Pendidikan di Surabaya
Sekolah di Surabaya Masih Pakai Dua Kurikulum
"Kurikulum ini pemersatu bangsa. Kalau beda-beda, bukan kurikulum namanya," kata Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Saiful Rachman.
Penulis: Sany Eka Putri | Editor: Yuli
SURYA.co.id | SURABAYA - Hingga saat ini, Kurikulum 2013 (K-13) sudah berjalan selama tiga tahun. Namun, untuk tahun ajaran baru 2015/2016 ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) justru membuat regulasi baru terkait penanaman budi pekerti yang sejatinya juga tertuang dalam K-13.
Bagaimana selanjutnya nasib K-13 setelah dihentikan mendadak Kemendikbud?
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Saiful Rachman mengatakan, sampai saat ini tidak ada koordinasi dari pusat untuk membicarakan K-13. Sehingga masih ada dua kurikulum yang digunakan sekolah. Yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dan K-13.
Namun demikian, sekolah-sekolah telah memiliki koneksi langsung dengan pusat kurikulum (Puskur) Kemendibud. Sehingga mereka yang merasa mampu melakukan K-13 bisa mengajukan langsung ke pusat.
“Tapi malah membawa kesan setiap sekolah ini jalan sendiri-sendiri dengan memakai pola ini. Dinas Pendidikan di kabupaten/kota sendiri tidak akan tahu kalau tidak dilapori sekolah,” tutur Saiful ketika dihubungi, Selasa (28/7/2015).
Seperti diketahui, terdapat 1.053 lembaga sekolah di Jatim yang menjadi pilot project untuk melaksanakan K-13. Namun data ini terus berkembang seiring pengajuan yang dilakukan masing-masing sekolah.
Sebab, menurutnya satu-satunya yang mengikat dalam pendidikan itu adalah kurikulum dan harus bersifat nasional. “Kurikulum ini pemersatu bangsa. Kalau beda-beda, bukan kurikulum namanya,” ungkapnya kecewa.
Di sisi lain, pelaksanaan K-13 yang telah sampai pada tahun ketiga ini akan dihadapkan pada Ujian Nasional (unas).
Karena itu, pemerintah baik di kabupaten/kota maupun provinsi harus melakukan verifikasi lebih cermat sekolah mana saja yang benar-benar sudah melaksanakan K-13 dan yang belum.
“Disetujui menggunakan K-13 atau tidak itu baru bisa diketahui setelah statusnya di Dapodik (data pokok pendidikan) diizinkan atau tidak. Dan itu yang tahu dari setiap sekolah masing-masing,” tutur dia.
Status sekolah harus jelas menggunakan kurikulum apa, karena ini berkaitan dengan soal yang berlaku dalam unas 2016 mendatang. “unas tahun mendatang akan menggunakan gabungan dua kurikulum. Tapi kita belum tahu, apakah satu naskah terdiri dari KTSP dan K-13, atau masing-masing kurikulum berbeda naskah soalnya,” tutur dia.
Sementara di Surabaya, jumlah sekolah yang telah melaksanakan K-13 cukup tinggi. Mulai jenjang SD sebanyak 535 lembaga negeri dan swasta, SMP 180 negeri dan swasta, 31 lembaga SMA negeri dan swasta serta 20 SMK negeri dan swasta.
“Kita sudah melaksanakan selama tiga tahun. Sehingga seluruh sekolah negeri sudah melaksanakan K-13. Tinggal beberapa sekolah swasta yang belum,” tutur Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dindik Surabaya, Eko Prasetyoningsih.
Eko memaparkan pada saat moratorium K-13 oleh Kemendikbud, sekolah-sekolah ini sempat ditolak untuk melanjutkan K-13 karena tidak masuk dalam sasaran pilot project. Namun setelah diajukan kembali, Kemendikbud pun akhirnya mengizinkan.
“Kita belum tahu bagaimana nantinya konsep unas inj. Yang jelas, sekarang kita terus melatih guru yang belum mendapat pelatihan K-13,” tutur dia.