Berita Kesehatan

Ternyata Liburan yang Cukup Bisa Turunkan Risiko Kematian, Berikut Hasil Penelitian dari Para Ahli

Mungkin terdengar sederhana, tapi siapa sangka berlibur yang cukup bisa menurunkan risiko kematian. Berikut hasil penelitiannya!

maxsaf
Ilustrasi Liburan 

SURYA.co.id - Lelah bekerja selama beberapa waktu tentu membuat kita ingin mengambil waktu untuk libur.

Mungkin terdengar sederhana, tapi siapa sangka berlibur mempunyai peran penting bagi kesehatan tubuh Anda.

Dilansir dari Kompas.com, hal ini dibuktikan oleh para peneliti dari University of Helsinki, Finlandia dalam laporan terbaru mereka.

Selama 40 tahun para peneliti memperhatikan kesehatan dari 1.222 pria paruh baya yang mengambil peran dalam Studi Pengusaha Helsinki.

Para peserta ini direkrut antara tahun 1974 hingga 1975.

Mereka merupakan para eksekutif yang lahir tahun 1919 hingga 1934.

Baca: Jadwal Pertandingan Indonesia di Asian Games 2018 Hari Ini, Sabtu 1 September 2018

Baca: Update Klasemen Asian Games 2018 Sabtu 1 September 2018, Medali Indonesia Sekarang jadi 93

Selanjutnya, penelitian ini melihat bagaimana keadaan tekanan darah dan risiko kematian para pengusaha tersebut.

Hasil awal menunjukkan, para peserta itu setidaknya memiliki satu faktor risiko kematian yaitu penyakit kardiovaskular.

Namun, para peneliti tidak puas hanya dengan temuan itu. Mereka meminta para peserta mencatat kapan mereka pergi berlibur.

Selanjutnya, para peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 610 sebagai kelompok kontrol dan 612 sebagai peserta intervensi.

Kelompok intervensi ini diberi saran untuk diet, mencapai berat badan, dan aktivitas fisik tertentu.

Sebaliknya, peserta pada kelompok kontrol tidak diberi intervensi pada kesehatan atau gaya hidup

Ketika studi 5 tahun berakhir, tim melakukan tindak lanjut 15 tahun kemudian pada tahun 1989, dan 40 tahun tindak lanjut pada tahun 2014.

Hasilnya, para peneliti menemukan risiko penyakit kardiovaskular memang berkurang pada kelompok intervensi pada penelitian 5 tahun pertama.

Meski begitu, pada 15 tahun kemudian, ada lebih banyak kematian pada kelompok intervensi.

Sekarang, 40 tahun kemudian, angka kematian keluar lagi. Mereka mendapati hasil yang aneh.

"Kerusakan yang disebabkan oleh aturan gaya hidup intensif terkonsentrasi di subkelompok pria dengan waktu liburan lebih pendek setiap tahun," ungkap Timo Strandberg, salah satu peneliti dikutip dari Science Alert, Rabu (29/08/2018).

"Dalam penelitian kami, pria dengan liburan lebih pendek bekerja lebih banyak dan tidur lebih sedikit daripada mereka yang lebih lama liburan. Gaya hidup yang penuh tekanan ini mungkin telah menolak segala manfaat dari intervensi," sambungnya.

Data penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Nutrition, Health & Aging ini menunjukkan waktu libur tidak berdampak pada risiko kematian peserta di kelompok kontrol.

Namun, ini berbanding terbalik di kelompok intervensi.

Pria yang mengambil tiga minggu atau kurang dari liburan tahunan memiliki 37 persen peningkatan kemungkinan kematian dibandingkan dengan mereka yang mengambil lebih dari tiga minggu liburan.

"Kami pikir intervensi itu sendiri mungkin juga memiliki efek psikologis yang merugikan pada orang-orang ini dengan menambah tekanan pada kehidupan mereka," ujar Strandberg.

Meski dimulai sejak lama, penelitian ini menunjukkan pentingnya mengatur tingkat stres.

Ini berarti liburan bisa menjadi lebih dari sekedar penghilang rasa lelah terhadap pekerjaan Anda.

"Liburan bisa menjadi cara yang baik untuk menghilangkan stres," tutur Strandberg.

"Jangan berpikir memiliki gaya hidup sehat akan aman untuk bekerja terlalu keras dan tidak mengambil liburan," tegasnya.

Namun, saat mengambil liburan pun anda masih harus tetap berhati-hati.

Musim liburan yang seharusnya menjadi momen untuk bersantai justru bisa juga menyebabkan stres.

Dilansir dari Healthday News, hal ini Ini dikarenakan padatnya aktivitas sosial yang terkadang membuat kita mengorbankan kepentingan pribadi.

"Ada banyak kegiatan sosial dengan teman dan keluarga, acara-acara yang harus dihadiri. Padahal sebenarnya kita tidak bisa memenuhi semuanya," kata Patricia Woods, direktur New York-Presbyterian Queens.

Untuk menghindarinya, tetapkan target yang masuk akal tentang apa yang Anda bisa dan tidak mampu lakukan.

Tidak semua hal harus sempurna seperti musim liburan di iklan. Katakan tidak jika perlu.

"Yang jadi prioritas adalah Anda sendiri dan keluarga," katanya.

Woods mengatakan, aturlah kegiatan secara merata pada sepanjang liburan, bukan pada satu atau dua hari saja.

Kenali hal-hal apa yang membuat Anda sering merasa stres setiap liburan dan cobalah membuat perubahan.

Misalnya, dari pada memaksakan diri membuat empat jenis kue, coba tahun ini buat dua jenis saja.

Walau sedang liburan, perhatikan kesehatan diri Anda dengan menjaga pola makan tetap sehat, waktu istirahat, dan bersantai.

"Menjaga diri sendiri akan meningkatkan mood dan memberi ekstra energi untuk mencapai target-target. Melakukan kegiatan sosial atau berderma juga bisa membuat hati lebih bahagia," katanya.

Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Evasari, Jakarta, Tirza Gwendoline Matulessy, mengatakan, kasus penyakit dengan kondisi bahwa pasiennya harus dilarikan ke unit gawat darurat (UGD), seperti serangan jantung, biasanya lebih banyak selama libur panjang.

Menurut Tirza, konsumsi makanan yang tidak terkontrol selama liburan, stres, hingga tidak olahraga saat berlibur bisa menjadi pemicu munculnya masalah penyakit.

"Kunjungan ke poliklinik menurun karena liburan, (tetapi) ke emergency, yang (sifatnya) mau enggak mau, mereka datang," kata Tirza.

Hal senada dikatakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Yoga Yuniadi.

Yoga mengatakan, berdasarkan catatan di UGD RS Jantung Harapan Kita, kasus serangan jantung meningkat saat libur panjang dan juga akhir pekan.

Selama lebih dari satu dekade, para peneliti di luar negeri juga melihat tren peningkatan kasus serangan jantung selama libur Natal dan Tahun Baru.

Mereka mencari tahu apa penyebab meningkatnya serangan jantung selama liburan.

Penelitian yang dipimpin oleh Josh Ksatria dari University of Melbourne pun meneliti kasus kematian akibat penyakit jantung di Selandia Baru.

Wilayah itu dipilih karena Natal dan Tahun Baru terjadi pada musim panas.

Dalam penelitian ini, mereka ingin mengesampingkan faktor cuaca dingin yang umumnya terjadi pada sejumlah negara saat libur Natal dan Tahun Baru.

Menurut para peneliti, stres selama liburan akibat masalah keuangan, masalah keluarga, hingga lingkungan baru tempat liburan bisa meningkatkan tekanan darah tinggi yang menjadi faktor risiko serangan jantung.

Kemudian, lanjut peneliti, peningkatan serangan jantung selama liburan juga dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang berlebihan selama liburan, seperti daging dan makanan yang tinggi gula.

Konsumsi alkohol yang meningkat selama liburan juga dapat memicu masalah kesehatan.

Baca: Link Live Streaming Korea Selatan vs Jepang Final Sepak Bola Asian Games 2018, Hari Ini Jam 18.30

Baca: Prediksi Skor Korea Selatan vs Jepang Pertandingan Final Sepak Bola Asian Games 2018

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved