Berita Ponorogo
Potret Kemiskinan, Hidup di Bekas Kandang Sapi bersama Keluarga, Sutomo Berharap Punya Warung Kecil
"Dulu di sini penuh dengan kotoran sapi, sekitar satu meter tebalnya. Tapi sudah saya bersihkan, saya cangkul," kata Sutomo, Selasa (25/7/2017).
Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Parmin
Selama setahun, Sutomo sempat hidup di kandang sapi, sembari mencari pekerjaan dan mengumpulkan uang untuk memperbaiki rumahnya.
"Nyaman nggak nyaman ya bagaimana lagi, awalnya ya tidurnya sama sapi. Kalau sapinya kencing ya krocok-krocok, sebelum dipindah di luar," katanya.
Berbekal uang Rp 200 ribu, ia memperbaiki kandang sapi milik orangtuanya. Sapi titipan yang dirawat orangtuanya dia pindahkan ke tempat yang baru.
"Bangunan masih asli, cuma saya ganti rangka atapnya karena sudah menghitam," jelasnya.
Setelah kandang sapi itu diperbaiki, Sutomo mengajak istri serta dua anaknya ke rumah barunya.
Meski sempit, namun ia mengaku bahagia karena bisa hidup mandiri berkumpul dengan keluarganya.
Rumahnya terdiri dari satu ruangan saja yang disekat menggunakan kain yang sudah usang.
Tak ada perabot mewah di dalam rumah. Ruangan yang hanya bersekat kain itu, dipakai sebagai tempat tidur.
Tampak, kasur tipis yang biasa dipakai tempat tidur istri dan dua anaknya.
"Kasur itu, kasur bekas dikasih orang. Daripada dibuang, mending saya pakai," kata anak bungsu dari tiga bersaudara ini.
Kasur itu dipakai anak dan istrinya, sementara dirinya tidur di atas papan kayu yang disusun dan diberi alas kain.
Ketika siang, rumah Sutomo tampak sangat terang, karena sinar matahari tembus melalui celah rumah.
“Kalau hujan deras ya masuk ke dalam rumah, becek semua, ” ujar Sutomo.
Sebagai buruh serabutan yang berpenghasilan Rp 55.000 per hari, Sutomo mengaku tidak memiliki pilihan selain tinggal di tempat itu.
Penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Sutomo mengatakan, tidak setiap hari ia mendapat pekerjaan. Sebab, biasanya ia mendapat pekerjaan ketika musim tanam ataupun masa panen.