Legenda Abadi Nyai Roro Kidul Hingga Penyebutan Nama Yang Salah

Legenda mengenai Nyai Roro Kidul sepertinya sudah mendarah daging di telinga masyarakat, terutama yang tinggal di Pulau Jawa.

Editor: Akira Tandika
Surya Malang

Jadi, ratu makhluk halus yang mendirikan bulu roma ini, sesungguhnya tidak memiliki watak jahat, bahkan sebaliknya.

Dia berhati mulia karena dipercaya menjaga ketenteraman keraton dan rakyat Mataram hingga sekarang.

Memang tak salah, kalau cerita besar ini kemudian disebarluaskan lewat media bacaan bergambar yang komiknya laku keras sekitar tahun '60-an.

Justru komik inilah yang menarik, mengingat penyajian katanya singkat dan padat, sementara gambarnya sanggup menghanyutkan daya fantasi pembaca untuk membayangkan kecantikan rupa Nyai Roro Kidul, serta kebrutalan jin, setan laknat penjaga Laut Selatan.

Layar perak film nasional pun tak pernah sepi dari cerita-cerita berbau mistis tentang Nyai Roro Kidul dengan serentet judul yang seram plus bumbu seks.

Yang jelas Ratu sakti rupawan ini sudah menjadi salah satu isi khazanah kisah klasik di Indonesia.

Bahkan tampak semakin sakral, karena seringnya diperingati dalam bentuk Upacara Labuhan atau terpentaskan dalam teater tertutup berbentuk seni tari Bedaya Ketawang dan Bedaya Semang.

Wajar kalau kemudian mitos Nyai Roro Kidul melebihi kisah 'Babad Tanah ]awi' dan kebesaran Kerajaan Mataram sendiri.

Lihat saja, setahun sekali Keraton Yogyakarta pasti melakukan upacara tradisi labuhan di Parangkusuma.

Labuhan adalah persembahan sesaji yang ditujukkan kepada Kanjeng Ratu Kidul.

Tradisi ini dilakukan bukan sekadar gengsi keraton atau untuk kepentingan wisatawan melainkan demi keselamatan raja, keraton, dan seluruh rakyatnya.

Ambil contoh, Sri Paku Buwono XII dari Keraton Solo di penghujung tahun 1985 melakukan labuhan guna keselamatan rakyat dan keraton setelah mengalami musibah kebakaran.

Untuk menciptakan keserasian hubungan dengan Ratu Laut Selatan, Kasunanan Surakarta membangun panggung Sanggabuwana sebagai tempat pertemuan mereka berdua.

Sedangkan Kasultanan Yogyakarta memilik sumur gemuling, terowongan bawah tanah di Tamansari Keraton Yogyakarta yang konon tembus sampai laut selatan sebagai tempat hubungan mistis antara Sunan dengan Kanjeng Ratu Kidul.

Tapi hubungan cinta antara raja dan ratu ini oleh sejarawan Prof. Dr. Edi Sedyawati diartikan sebagai hubungan yang bersifat adikodrati bukan hubungan seksual duniawi. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved