Komunitas Hidroponik Menyebar Virus 1
Hidroponik Mahal Karena Eksklusif dan Teknologi Tinggi
Hidroponik bisa dilakukan dengan cara sederhana dengan hasil yang sama enaknya. Karena itu menanam dengan cara hidroponik tak harus mahal.
Penulis: Achmad Pramudito | Editor: Achmad Pramudito

SURYA.co.id | SURABAYA - Mau tau apa yang bisa meredam amarah Tri Rismaharini? Ternyata mudah. Sodorkan saja tanaman hijau, spontan emosi Wali Kota Surabaya ini berubah senyum. Paling tidak itulah kesan yang dialami anggota Komunitas Hidroponik Surabaya (KHS) saat melihat Risma marah ketika menyaksikan sampah di area Car Free Day (CFD) di Jl Raya Darmo Surabaya.
Sampah berserakan itu memang bukan bikinan anggota KHS, melainkan warga Surabaya yang sedang menikmati suasana CFD, Minggu (22/2) pagi itu. Kebetulan sejumlah anggota KHS sedang memamerkan tanaman hasil panen mereka tak jauh dari posisi Risma yang ngamuk.
Namun, sorot mata emosi Risma berubah redup ketika menyaksikan Kiptiyah, salah seorang anggota KHS sedang memegang seikat sayur slada yang masih segar. “Selamat pagi, bu. Silakan mampir, ini hasil panen dari kebun teman-teman KHS,” sapa Kiptiyah dengan suara ragu lantaran khawatir Risma masih menyimpan amarahnya.
Ternyata, wanita yang selalu peduli pada kebersihan kota Surabaya ini langsung menunjukkan antusiasnya dengan menghampiri stan KHS. Kesempatan itu pun tak dilewatkan begitu saja oleh Kiptiyah untuk promosi.
Risma sangat serius mendengarkan paparan perempuan yang akrab disapa Tya itu tentang kiprah KHS sejak komunitas ini berdiri sekitar setahun belakangan. Apalagi ketika dijelaskan bahwa sayur yang dipajang di stan KHS itu bisa ditanam di area pekarangan rumah yang sempit dan tidak memakai tanah sebagai media tanam.
Yang membuat Risma kian tertarik adalah tanaman tersebut tak hanya membuat lingkungan perumahan jadi makin hijau, tetapi bisa jadi santapan sehari-hari. “Dijamin sehat karena tanpa pestisida. Dan tanaman ini tentu bisa mengurangi anggaran belanja lantaran sudah tersedia di kebun sendiri,” papar Tya.
Sejak awal Februari lalu KHS memajang hasil panen anggotanya di area CFD. Tak disangka, respons masyarakat sangat bagus. Terbukti, sayuran yang dipajang diminati dan langsung dibeli warga Surabaya yang sedang menikmati suasana segar tanpa polusi di sepanjang jalan protocol itu.
Green House
Tak hanya Tri Rismaharini. Aksi anggota KHS ini sempat pula bikin kaget Mark Proffit, ekspatriat asal Amerika yang kebetulan sedang jalan-jalan menikmati atmosfer CFD.
“Di Indonesia hidroponik bisa jadi komunitas? Di Amerika, (hidroponik) ini dilakukan secara eksklusif! Tak semua orang bisa lihat,” cetus Mark.
Konsultan di sebuah perusahaan swasta di Surabaya Barat ini makin heran waktu diberitahu sayur-sayuran yang dipamerkan setiap Minggu di area CFD itu adalah hasil panen dari kebun di rumah anggota KHS. “Ini sangat menarik, karena di luar negeri hidroponik selalu di area green house dan dilakukan dengan teknologi tinggi,” ucapnya menambahkan.
Menurut Mark, tanaman yang dipajang di area CFD itu persis sama seperti sayuran hidroponik di negerinya. “Ya sama di sana (Amerika) juga ada slada dan sawi. Juga ada buah-buahan hidroponik. Yang bikin beda, di sini (Indonesia) bisa jadi sebuah komunitas dan gerakan massal,” katanya.
Komentar Mark itu bagi anggota KHS bukan hal baru. “Di grup KHS yang kami bikin di facebook juga ada anggota dari Amerika dan Malaysia. Mereka ini silent reader. Tapi pernah inbox ke saya dan menyatakan keheranan seperti yang disampaikan Steve,” ungkap Tya.
Ditekankan Tya, sama sekali salah bila ada anggapan menanam hidroponik itu mahal. “Yang bikin mahal itu tadi, karena eksklusif dan pakai teknologi tinggi. Padahal, hidroponik bisa dilakukan dengan cara sederhana dengan hasil yang sama enaknya,” tutur mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dr Soetomo Surabaya ini.