Tempo Doeloe
VIDEO - Ada Kondektur Cantik di Bus Kota Surabaya Sejak 1943
"Lihatlah, bus sedang berjalan. Di mana bus itu berjalan? Oh, di Surabaya. Hei, siapa putri itu yang cantik, yang turun dari bus? Kondekturnya."
SURYA.co.id | SURABAYA - Mari meloncat ke menit 6.10 dalam video di atas. Ada suara komentator begini:
"Lihatlah, bus sedang berjalan melalui kota. Di mana bus itu berjalan? Oh, di Surabaya.
Hei, siapa putri itu yang cantik, yang turun dari bus? Kondekturnya.
Untuk pertama kalinya di seluruh Pulau Jawa kita melihat kondektur perempuan untuk bus."
Kondektur itu tampak membungkukkan badan ketika ada penumpang, seorang pria Jepang, turun dari bus.
Jika yang turun orang biasa meski berpakaian perlente atau necis, ia tak membungkukkan badan. Setara.
Lalu, lebih cantik mana kondektur jadul itu dibanding kondektur seperti Ira Sahisna Dewi zaman sekarang? (BACA: Ira, Kondektur Cantik Bus Trenggalek - Banyuwangi)
Tak penting benar membandingkan kecantikan. Ini memang tentang video propaganda Jepang yang menduduki Indonesia antara 1942-1945.
Lazimnya propaganda, video jadul yang biasa disebut "berita film" itu memang untuk merengkuh hati dan pikiran orang Indonesia agar setia pada Dai Nipon sebagai --sitilah mereka-- bangsa pembebas dari imperialisme Barat.
Berita film serupa banyak diproduksi oleh Sendenbu atau Departemen Propaganda Jepang (BACA: Video Propaganda Tahun 1945 Ini Menunjukkan Janji Palsu Bung Karno)
Adapun berita film ini, pesan pokoknya ialah mengajak rakyat untuk rajin menabung.
Dibuka dengan adegan paduan suara perempuan berbusana khas Jawa yang dirijennya pria Jepang, lalu menunjukkan bagaimana kepedulian Jepang pada wabah penyakit di daerah Yogyakarta.
Lazimnya propaganda, sekali lagi, semua yang muncul dalam berita film ini serba membagus-baguskan masa pendudukan Jepang dibanding, isitilah mereka, Belanda almarhum.
Padahal, di balik itu semua, terbentang kisah sengsara yang sudah jamak diketahui dalam pelbagai buku sejarah resmi maupun cerita lisan.
Zaman Jepang berarti penderitaan rakyat di mana-mana terus memburuk, jauh lebih buruk dibanding periode akhir penjajahan Belanda.
Kaum tani diminta hasil panennya untuk biaya mendukung perang Asia Timur Raya. Banyak orang terpaksa berpakaian dari bahan goni yang berkutu.
Banyak pemuda yang dipaksa bekerja bikin gua persembunyian, bendungan, dermaga di Samudera Indonesia dan proyek militer lainnya hingga jatuh sakit dan mati. Romusha.
Banyak perempuan yang dipaksa jadi budak seks tentara Jepang. Jugun ianfu. (BACA: Jepang Diminta Tak Intimidasi Sejarawan yang Ungkap Jugun Ianfu).
Sementara, mayoritas kaum elit terpelajar Indonesia memilih berkolaborasi dengan Jepang.