Opini
Tantangan dan Tekad NU, Harus Menjadi Payung Umat
Penerus NU saat ini harus tetap diniatkan sebagai upaya berjuang meneruskan ulama-ulama terdahulu. Memperjuangkan faham Ahlus sunnah Wal jamaah.
Penulis : Ketua PWNU Jatim, KH Mutawakkil Alallah
SURYA.co.id | SURABAYA - Sejak berdiri pada 1926 silam, Nahdlatul Ulama (NU) telah menegaskan posisinya sebagai penyeimbang.
Penyeimbang, berarti tak memihak. Lalu, dimanakah fokus konsistensi posisi NU ini?
Saat ini, masyarakat di Indonesia disunguhi dengan konflik bernuansa keagamaan yang berkepanjangan yang melibatkan dua kelompok dengan pemahaman yang berbeda.
Satu sisi merupakan kelompok yang menginginkan berdirinya negara khilafah tanpa mementingkan kebhinnekaan.
Di sisi lain terdapat kelompok yang tak peduli dengan akidah Islam.
NU menegaskan perannya atas kemelut tersebut. Sebagai ormas agama, NU menegaskan perannya yang tak melulu soal agama.
Indonesia dengan suku, agama, hingga ras yang beragam memang harus terus dijaga.
Sebagai penganut konteks kebhinnekaan yang utuh, NU pun tak memaksakan kehendak umat untuk memeluk suatu agama.
Penerus NU saat ini harus tetap diniatkan sebagai upaya berjuang meneruskan ulama-ulama terdahulu. Memperjuangkan faham Ahlus sunnah Wal jamaah.
Organisasi tertua ini harus Rahmatan lil alamin. Memberi kemaslahatan umat yang kini dibranding dengan Islam Nusantara
NU bukan bagian dari yang setuju atas oknum yang senantiasa melakukan pendangkalan akidah Islam.
Selama puluhan tahun, NU terus menjaga berbagai ajaran yang telah diajarkan oleh pada sesepuh ulama NU yang masih relevan.
Namun tak hanya berhenti di situ, ormas terbesar di Indonesia ini juga terus melakukan berbagai inovasi sesuai dengan perkembangan zaman yang berkembang dinamis.