Kilas Balik
Selain Mbak Tutut, 3 Wanita ini Sangat Kehilangan saat Soeharto Wafat, 'Saya Seperti Disayat-sayat '
32 tahun memimpin Indonesia, tentu banyak kenangan bagi orang-orang terdekat Soeharto. Berikut sosok Soeharto di mata 3 wanita terdekatnya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Presiden kedua RI, Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB, di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta.
Ribuan masyarakat turut mengiringi kendaraan yang membawa jenazah Soeharto di sepanjang jalan dari rumah sakit ke Jalan Cendana.
Jenazah Soeharto dimakamkan di Astana Giribangun, Solo.
32 tahun memimpin Indonesia, tentu banyak kenangan yang diingat oleh orang-orang terdekat Soeharto.
Baca: Kisah Tatang Koswara, Sniper Terbaik Dunia - Dikepung, Selamat Usai Tembak Kepala Komandan Musuh
Baca: Pesan Bu Tien Sebelum Wafat Tak Digubris sampai Presiden Soeharto Lengser, Padahal Isinya Penting
Dilansir dari Intisari, berikut sosok Soeharto di mata 3 wanita terdekatnya
1. Jenny Rachman
Jenny Rachman yang telah mengenal Soeharto selama 15 tahun, mengaku terkenang akan senyumnya.
“Senyum itu terasa damai,” ucap Jenny saat ditemui usai mengikuti pemakanan di Astana Giribangun.
Setiap bertemu Soeharto di Jalan Cendana, Jenny kerap dipegang pundaknya. “Ya, cuma begitu saja. Bapak tersenyum dan tak banyak berkata-kata.”
Di matanya, Soeharto dianggap sebagai pria yang amat sayang terhadap keluarganya.
2. Titiek Puspa
Penyanyi senior Titiek Puspa mengaku “lega” Soeharto bisa pergi dengan tenang.
“Alhamdulillah, Bapak sudah dilepaskan dari derita sakit. Melihat Bapak keluar masuk rumah sakit, saya merasa seperti di sayat-sayat. Bagi saya, Bapak sudah berbuat banyak dan terbaik untuk bangsa dan negara,” ujarnya.
Pencipta lagu Bapak Kami Soeharto ini, telah dianggap Pak Harto sebagai anaknya sendiri.
“Pernah suatu kali saya datang ke kediamannya. Saat Mbak Tutut mengabarkan kedatangan saya, beliau senang sekali,” kenang Titik.
3. Waljinah
Waljinah melayat Soeharto bersama suami dan kedua kerabatnya usai salat Subuh.
“Pukul lima saya berangkat. Dan sekarang saya mengkis-mengkis menapaki anak tangga. Beberapa kali berhenti. Ini bentuk penghormatan saya yang terakhir buat Pak Harto,” tutur Waljinah.
Waljinah mengaku merasa beruntung karena Soeharto memperhatikan kesenian tradisional dan musik keroncong.
“Setiap kali diundang ke istana, Bapak selalu minta saya menyanyikan lagu Walang Kekek dan Putri Solo buat lbu Tien. Saya terkesan bisa menyanyi di depan beliau bersama tamu negara lain. Misalnya saat dengan Kepala Negara Kuwait.”
Meskipun Soeharto berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, namun sebelum meninggal ia sudah berpesan dimakamkan di Astana Giri Bangun.
Dalam proses pemakamannya, ada sepenggal cerita menarik yang datang dari penjaga makam keluarga Soeharto, Sukirno.
Sukirno menceritakan sebuah peristiwa aneh yang terjadi kala makam Soeharto pertama kali digali.
"Hantaman linggis yang pertama menghujam, disusul hantaman yang kedua. Tepat pada hantaman linggis yang ketiga tiba-tiba duarrrrrr. Terdengar suara ledakan yang sangat keras bergema di atas kepala kami," tutur Sukirno dalam buku 'Pak Harto Untold Stories' halaman 344, seperti dilansir Tribun Timur (grup Surya.co.id).
Menurutnya ledakan itu mirip suara bom. Semua orang yang berada di Astana langsung menengadah ke atas mencari sumber dentuman itu.
Anehnya di sekeliling Astana tidak ada yang porak poranda akibat ledakan keras tersebut.
Ledakan tersebut hanya seolah bunyi keras yang tidak meninggalkan bekas.
Sukirno pun memaknai ledakan itu pertanda semesta alam menerima jenazah Presiden Soeharto.
"Alhamdulillah, ini mengisyaratkan bahwa Pak Harto benar-benar orang besar. Bumi mengisyaratkan penerimaannya terhadap jenazah beliau," ujarnya kala itu.
Ruang Kerja Presiden Soeharto di Rumah Cendana
Beberapa awak media mendapat kesempatan untuk melihat isi ruangan kerja Presiden ke-2 RI Soeharto di rumah pribadinya, di Jalan Cendana 6-8, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/6/2018) kemarin.
Merupakan putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau biasa disapa Mbak Tutut, mempersilahkan kepada pencari berita untuk melihat ruang sakral yang selama 32 tahun digunakan ayahnya bekerja dalam memimpin Indonesia.
Pintu berwarna coklat terlihat jelas begitu hendak masuk ke ruang kerja Seoharto.
Ruang kerja tersebut masih digembok sebelum Mbak Tutut membukanya saat kunjungan awak media ini.
"Ini digembok biar enggak ada orang yang keluar masuk," kata Mbak Tutut di depan ruang tersebut.
Ruangan tersebut berukuran sekitar 5x5 meter persegi dengan dinding berwarna biru langit.
Saat memasuki ruangan itu, terpajang sebuah foto besar mendiang Soeharto berukuran sekitar 1,5x1 meter persegi dalam sebuah pigura di belakang meja kayu berbentuk lingkaran. Di sekeliling meja terdapat lima kursi sofa kulit berwarna hitam.
Di salah satu dinding ruangan tersebut terlihat juga sebuah lukisan berukuran sekitar 2,5x1,5 meter persegi bergambar tokoh pewayangan Hanoman.
Selain itu ada juga sebuah bendera Merah Putih yang dipasang pada tiang dan ditempatkan di antara dua tombak kuno warna coklat di salah satu sudut ruangan tersebut.
Di sudut lainnya terlihat dua buah patung berbentuk figur binatang bersayap berwarna kuning keemasan berukuran sekitar 1x0,5 meter persegi yang ditempatkan di kanan dan kiri sudut ruangan.
Terdapat dua buah jam dinding yang masih berfungsi. Jam pertama yang terletak di dinding bagian atas berbentuk persegi panjang dengan gambar seperti bangunan bertingkat bernuansa laut.
Sedangkan jam kedua berbentuk setengah lingkaran dengan ornamen kayu dan kuning keemasan yang diletakan di sebuah meja di sudut ruangan.
Di dinding bagian atas bagian tengah ruang tersebut terpampang Garuda Pancasila. Pada dinding bagian lainnya terlihat foto Soeharto bersama Tien Soeharto berukuran sekitar 50x25 cm persegi.
Mbak Tutut mengungkap, Soeharto yang dijuluki "The Smiling General" semasa menjabat presiden biasa menerima tamu-tamu kenegaraan seperti para menteri orde baru, di ruangan tersebut.
Ruang kerja mendiang ayahnya sengaja dibiarkan dengan kondisi seperti pada saat mendiang ayahnya masih hidup.
Tidak ada perubahan tata letak perabotan sejak Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan wafat pada 27 Januari 2008.
Meski begitu, pihak keluarga Cendana tetap merawat fisik bangunan dan isinya sepeninggal Soeharto.
"Ini nggak ada yang diubah sama sekali sejak dulu Bapak masih hidup. Di sini biasanya Bapak terima tamu kenegaraan seperti menteri-menteri," kata Mbak Tutut.
Menurut Mbak Tutut, selain menerima menteri, ayahnya sering menghabiskan waktu untuk menyelesaikan dokumen-dokumen kenegeraan sejak Subuh di ruang kerja tersebut.
Jika kebetulan harus ada pekerjaan yang perlu diselesaikan sepulang dari Istana Negara, maka Soeharto kembali menggunakan ruang kerjanya itu. "Biasanya sampai jam 10 malam, mulainya dari habis Subuh," kenangnya.
Kegiatan kunjungan ke ruang kerja Presiden Soeharto ini dilakukan di sela acara buka puasa bersama Keluarga Cendana.