dr Dheliya Widaswara SpKK
Dokter Cantik asal Malang Raih Doktor Teliti Kusta
Alhamdulillah, semua bisa kami lalui dengan baik. Intinya, kecacatan pada penderita kusta itu bisa dideteksi dini
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Wahjoe Harjanto
SURYA.CO.ID | SURABAYA - Suasana tegang berubah cair begitu Prof Dr dr Teddy Ontoseno SpA (K) SpJP menyatakan bahwa dr Dheliya Widaswara SpKK dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar doktor dengan predikat cumlaude.
Sebelum sidang terbuka digelar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), Dhelya sedikit tegang. Namun begitu Prof Teddy, Ketua Program Studi Program Doktor Ilmu Kedokteran Pascasarjana Unair memanggil dan menyapa, dokter spesilalis kulit dan kelamin ini sudah langsung bisa menguasai keadaan.
Dheliya sempat tersipu karena pimpinan sidang mengomentari penampilan dokter yang masih muda dan enerjik ini tampil segar. "Tidak salah jika jadi dokter kulit. Lha orangnya bersih begini," ucap Prof Teddy yang membuat suasana terhibur.
Sidang doktor itu digelar kurang lebih dua jam dengan menghadirkan Guru Besar FK Unair dan Program Pascasarjana Unair, dipimpin Prof Teddy dengan anggota Prof Dr I Ketut Sudiana, Dr Agus Tuschan, dan anggota lainnya.
Ada juga tim penyanggah dalam sidang doktor terbuka tersebut. Namun, dengan lugas dan gayanya yang penuh semangat, semua pertanyaan dan sanggahan dari tim sidang diselesaikan dengan sempurna. Disertasinya berjudul: Uji Diagnostik Pemeriksaan Krok-20, PMP22, Protein, NGF, dan NRG1, untuk Deteksi Awal Kecacatan Penderita Kusta.
"Setelah sidang yudisium dengan melihat prestasi promovendus, ketekukan, dan keuletannya meneliti pasien kusta, Disertasi diterima. Promovendus lulus dengan predikat cumlaude. Kepadanya berhak memakai gelar doktor. Ini dokter ke-699 jenjang doktor di Unair," kata Prof Teddy menutup sidang.
Mendengar kata penutup ini, Dhelya tampak merunduk penuh syukur. Ditatapnya dalam-dalam bayinya yang masih berusia 8 bulan, Edwin Asalangit Ahnaf. Ibu ini juga segera menghampiri Bunga Alzena Salasabila, putri pertamanya. Dua anaknya itu terus dalam dekapan ayahnya, Edwin Arief Fachruddin.
Ikut memberi dukungan langsung, ayahanda Dhelya, dr Dadang Hendrawan SpJP dan ibunda Prof Dr Dewi Astutty. "Kami bangga dan hampir tak percaya dengan kegigihan dan kebandelan Dhelya. Dia keras kepala kalau soal studi. Usia muda sudah doktor," reaksi Dewi.
Dhelya memang masih sangat muda, 33 tahun. Alumnus SMAN 1 Malang yang lahir pada 14 Agustus 1982, saat ini menjadi staf pengajar di FK Univesitas Brawijaya Malang.
"Selamat atas disetasinya. Sebuah penelitian menarik karena bisa mendeteksi dini kecacatan penderita kusta," kata Prof Teddy memberi ucapan selamat.
Yang menarik, staf medik di RS Syaiful Anwar Malang ini meraihnya dengan waktu yang relatif singkat. Padahal, dia harus mengurus putra-putrinya yang masih kecil. Belum lagi harus melayani pasien di tempat praktiknya.
"Saya salut atas perjuangan kerasnya. Saya masih ingat, begitu datang dari Surabaya langsung memeluk anak dan seketika itu juga kembali fokus pada tugas studi. Dia memang pandai membagi waktu dan semua bisa," kata Edwin yang PNS di Dinas PU Cipta Karya Pemkab Malang itu.
Selama beberapa tahun, dia fokus meneliti sekitar 79 pasien kusta di RS Kusta Kediri. Begitu telitinya hingga diperolah kesimpulan bahwa pemeriksaan Krox (semacam gen)-20 bisa untuk mengetahui terjadinya kecacatan awal penderita kusta.
Ini untuk menyikapi sebelum timbul gejala klinis sehingga dapat dilakukan pencegahan. Langkah pencegahan terutama tehadap kecacatan yang ireversibel dan sangat mengganggu aspek kehidupan pasien.
"Alhamdulillah, semua bisa kami lalui dengan baik. Intinya, kecacatan pada penderita kusta itu bisa dideteksi dini dengan melihat komposisi gen penderita," ucap Dhelya berbunga-bunga usai disertasinya dinyatakan diterima.