan pembayaran IPT.
Pemkot Surabaya berhak untuk melakukan pencabutan pemegang IPT bagi mereka yang tidak patuh.
“Kalau IPTnya kita cabut, otomatis bangunan di atasnya harus dikosongkan. Cuma saat ini Pemkot Surabaya masih memberlakukan denda kepada pemegang IPT,” tutupnya.