Reuni Akbar Alumni 212
Reuni Akbar Alumni 212 - PKS dan HTI Kerahkan Massa, Boni Hargens Sebut Gerakan Politik Oposisi
Rencana Reuni Akbar Alumni 212 terus menuai tanggapan dari berbagai pihak. Bahkan, disinyalir bentuk gerakan politik oposisi dari kubu Prabowo-Sandi.
SURYA.co.id | JAKARTA - Rencana Reuni Akbar Alumni 212 terus menuai tanggapan dari berbagai pihak. Bahkan, disinyalir bentuk gerakan politik oposisi dari kubu Prabowo-Sandi.
Bahkan, ada juga pendapat dari peneliti intelejen yang menyatakan, Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) dan Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI) mengerahkan massa untuk menghadiri Reuni Akbar Alumni 212 tersebut. Rencananya, Reuni Akbar Alumni 212 digelar di Monas, Minggu (2/12/2018).
Direktur Lembaga Pemilihan Indonesia (LPI), Boni Hargens menilai Reuni Akbar Alumni 212 merupakan gerakan politik oposisi.
• Isi Pidato Prabowo Subianto di Reuni Akbar Alumni 212, Pesannya Disambut Takbir oleh Massa
• Berita Terbaru Prabowo Subianto di Reuni Akbar 212, Lihat Penampilannya Bareng Fadli Zon
• Penyebab Acara Tandingan Reuni Akbar 212 Batal, Mantan Pengacara Habib Rizieq Ungkap Data Intelijen
• Alasan Pengamat Gun Gun Heryanto Sarankan Jokowi dan Prabowo Hadir di Reuni Akbar Alumni 212
• Peserta Reuni 212 Asal Surabaya Mulai Berangkat ke Jakarta Pakai Kereta Api
Reuni 212 ini merupakan reuni kedua sejak Aksi Bela Islam dilaksanakan 2 Desember 2016. Pelaksanaan event yang dihadiri banyak massa dari berbagai daerah Indonesia itu tentu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak.
Beberapa pihak menyetujui pelaksanaan Reuni 212, dan beberapa yang lain tidak.
Berikut adalah tanggapan dari berbagai pihak.
1. MUI Jawa Barat
Menanggapi pagelaran Reuni Akbar Alumni 212, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menunujukkan sikap kurang sejalan.
MUI Jawa Barat menilai kegiatan Reuni Akbar Alumni 212 sudah melenceng ke arah politik.
"Dari hasil pengamatan kami, kegiatan reuni 212 ( Reuni Akbar Alumni 212) itu sudah tidak murni lagi sebagai kegiatan keagamaan."
"Kegiatannya sudah melenceng ke arah politik," kata Ketua MUI Jawa Barat Rachmat Syafei di kantornya, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (28/11/2018) dilansir dari Kompas.com.
Rachmat menjelaskan, awalnya kegiatan 212 muncul dari peristiwa kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta pada waktu itu.
Saat itu, MUI Jawa Barat pun sudah mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan sebagai perwakilan ulama.
Ahok pun sudah dinyatakan bersalah bahkan kini masih menjalani hukuman pidana. Artinya, kasus tersebut sebenarnya sudah dinyatakan selesai.
MUI Jawa Barat juga memberikan imbauan pada masyarakat Jabar untuk tidak terprovokasi.
"Ini semua kan demi NKRI. Di samping usaha, doa juga tetap harus dilakukan. Minta agar bangsa ini diselamatkan dan dijauhkan dari sifat kegaduhan, kerusuhan dan lain sebagainya," katanya.
Rachmat juga meminta masyarakat Jabar untuk tidak membungkus kegiatan politik dengan isu agama menjelang Pipres 2019.
"Kegiatan politik silakan saja berjalan, tapi jangan sampai menggunakan embel-embel agama," ujarnya.
2. Direktur Lembaga Pemilihan Indonesia (LPI)
Direktur Lembaga Pemilihan Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai Reuni Akbar Alumni 212 merupakan gerakan politik oposisi.
Pendapat itu berdasar pada sisi historis, waktu, dan wacana serta narasi yang dibuat.
"Dari aspek sejarah, Gerakan 212 bermula dari kasus 'penistaan' yang dituduhkan pada Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, yang pada tahun 2016 sedang berkampanye politik melawan pasangan Anies-Sandi."
"Ahok ketika itu adalah pasangan terkuat dalam berbagai survei independen," ujar Boni Hargens dalam diskusi 'Reuni 212: Gerakan Moral atau Politik?', di Gado-Gado Boplo Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (1/12/2018) dilansir dari Warta Kota.

"Keadaan berbalik setelah Ahok menyebut ayat suci Al-Maidah. Inilah titik masuk bagi lawan politik untuk menyerang secara sistematis, dan pada akhirnya Ahok kalah dalam pemilihan yang digelar awal 2017," sambungnya.
Kata Boni Hargens, dari aspek historis, 212 adalah gerakan politik yang bercampur gerakan moral. Dari segi waktu, Gerakan 212 semakin aktif menjelang pemilu 2019.
"Berdasarkan apa yang kami amati, menunjukkan bahwa Komunitas 212 memang telah menjadi gerakan kampanye politik yang tidak bisa lagi dianggap sebagai perjuangan moral murni," katanya.
"Eskalasi gerakan yang seiring dengan momen kampanye politik yang semakin mendekati waktu pemilihan 2019, mensinyalir 212 sebagai gerakan oposisi yang bertujuan meraih kekuasaan," paparnya.
Berikutnya, ucap Boni Hargens, narasi yang dibangun oleh elite PA 212, yakni membangun propaganda di media sosial dan di media mainstream, merupakan narasi kekuasaan.
"Wacana yang diangkat pada umumnya adalah kritik dan serangan terhadap pemerintah dan institusi negara yang saat ini bekerja," ulasnya.
"Gerakan 212 telah menjadi gerakan oposisi politik yang ingin memperjuangkan kekuasaan dan menghendaki pemerintahan Presiden Jokowi berakhir pada Pilpres 2019. Dengan kata lain, Reuni 212 (Reuni Akbar Alumni 212) yang akan digelar esok merupakan murni oposisi politik untuk melawan pemerintahan saat ini," tambahnya.
3. Menko Polhukam
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto memberikan imbauan tentang kegiatan ini dikaitkan dengan Pemilu 2019.
Di tahun politik ini mengimbau agar energi dan kegiatan diarahkan untuk membangun partisipasi publik untuk ikut serta dalam Pemilu 2019.
Ia juga berharap bisa berperan dalam suksesnya Pemilu 2019, bukan justru menjadi penghambat.
"Kalau pemilu sukses maka demokrasi kita berjalan lebih lebih maju lagi tapi kalau pada saat kita ricuh menjelang pemilu, ada kekacauan itu kan menandakan bahwa demokrasi kita tidak pernah dewasa," ujarnya dilansir dari Kompas.com.
"Maka saya mengajak dan mengimbau marilah kita bersama-sama menjaga agar pemilu berjalan dengan baik dan prakondisi yang berjalan ini bisa kita jaga dengan baik suhunya, hangat boleh tapi jangan mendidih," lanjutnya.
4. Dihadiri mayoritas Pro Prabowo-Sandi
Panitia Reuni Akbar Alumni 212 menyebut ratusan ribu orang akan hadir dari seluruh Indonesia.
Acara itu didukung oleh mayoritas pro Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Faktanya memang begitu. Lihat saja seluruh panitia reuni 212 itu semuanya terlibat dalam pemenangan Pak Prabowo, " ujar peneliti Kajian Intelijen Universitas Indonesia Ridlwan Habib di sekitar Monas Jakarta (1/12/2018).
Ridlwan mencontohkan ada nama Neno Warisman sebagai koordinator bidang acara, sekaligus anggota Badan Pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ada juga Hasan Haikal yang juga juru kampanye Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Ada juga M AL Khothoth yang juga anggota tim pemenangan Prabowo Sandi, " ujarnya.
Selain itu, data analisa media sosial yang menuliskan dukungan terhadap acara Reuni 212 adalah pendukung Prabowo Subianto.
"Kita mudah sekali menelusurinya. Tinggal dibuka saja timelinenya. Akan sangat terlihat mereka yang akan hadir di reuni 212 ( Reuni Akbar Alumni 212) adalah pro-Prabowo Subianto, dan antiJokowi," kata Ridlwan.
Dengan begitu, acara Reuni Akbar Alumni 212 ibarat acara konsolidasi akbar pendukung Prabowo.
"Wajar jika Pak Prabowo hadir. Tentu menyapa pendukungnya, " kata Ridlwan.
Dia berharap Reuni Akbar Alumni 212 itu berlangsung aman dan damai supaya Indonesia tidak keruh.
"Polisi harus benar-benar memastikan aman. Jangan sampai ada kerusuhan. Supaya tidak ada lagi yang bisa menyalahkan pemerintahan Pak Jokowi, " katanya.
Ridlwan memprediksi massa yang hadir mencapai 300 ribu orang.
"Mayoritas jelas dari anggota PKS karena Presiden PKS M Sohibul Iman sudah mengirimkan surat perintah ke seluruh DPW PKS agar datang," jelasnya.
Selain PKS, HTI juga akan mengirimkan ribuan massanya.
"Pak Ismail Yusanto pimpinan HTI sudah menyampaikan seruan terbuka di berbagai akun media sosial milik HTI, " katanya.