Berita Surabaya
Nekat Nyeberang Abaikan Jembatan, Tak Hargai Hak Pengguna Jalan Lain
Keberadaan JPO yang dipasang untuk menjamin keamanan warga nampaknya semakin jarang digunakan.
Siono (49), pedagang koran di halte Diponegoro, mengungkapkan, lebih banyak melihat pejalan kaki memakai JPO jika kondisi jalan macet atau sedang hujan.
Selebihnya, pria yang 25 tahun berjualan di kawasan itu, melihat banyak pejalan kaki lebih memilih menyeberang jalan meski tidak terdapat lampu penyeberangan.
“Banyak yang memang milih nyeberang dibawah, soalnya tinggi sekali jembatannya,” ujar warga Benowo ini, Rabu (30/11).
Pilihan menyeberang jalan juga karena kondisi jalan yang diapit lampu merah.
Sehingga, bisa dilihat volume kendaraan yang lewat, apakah sepi karena lampu merah atau ramai karena lampu hijau.
“Jembatan ini sudah sekitar 10 tahun, paling cuma 30 persen pejalan kaki yang pakai,” lanjutnya.
Penyeberang jalan ini terlihat ramai saat jam besuk di pagi dan sore hari. Bersamaan dengan Siono yang membuka lapaknya pada 06.30 dan menutupnya pada 16.30 WIB.
Aminah (54), pejalan kaki yang memilih menyeberang, mengungkapkan, cukup lelah jika harus menaiki tangga JPO yang cukup tinggi.
Belum lagi kondisi kakinya sudah tidak sekuat dulu untuk menyangga tubuhnya, saat akan menuruni tangga JPO. “Capek kalau naik, lagian jalannya kadang sepi,” ungkapnya.
Meski berbahaya, namun wanita asal Wonokromo ini, lebih memilih menunggu rombongan menyeberang jalan dibandingkan menaiki JPO.
Tak hanya di Jl Diponegoro, ia juga enggan menaiki JPO karena ketinggiannya. (Sulvi Soviana/Achmad Pramudito)