Bom Surabaya
Penjelasan Gojek dan Polri Usai Isu Go-Food Disusupi ISIS, Guru & Perawat Bernasib Tragis
Mabes Polri dan Gojek terus memberikan penjelasan untuk melawan berita-berita bohong (hoax) soal bom Surabaya.
SURYA.CO.ID - Mabes Polri dan Gojek terus memberikan penjelasan untuk melawan berita-berita bohong (hoax) yang saat ini membanjir di media sosial (medos), menyusul teror bom bunuh diri di 3 geraja dan Mapolrestabes Surabaya.
Sebelumnya beredar informasi bahwa jaringan Negara Islam Irak Suriah (ISIS) menyusup ke Gojek dan berniat meracuni pelanggannya melalui layanan Go Food.
Baca: Sniper Cantik Ini Pernah Habisi 100 Pejuang ISIS & Jadi Buronan Seharga Rp 13 Miliar, Siapa Dia?
Baca: Kisah Hatf Saiful, Bocah 13 Tahun yang Bergabung Dengan ISIS dan Akhirnya Tewas Dalam Pertempuran
Baca: Di Balik Desain Majalah ISIS yang Modern & Elegan, Ternyata Berisi Berbagai Rayuan Maut
Baca: Beredar Buletin ISIS Al-Fatihin Berbahasa Indonesia, Mabes Polri Masih Melakukan Penyelidikan
Di sisi lain, polisi menangkap dua orang, seorang guru dan perawat karena ujaran kebenciannya di medsos terkait serangan teror di Surabaya.
Pesan berantai menyebutkan untuk berhati-hati ketika memesan makanan dengan menggunakan aplikasi Go-Food.
Karena diklaim makanan yang dipesan akan diracun oleh anggota ISIS.
Pesan tersebut muncul di tengah rentetan kasus terorisme di Indonesia, dan cukup meresahkan masyarakat.
Dilansir Tribun Video dari Kompas.com (grup Surya.co.id), pihak Go-Jek Indonesia membantah dengan tegas kabar tersebut, melalui akun Twitternya @gojekindonesia.
"Go-Jek Indonesia mengecam tindakan penyebaran hoax seputar layanan kami karena sangat merugikan mitra UMKM dan driver yang jujur dan bekerja keras," tulisnya.
Informasi tak bertanggungjawab itu jelas akan merugikan banyak pihak.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto juga telah menegaskan bahwa kabar beredarnya informasi pesanan makanan Go-Food diracun oleh anggota ISIS adalah hoax.
Pihak Go-Jek bekerja sama dengan institusi terkait tengah bertindak untuk mengusut penyebaran kabar hoax ini.
Vice President Corporate Communication Go-jek Michael Say mengimbau masyarakat untuk tidak ikut menyebarluaskan informasi menyesatkan.
Perlu diketahui, menyebarluaskan berita hoax memiliki konsekuensi hukum.
Ancamannya adalah pasal 28 ayat 1 UU ITE tahun 2008, diancam pidana kurungan maksimal 6 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Simak video di bawah:
Perawat Cantik Ditangkap Polisi Sebar Ujaran Kebencian
Peringatan bagi siapapun untuk bijak menggunakan media sosial.
Siapapun punya hak mengekspresikan pendapatnya tapi pendapat kita tidak boleh menyudutkan apalagi menghina kelompok apalagi agama tertentu.
Jika tidak, siap-siaplah berurusan dengan polisi.
Seperti kisah miris perawat cantik satu ini.
Jajaran Sat Reskrim Polresta Barelang menangkap seorang perawat bernama Ria Siregar (RS) di kawasan Batamkota, Kepulauan Riau.

Ditahan Polisi
Ia ditangkap karena diduga menista agama melalui akun facebooknya.
Penangkapan ini dibenarkan Kapolres Barelang Kombes Pol Hengki.
“Kita mendengar ada memosting status yang mengandung sara di dalam Facebook, segera kita amankan,’ ujar Kapolresta Barelang Kombes Pol Hengki, kepada wartawan di kantor Polresta Barelang pada Rabu (16/5/2018).
Menurut Kombes Hengki, pelaku saat ini masih menjalani pemeriksaan.
"Penangkapan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari komentar RS di akun Facebooknya," kata Hengki.
Melansir Kompas.com (grup Surya.co.id), Hengki mengatakan, kejadian ini berawal saat kekecewaan RS atas kejadian aksi teror di beberapa daerah yang ada di tanah air.
RS pun meluapkannya di akun Facebooknya.
Namun sayang, kekecewaannya itu tidak terkontrol sehingga apa yang dituliskan di akun Facebooknya dinilai mengundang penafsiran lain dan diduga terindikasi menghina agama lain.
"Namun pengakuan RS dari hasil pemeriksaan sementara, tidak ada niat dirinya untuk menghina agama lain. Dirinya hanya terbawa emosi atas kejadian aksi teror yang mengakibatkan kemarian sejumlah orang yang tidak bersalah," tutur Hengki.

Hengki mengimbau warga Batam untuk tidak menggunakan media sosial dalam menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks karena bisa berurusan dengan pihak yang berwajib.
"Masyarakat juga jangan terprovokasi, melihat status di medsos yang mengarah ke penghinaan, silakan langsung laporkan kepada kami. Biar kami proses sesuai hukum yang berlaku," ujar Hengki.
Sebelumnya Ria Siregar membuat postingan di akun Facebooknya atas aksi bom bunuh diri yang menyerang tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018).
Ia memosting karena dirinya merasa kesal.
Ria Siregar disebut sebagai perawat di salah satu rumah sakit di Batam.
“Kami ibadah hanya hari Minggu tuh pun cuma 2 jam. Kalian ibadah setiap menit, setiap detik. Kau pik aku gak bosan dengar toak masjidmu tuh. “ak ada gunanya kau ibadah 5 waktu, tak ada gunanya kau puasa selama sebulan,” tulisnya.
Postingan ini membuat heboh jagad maya, terutama pengguna media sosial Facebook di Batam.
Postingan tersebut dianggap provokatif dan menghina umat Islam.
Setelah ramai diperbincangkan, Ria akhirnya menghapus postingan tersebut.
Namun, beberapa pengguna Facebook sudah terlanjur men-screenshot dan menyebarkannya kembali di media sosial.
Kepada awak media di Mapolresta Barelang, Ria mengaku menyesal membuat postingan provokatif di Facebooknya itu.
Menurut Ria, dia membuat postingan itu lantaran kesal dengan aksi pengeboman di tiga gereja di Surabaya.
Dia tak menyangka ungkapan kekesalannya itu justru dianggap melecehkan umat Islam secara umum.
“Saya tidak bermaksud mau menghina agama lain. Ternyata saya salah. Statusnya sudah sempat saya hapus, tapi sudah tersebar kemana-mana,” aku Ria, Rabu (16/5/2017).
Guru sebut bom Surabaya rekayasa diberhentikan
FSA (37), pegawai negeri sipil ( PNS) yang menjabat sebagai kepala sekolah sebuah SMP di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, terancam diberhentikan dari jabatannya.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kayong Utara, Romi Wijaya yang akan menyikapi kasus tersebut dengan menerbitkan surat pemberhentian sementara terhadap FSA.
Meski demikian, surat pemberhentian tersebut akan dikeluarkan setelah pihaknya menerima surat penahanan dari kepolisian.
"Akan diberhentikan sementara karena statusnya baru tersangka, bukan terpidana," kata Romi, Kamis (17/5/2018).
FSA ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kalbar setelah diperiksa selama beberapa jam pada Rabu (16/5/2018).

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Polda Kalbar kemudian langsung melakukan penahanan terhadap tersangka.
Romi menambahkan, apabila sudah ada putusan bersalah dari hakim di pengadilan, pihaknya akan memberhentikan FSA secara definitif.
Sambil menunggu berjalannya proses hukum yang dihadapi FSA, saat ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kayong Utara menunjuk Pelaksana Harian Kepala Sekolah untuk menggantikan tugas FSA.
Dalam akun Facebook miliknya, FSA menyebutkan jika peristiwa teror bom yang terjadi di tiga gereja di Surabaya itu sebagai rekayasa.
Status Facebook tersebut kemudian viral di media sosial. Atas perbuatan tersebut, FSA dijerat dengan Pasal 45A Ayat 2 jo Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (*)