Sambang Kampung
Lahan Akan Diambil PT KAI, Warga Pacarkeling Resah
Warga Kelurahan Pacarkeling, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, terancam terusir dari tempat tinggal mereka karena lahan akan diambil PT KAI.
Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SURABAYA - Sebanyak 780 KK warga di Kelurahan Pacarkeling saat ini resah. Sebab, warga satu kampung di Kecamatan Tambaksari ini, satu per satu diminta mengosongkan rumah yang sudah ditinggali selama puluhan tahun.
Menurut Ketua LKMK Kelurahan Pacar Keling, Usman, warga di kelurahannya ini tinggal di lahan Dinas Perhubungan dan Perumahan Kereta Api.
Warga disini merupakan pensiunan PT KAI. Namun, sejak 2010, satu persatu warga diminta meninggalkan kampung lantaran lahan akan diambil PT KAI.
"Terbaru, salah satu dari warga kami di Jalan Kalasan No 16 di RT 2 RW 11 diminta mengosongkan rumah per 16 Mei 2017. Padahal, warga kami sudah mengajukan jalur hukum untuk kepemilikan lahan," ucap Sekretaris Aliansi Penghuni Rumah Negara ini.
Salah satu pembelaan hukumnya, jika warga sudah menghuni tanah pemerintah selama lebih dari 25 tahun, mereka bisa mengajukan untuk pembebasan lahan ke pemerintah.
Tidak hanya itu, lanjut Usman, warga bahkan sudah mengajukan gugatan ke dua lembaga hukum. Yaitu, Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA).
"Untuk perdata, kami sudah mendapat keputusan, lahan ini bukan milik kami dan bukan milik PT KAI. Sehingga, saat ini status lahan ini status quo. Sedang untuk upaya gugatan pidana, masih di MA dan belum ada keputusan inkrah," tegasnya.
Menurut Usman, pensiunan PT KAI bukan seperti pensiunan pegawai negeri yang setiap bulan mendapat penghasilan. Mereka hanya menerima pesangon saat berhenti bekerja dan setelah itu tidak ada tunjangan sama sekali.
"Mereka pensiunan semua. Beda lho pensiunan PNS, mereka hanya dapat pesangon saja. Nah, ini warga yang tinggal di situ pegawai PT KAI kok lahannya minta dikembalikan," ulasnya.
Saat ini, di kampung mereka pun untuk fasilitas umum yang mendukung dari Pemkot, bukan PT KAI.
Ia berharap ke depan akan ada kebijakan dari PT KAI untuk tidak mengambil alih lahan yang saat ini ditempati oleh 780 KK.
"Jangan semena-menalah PT KAI. Harapan saya dan masyarakat, kalau memang mengedepankan hukum, saya harap tidak saling mengusik, nanti ada solusilah," imbuhnya.
Pelepasan Lahan
Hal senada disampaikan M Cahyo, warga pemilik Jl Kalasan No 16. Ia sudah menempati rumah dengan luasan 700 meter persegi sejak 1982. Rumah itu adalah milik buyutnya.
"Kami juga bingung harus bagaimana, tiba-tiba sejak 2015, ada permintaan untuk mengosongkan lahan. Sampai ada surat kita diminta mengosongkan lahan per16 Mei 2017 ini," ujarnya.
Pihaknya berharap ada solusi lain. Kalaupun memang boleh mengajukan pelepasan lahan, pihaknya dan warga kampung yang lain bersedia. Bahkan, siap untuk membayar.
"Pasti ada solusilah, jangan hanya meminta warga untuk pergi begitu saja. Kami juga resah, kami sudah di sini puluhan tahun dan penisunan PT KAI, kami siap untuk melakukan aksi," tegas Cahyo.