Musim Haji 2015
Rajin Menabung Tukang Sampah Mampu Naik Haji
Kita tahu banyak orang yang kaya tapi belum tentu bisa pergi haji. Kalau seperti ini benar-benar kuasa Allah
Penulis: Sany Eka Putri | Editor: Wahjoe Harjanto
SURYA.CO.ID | SURABAYA - Raut wajah bahagia tampak sekali di wajah yang nampak sudah berkeriput Suparning (53). Ibu empat anak ini pekerjaan kesehariannya hanya sebagai tukang sampah disekitar tempat tinggalnya, di Asemrowo, Surabaya.
Penghasilan yang tidak banyak, tak membuatnya menyerah agar bisa pergi ke Tanah Suci Mekkah. Kepada Surya, ia menceritakan bagaimana ia rajin menabung untuk bisa pergi melaksanakan Rukun Islam kelima itu.
Suparning yakin, tidak hanya orang kaya saja yang bisa pergi ke Tanah Suci Mekkah, namun jika Allah sudah berkehendak, maka siapapun bisa melaksanakan ibadah haji.
Sejak Tahun 2003, Suparning bekerja keras banting tulang menghidupi keluarganya karena suaminya telah meninggal karena sakit. Ia menggantikan suaminya sebagai tukang sampah.
Selama suaminya masih ada, ia tidak diperbolehkan bekerja. Penghasilannya sebagai tukang sampah hanya Rp 1 juta /bulan, itupun harus dibagi untuk dirinya dan keempat putra-putrinya.
“Satu juta itu kadang saya sisihkan, saya tabung sedikit-sedikit. Sejak Bapak meninggal saya mulai rajin menabung,” terangnya ketika di AHES (Asrama Haji Embarkasi Surabaya) sesaat sebelum Kloter 4 berangkat ke Juanda, Minggu (23/8/2015).
Tahun 2007, apabila tidak ada sampah, Suparning tetap mencari sampah dengan gerobak yang bisa dijual. “Pokoknya sampai malam ya terus cari sampah yang sekiranya itu bisa tak jual,” ungkapnya wanita asal Widang, Kabupaten Tuban itu.
Ia menyadari dari penghasilannya saja tidak akan cukup untuk menghidupi dirinya dengan keempat anaknya. Belum untuk kebutuhan sekolah anaknya yang paling kecil di bangku SMK. Akhirnya, ia juga ikut arisan yang diadakan di pasar dekat dengan rumahnya.
“Dari arisan itu saya ada sedikit tambahan penghasilan. Saya ikut-ikut arisan itu, lumayan juga, kan sebulan arisannya, dapatnya itu satu juta kalau dapat,” tambahnya.
Tahun 2009, uang yang terkumpul dari tabungannya sebesar Rp 20 juta dan Suparning pun memberanikan diri mendaftar haji. “Alhamdulillah begitu terkumpul saya daftar haji,” kata dia.
Suparning mengaku juga menghajikan suaminya yang sudah meninggal (ba’dal haji) dengan membayar biaya sebesar Rp 7 juta. Sehingga total biaya untuk pergi ke Tanah Suci Mekkah ini menghabiskan Rp 38 juta.
Tak hanya dari hasil mengumpulkan sampah saja, tapi Suparning juga mendapat rezeki dari hasil sawahnya yang ada di Tuban. Hasil panen sawah warisan dari orangtuanya sebesar 450 meter, juga di tabung. "Keempat anak saya senang apabila ibunya bisa pergi haji, Alhamdulillah,” ungkapnya.
Teman sekamar Suparning di AHES, Dyah Puspita, mengatakan, sangat kagum ada orang yang punya keinginan tinggi untuk bisa melaksanakan ibadah haji.
“Yang perlu dicontoh itu niat dan kemauannya. Kita tahu banyak orang yang kaya tapi belum tentu bisa pergi haji. Kalau seperti ini benar-benar kuasa Allah,” terangnya.
Dyah juga sempat meneteskan air mata begitu mengetahui teman sekamarnya ada yang berusaha kuat dengan kesabaran demi bisa melaksanakan ibadah haji.
“Waktu Bu Suparning cerita, saya sempat merinding dan menangis. Tidak mudah hidup dengan empat orang anak sendiri. Apalagi hanya mendapatkan penghasilan dari memungut sampah. Kalau hasil panen kan juga musiman,” paparnya.
Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok.
LIKE Facebook Page www.facebook.com/SURYAonline
FOLLOW www.twitter.com/portalSURYA
