Berita Blitar
Bisnis 'Pom Mini' Menjamur di Blitar, Rahmawati Rela Rogoh Kocek Hingga Rp 15 Juta
Tulisan dan logo di papan itu sekilas mirip milik Pertamina. Tulisannya berwarna merah menyala dengan background putih.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Titis Jati Permata
Dulu, saat masih berjualan BBM eceran menggunakan botol, dalam tiga hari dia hanya menghabiskan 100 liter.
Sekarang, dengan menggunakan alat itu, dalam satu hari, dia bisa menjual BBM eceran 100 liter.
Total penjualan itu untuk BBM jenis pertamax dan pertalite.
Meski menggunakan alat digital, harga BBM di pom mini tetap sama seperti harga eceran.
Misalnya, untuk pertalite dijual Rp 8.000 per liter, sedangkan harga di SPBU Rp 7.500 per liter.
Untuk jenis pertamax harga ecerannya, Rp 8.800, sedangkan harga di SPBU Rp 8.250 per liter.
Wati hanya mengambil untung sekitar Rp 5.00 per liternya.
“Saya beli BBM-nya tetap di SPBU. Tiap hari saya kulakan 200 liter, yang 100 liter pertalite dan 100 liter lagi pertamax,” katanya.
Saat membuka usaha pom mini, Wati mengaku tidak mengurus izin. Dia juga tidak meminta izin di lingkungan.
Dia hanya mengirim surat pemberitahun ke kepala desa. Sebenarnya dia tahu usaha pom mini itu tidak resmi alias ilegal.
Maka itu, dia berharap pemerintah segera mengeluarkan aturan untuk melegalkan usaha pom mini.
Wati merupakan satu dari puluhan pemilik usaha pom mini di Kabupaten Blitar.
Setahun belakangan ini, usaha pom mini mulai menjamur di Kabupaten Blitar.
Terutama di wilayah pelosok yang jauh dengan SPBU. Seperti yang terlihat di Desa Sukosewu, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
Pantauan Surya, di sepanjang jalan Desa Sukosewu terdapat tujuh pom mini. Satu pom mini rata-rata memiliki dua mesin pengisian BBM secara digital.