Pilpres 2019
Hasil Survei: Penyebab Suara Jokowi Turun 4,5 Persen, Prabowo Naik 2,6 Persen
Hasil Survei LSI Denny JA mengungkap penyebab suara Jokowi turun 4,5 persen dan suara Prabowo Subianto naik 2,6 persen.
SURYA.CO.ID, JAKARTA - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei elektabilitas capres/cawapres pasca-dua bulan masa kampanye Pilpres 2019, di kantornya, Jakarta Timur, Kamis (6/12/2018).
Hasilnya, elektabilitas capres/cawapres nomor urut 1, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, masih unggul 22 persen di atas capres/cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Namun, angka elektabilitas kedua pasang capres/cawapres itu relatif tak bergerak signifikan alias stagnan jika dibandingkan elektabilitas mereka sebelum masa kampanye dua bulan lalu.
Hasil survei terbaru dari LSI Denny JA menunjukan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf pada November 2018 sebesar 53,2 persen atau unggul 22 persen dari pasangan Prabowo-Sandiaga di angka 31,2 persen.
Sementara itu, ada 15,6 persen responden tidak menjawab.
Meskipun masih unggul 22 persen, suara Jokowi-Ma’ruf Amin mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yaitu 4,5 persen sementara suara Prabowo-Sandiaga mengalami kenaikan 2,6 persen.
• Habib Bahar si Penyebut Jokowi Banci Jadi Tersangka, Ini yang Dilakukan Kuasa Hukumnya
• Pernah Beri Jennifer Dunn Mobil Mewah, Wawan Terekam CCTV Ngamar dengan Artis Lain
Sementara itu, suara yang tidak menjawab juga mengalami peningkatan 1,9 persen.
Peneliti senior LSI Denny JA, Rully Akbar mengatakan, dengan selisih suara masih 22 persen, bisa dikatakan tidak ada perubahan signifikan dari elektabilitas kedua paslon jika dibandingkan hasil survei dua bulan lalu.
Hal itu terjadi karena kedua kubu terlalu sibuk memainkan perang isu.
Sementara, kampanye tentang program visi dan misi masih diabaikan.
“Pembicaraan di media sosial dan media konvensional ternyata dikuasai oleh perang isu yang sensasional saja, namun terbukti tak merubah secara signifikan elektabilitas kedua kubu,” ujar Rully.
Menurutnya, suara militan di masing-masing kubu yang mencapai 20 sampai 30 persen membuat elektabilitas keduanya tak bisa digoyang dengan isu yang remeh-temeh.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar kedua belah paslon untuk menyampaikan visi dan misi melalui program-program konkret untuk merebut suara paslon lawan maupun swing-voters.
“Kalau sudah masuk ranah program, maka masyarakat bisa melihat diferensiasi antara kedua paslon. Jokowi diuntungkan karena sedang menjabat sebagai presiden sehingga bisa menunjukkan prestasinya,” ujar Rully.
“Kemudian Prabowo bisa mencari alternatif lain dari kebijakan-kebijakan yang sudah ditelurkan Jokowi dan yang lebih menarik serta dirasa masyarakat tepat untuk memecahkan suatu persoalan,” imbuhnya.
Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner pada 10-19 November 2018.
Survei menggunakan 1.200 responden yang dipilih dengan metode multistage random sampling pada kisaran margin of error 2,9 persen.
Selain survei, LSI Denny JA juga melakukan riset kualitatif dengan metode FGD, analisis media dan indepth interview.
LSI mengklaim dana survei berasal dari pembiayaan mandiri.
Program Jokowi Kurang Dilirik
Rully Akbar selaku peneliti LSI Denny JA mengatakan selama dua bulan masa kampanye, pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf belum mengkampanyekan program secara maksimal.
Pasalnya, seluruh program yang ditawarkan tidak ada satupun yang menjadi pembicaraan dan ramai diberitakan media massa.
"Dalam dua bulan masa kampanye, program-program belum maksimal dikampanyekan. Buktinya tak ada satupun program yang terbaca dalam media monitoring," ujar Rully.
Berdasarkan hasil survei LSI, terdapat enam program pasangan Jokowi-Ma'ruf yang telah diketahui oleh masyarakat.
Rata-rata di atas 50 persen responden mengetahui keenam program tersebut.
Keenam program itu adalah Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), beras sejahtera, Program Keluarga Harapan (PKH), pembangunan infrastruktur dan pembagian sertifikat tanah.
Namun, keenam program tersebut tidak masuk dalam 10 daftar teratas yang ramai diberitakan di media massa maupun di media sosial.
Berdasarkan data strategic room LSI Denny JA, ada 10 isu yang ramai di media sosial dan pemberitaan media online, yakni hoaks Ratna Sarumpaet, pembakaran bendera, tampang Boyolali, politik sontoloyo, politik genderuwo.
Lalu, isu 4 tahun kepemimpinan Jokowi, janji Esemka, Game of Thrones Jokowi, Sandiaga lompat makam dan Jokowi gratiskan Suramadu.
"Akibatnya dua bulan masa kampanye, kontestasi program dikalahkan isu sensasional," tandasnya.
Kecipratan Elektabilitas
Isu yang sering dimainkan paslon menjadi pembicaraan di media sosial dan media massa online.
Hasil survei LSI Denny JA menunjukan ada tiga isu yang bersumber dari Prabowo-Sandi.
Namun, justru ketiga isu itu memberi efek elektoral positif terhadap elektabilitas paslon Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Yang paling tinggi adalah isu hoaks Ratna Sarumpaet, sebanyak 65 persen responden mengatakan isu tersebut membuat dirinya memilih Jokowi-Ma’ruf, semantara hanya 8 persen yang mengatakan akan memilih Prabowo-Sandi karena isu itu,” kata Rully.
Isu kedua soal Tampang Boyolali yang diucapkan oleh Prabowo berdampak pada 55 persen responden memilih Jokowi dan hanya 35 persen yang memilih Prabowo.
“Dan isu ketiga yang berasal dari Prabowo-Sandi tapi menguntungkan Jokowi adalah isu Sandiaga melompati makam yang membuat 51 persen responden memilih Jokowi dan 40 persen saja yang membuatnya memilih Prabowo,” imbuhnya.
Sementara, isu lainnya yang memberi efek elektoral positif untuk paslon Jokowi-Ma'ruf adalah pidato “Games of Thrones”, tol gratis Suramadu dan isu empat tahun pemerintahan Jokowi. (tribun network/zal/coz)