Perlindungan Anak
2 Bocah Ini Jadi Budak Ibu Tiri, Sering Dicambuk dan Disundut Rokok
#PASURUAN - "Kami sering diomeli dan dipukuli. Saya dan adik disuruh berhenti sekolah dan diminta ngamen," kata si bocah. Masya Allah....
Penulis: Irwan Syairwan | Editor: Yuli
SURYA.co.id | PASURUAN - Menikahi seorang duda atau janda tak hanya menikahi pasangan saja. Jika duda atau janda tersebut telah memiliki anak maka anaknya tersebut selayaknya juga diberikan porsi cinta kasih yang sama. Namun, hal itu tak didapatkan oleh FT (10) dan LN (14) asal Kota Pasuruan.
Sebuah ruang di kantor Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Pasuruan terdengar sayup-sayup suara anak perempuan sedang mengeja huruf-huruf.
Suaranya terdengar ceria, meski jalan hidup yang dialami anak-anak tersebut jauh dari kata bahagia.
"Ini huruf S, I, A, P, A. Jadi dibaca 'siapa'. Coba kamu ulangi?" kata seorang petugas LPA Kota Pasuruan kepada anak kecil bernama FT itu.
Yang ditanya pun mengikuti penuturan petugas tersebut dan langsung tersenyum gembira ketika berhasil mengenali huruf-huruf tersebut dan mengejanya.
Sementara sang kakak, LN, tengah asyik membaca buku cerita.
Namun, air muka anak-anak ini langsung berubah ketika ditanya mengenai ibu tiri mereka, Neneng Yati. Sekilas, terlihat aura kebencian ketika mereka menyebut nama ibu tirinya itu.
LN menuturkan setelah ibu kandungnya (Syifatullah) meninggal tiga tahun lalu, ayahnya (Suprapto) menikahi ibu tirinya.
Saat awal tinggal bersama ibu tirinya, ia dan adiknya mendapatkan ganti kasih sayang seorang ibu.
Namun ternyata, kasih sayang itu hanya artifisial semata. Ibu tirinya berubah saat ayahnya meninggal dunia 2013 lalu.
"Kami sering diomeli dan dipukuli. Saya dan adik disuruh berhenti sekolah dan diminta ngamen buat cari uang," kata LN dengan air muka tegang.
Saat itu, LN sudah sempat sekolah SMP. Namun, Neneng menyuruh ia dan adiknya mencari uang karena ibu tirinya itu tak bekerja.
"Ngamen di lampu merah sama di Alun-alun," sambungnya.
Tiap sore, Neneng akan menghampiri LN dan FT di Alun-alun Kota Pasuruan. Uang hasil jerih payah keduanya diambil paksa.
Jika tak mencapai Rp 50.000, Neneng tak segan-segan memukul bahkan beberapa kali menyundutkan rokok ke tangan dan kaki mereka. Tubuh keduanya banyak terdapat bekas luka.