Pesawat Lion Air Jatuh

Penyelam Elite Korps Marinir Nyaris Putus Asa Cari Black Box Lion Air di Arus Deras Laut

Tim penyelam hingga saat ini masih mencari kotak hitam ( black box) pesawat Lion Air PK-LQP yang jatuh di perairan Tajung Karawawang, Jawa Barat.

Editor: Iksan Fauzi
Tribun Bali
Black box Lion Air terdeteksi 

SURYA.co.id | JAKARTA - Tim penyelam hingga saat ini masih mencari kotak hitam ( black box) pesawat Lion Air PK-LQP yang jatuh di perairan Tajung Karawang, Jawa Barat.

Black box adalah sekumpulan perangkat yang digunakan dalam bidang transportasi - umumnya merujuk kepada perekam data penerbangan (flight data recorder/FDR) dan perekam suara kokpit (cockpit voice recorder/CVR) dalam pesawat terbang.

Baca: Penyebab Lokasi Jatuh Pesawat Lion Air Dulu Ditakuti, Ada Koin-Koin Emas Peninggalan VOC Belanda

Baca: Black Box Lion Air yang Jatuh di Perairan Karawang Ditemukan di Kedalaman 30 Meter

"Saat melakukan pencarian kontur bawah itu dipenuhi lumpur, juga tercium bau avtur di mana-mana. Kami turun menggunakan tali, agar kami tidak terbawa arus. Sulit menjangkau titik yang ditunjukkan alat-alat tadi," ujar Sersan Satu Marinir Hendra Sahputra, penyelam, Kamis (1/11/2018).

Seperti diketahui, anggota satuan elite Korps Marinir, yakni Batalyon Intai Amfibi (Yon Taifib) berjuang keras untuk menemukan black box pesawat Lion Air nomor penerbangan JT610.

Tim mengalami tantangan keras mengancam keselamatan, yang membuat nyaris putus asa.

Kotak hitam akhirnya didapat terletak pada kedalaman 32 meter di bawah dari permukaan laut.

Sersan Satu Marinir Hendra Sahputra (33 tahun) menuturkan, penyelam menghadapi ancaman hanyut terbawa arus laut di perairan Tajung Karawang, Jawa Barat.

Sertu Hendra mengaku timnya sempat hampir putus asa saat mengikuti alat yang digunakan untuk menuntun ke posisi titik kotak hitam.

Gara-garanya, benda yang ditemukan timnya bukan badan besar pesawat, melainkan hanya serpihan-serpihan kecil.

"Saat melakukan pencarian kontur bawah itu dipenuhi lumpur, juga tercium bau avtur di mana-mana," kata Hendra. Sertu Hendra berhasil menemukan bagian black box bagian perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR), kemarin,  pagi tadi sekitar pukul 10.05 WIB.

Namun didukung keyakinan, tim penyelam terus mengikuti alat dengan 'memperkecil sensitivitas hingga area semakin mengecil'.

Saat timbulnya reaksi dari sinyal yang dipantulkan kotak hitam, tim menggali di titik yang ditunjukkan hingga akhirnya menemukan kotak hitam.

"Kami turun menggunakan tali, agar kami tidak terbawa arus. Sulit menjangkau titik yang ditunjukkan alat-alat tadi," kata Hendra, lelaki kelahiran Dumai, Riau, 10 Juni 1985.

Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi mengatakan bagian dari kotak hitam berhasil ditemukan.

Bagian dari kotak hitam pesawat Lion Air PK-LPQ bentuknya bundar tersebut akan diserahkan kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

"Bentuknya agak bundar ini akan kami serahkan kepada KNKT," ujar Syaugi saat diwawancarai Kompas TV.

Selain bagian dari kotak hitam, juga ada bagian pesawat yang lebih besar turut ditemukan. Bagian pesawat yang ditemukan, ukurannya jauh lebih besar dari penemuan-penemuan sebelumnya. 

"Itu kelihatannya bagian body. Itu panjangnya kurang  lebih 1,5 meter, lebarnya 0,5 meter," kata Syaugi.

"Belum lengkap. Karena black box itu ternyata putus," ujar Syaugi.

Sebanyak 850 orang dalam tim gabungan dikerahkan untuk mencari black box.  Tidak hanya itu, 44 kapal juga dikerahkan untuk mencari black box. 

Sertu Hendra ikut bergabung penyelam gabungan 17 personel Yon Taifib, juga Basarnas Special Group (BSG) beranggotakan 17 personel, Komando Pasukan Katak (Kopaska) 38 personel; Detasemen Jalamangkara (Denjaka) yakni detasemen penanggulangan teror aspek laut TNI Angkatan Laut  28 personel;  dan Polair 10 orang penyelam.

Sertu Hendra menerangkan kondisi bawah laut yang berlumpur dan serpihan pesawat berserakam. Selain itu saat turun arus, begitu kuat sehingga harus menggunakan tali agar penyelam tidak hanyut terseret. Namun kenyataannya tali tersebut malah menghambat proses penyelaman.

Saat penemuan kotak hitam, Hendra beberapa penyelam mencari ulang masih berdasarkan petunjuk alat-alat tersebut.

Bahkan risiko tinggi perlu diputuskan karena tim harus melepas tali agar jangkauan mereka lebih luas.

Menurut Hendra penyelam TNI AL yang mendapatkan kotak hitam atau black box pesawat Lion Air PK-LQP JT610, selama tiga hari terakhir pencarian, timnya selalu berkoordinasi dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk fokus mencari kotak hitam pesawat.

Saat penemuan kemarin, sama seperti hari sebelumnya, sejak pukul 07.00 WIB, tim telah menyelam berdasarkan petunjuk Multibeam Echo Sounder, Side Scan Sonar, Magnetometer dan khususnya bantuan dari Remotely Operated Vehicles (ROV) yang dibawa Kapal Riset Baru Jaya I milik BPPT.

Pencarian korban dan fuselage (badan utama) pesawat Lion Air yang saat jatuh pada Senin (29/10) menggunakan nomor penerbangan JT610, membuahkan hasil.

Basarnas menemukan badan pesawat, dan mendengar bunyi ping locater, keberadaan kotak hitam pada kedalaman 32 meter. Strategi pun telah disusun Basarnas.

Namun, kendala untuk menjangkau keberadaan dua objek tersebut menemui kesulitan. Selain derasnya air laut, persoalan lainnya adalah di titik lokasi terdengarnya ping locater dan bangkai pesawat, terdapat pipa pengeboran milik pertamina yang melintang di dalam laut.

Salah satu strategi yang paling jitu adalah menurunkan jangkar guna menstabilkan posisi kapal dari terjangan derasnya arus laut.

Terkait keamanan penurunan jangkar, Panglima Komando Armada I Laksamana Muda TNI Yudo Margono telah menghubungi pihak berwenang untuk meminta izin melego jangkar.

"Kapal yang membawa peralatan tersebut dengan ROV itu lego jangkar, daerah tersebut banyak pipa pertamina, pipa pengeboran, tadi pangarmada 1 sudah menelpon kepada pihak yang berwenang untuk meminta izin supaya lego jangkar, supaya kapal tidak geser. Strateginya gitu," kata Kepala Basarnas Muhammad Syaugi, di JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu malam.

Dengan strategi itu, Syaugi mengaku akan lebih aman untuk menurunkan Remote Operating Vehicle (ROV) sehingga para penyelam nantinya bisa lebih mudah dan jelas menyusuri dasar laut tanpa terpengaruh arus.

"Sehingga kita bisa menurunkan ROV, penyelam bisa jelas kebawah kesitu tidak terbawa arus," imbuhnya.

Total hingga hari ketiga, sebanyak 53 kantong jenazah sudah diberikan dari tim gabungan kepada DVI Mabes Polri yang berada di RS Polri Kramat Jati Jakarta.

Beberapa serpihan pesawat yang dinilai sangat penting, juga sudah diserahkan kepada petugas KNKT untuk diperiksa lebih lanjut.

Bagian kotak hitam pesawat nahas Lion Air bernomor registrasi PK-LQP tiba di Dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis malam.

Satu dari dua kotak hitam pesawat tersebut diturunkan dari Kapal Baruna Jaya I yang ditaruh ke dalam peti berwarna oranye.

Tiba sekiranya pukul 18.19 WIB, kotak oranye tersebut langsung diletakkan di atas meja yang telah disediakan.

Petugas kemudian mengeluarkan sebuah kotak kaca transparan berisi air yang memenuhi setengah volume kotak dimana terdapat bagian dari kotak hitam, berbentuk lingkaran dengan sebuah tabung kecil warna putih, dan tabung oranye.

"Akhirnya, kita hari ini, pagi tadi kita menemukan salah satu dari dua black box yang terpasang di pesawat," kata Ketua KNKT Surjanto Tjanjono dalam konferensi pers, di lokasi.

Meski belum bisa memastikan secara pasti, Surjanto yakin kotak hitam tersebut berjenis FDR (Flight Data Recorder).

Namun untuk lebih memastikan dugaannya itu, KNKT yang memiliki kewenangan dalam proses identifikasi kotak hitam, malam itu juga membawa bagian dari alat penting mengungkap penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP ke laboratorium KNKT di Gambir, Jakarta Pusat.

Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) BPPT, M Ilyas mengatakan kapal Baruna Jaya I milik BPPT telah menangkap sinyal dari benda yang diduga Cockpit Voice Recorder (CVR). Hal itu diungkapkan Ilyas di Dermaga JICT 2 Tanjung Priok.

"Sebenarnya kita sudah menangkap dia punya sinyal (CVR). Di kapal kami tuh sudah ada dua sinyal yang ditangkap," kata Ilyas.

Namun ia mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi untuk memastikan lokasi CVR tersebut.  Pertama, lokasi kapal Baruna Jaya I harus berpindah dari lokasi yang dianggap potensi distribusi banyaknya pecahan-pecahan pesawat.

Kapal Baruna Jaya I harus berpindah karena di lokasi tersebut ada pipa-pipa bawah laut milik Pertamina, sehingga kapal Baruna Jaya I tidak bisa melego jangkar di sana untuk menerjunkan robot penyelam ROV dan meraih gambar lebih jelas. 

Kendala lain adalah arus dasar laut yang sangat kuat. 

"Kami harus berada di luar sekitar 550 meter dari lokasi itu untuk melakukan operasi ROV ini dengan kesulitan arusnya sangat kencang disana," kata Ilyas.

Ilyas memperkirakan jarak antara lokasi sinyal FDR yang sudah ditemukan dengan CVR antara 200 sampai 300 meter. "Itu kurang lebih 200-300 meter, gak terlalu jauh dari (CVR)," kata Ilyas.

Dua Sebab

Kementerian Perhubungan terus berkoordinasi dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk mengetahui penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang di Perairan Karawang, Jawa Barat.

Berdsarkan sejumlah perkembangan investigasi seperti adanya potongan tubuh pesawat, hingga bukti-bukti lainnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan penyebab jatuhnya pesawat belum mengerucut.

Namun Budi Karya menyebutkan ada dua indikasi kecelakaan pesawat tersebut yakni human error atau kesalahan manusia dan indikasi berikutnya adalah pesawat yang mengalami gangguan teknis.

"Belum mengerucut. Tapi memang ada dua hal yaitu human error dan pesawatnya," papar Budi Karya Sumadi di kantor Kementerian Perhubungan.

Dengan adanya kejadian tersebut, Kementerian Perhubungan akan mengevaluasi pesawat hingga seluruh para awak pesawat dan pihak-pihak yang mendukung penerbangan Lion Air. "Evaluasi yang kita lakukan selain berkaitan dengan pesawatnya, awak pesawat juga akan ada satu assessment terhadap mereka," tutur Budi Karya.

Namun untuk poin-poin detil pemeriksaan kepada para awak pesawat maupun teknisi pesawat akan menunggu pertemuan dengan pihak Boeing sebagai produsen pesawat yang mengetahui lengkap klasifikasi pesawat PK-LQP.

Pihak Boeing memang akan dilibatkan dalam proses investigasi mengingat pesawat Boeing 737-Max 8 yang digunakan oleh penerbangan PK-LQP merupakan pesawat jenis baru yang dikeluarkan oleh Boeing. "Nanti saat Boeing datang hal-hal yang lebih kompleks akan kita periksa," ungkap Budi. 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved