Kasus Kematian Mahasiswa ITN
Panitia KBD Diperiksa 8 Jam
Sebenarnya memang sudah agenda rutin kami untuk bertemu. Berhubung ada kasus ini, sekalian kami bahas di rapat ini
Penulis: Irwan Syairwan | Editor: Wahjoe Harjanto
SURYA Online, MALANG – Panitia Kemah Bhakti Desa (KBD) jurusan Planologi Institut Teknologi (ITN) Malang diperiksa masing-masing delapan jam oleh penyidik Polres Malang.
“Kalau Maba kemarin hanya menceritakan peristiwa yang dialaminya. Kalau panitia lebih lama kami periksa karena mereka yang punya tanggung jawab terhadap kegiatan itu,” kata Kapolres Malang, AKBP Adi Deriyan Jayamarta saat ditemui Surya Online di Gedung Teknik Kimia, Kamis (19/12/2013).
Ketika ditanya apakah para panitia ini memberikan penjelasan berbelit, Adi menjawab diplomatis, pihaknya belum menerima laporan pemeriksaan 102 orang panitia KBD ini. “Saat ini masih berlangsung jadi belum bisa disimpulkan seperti itu,” sambungnya.
Selain Maba, Dosen dan Panitia, Polres Malang juga berencana memanggil saksi dari warga sekitar tempat kegiatan KBD. Adi menargetkan akhir tahun ini kasus tewasnya Maba Planologi ITN asal NTB, Fikri Dolasmantya Surya, sudah memiliki tersangka.
Mengenai foto-foto terbaru kekerasan KBD ITN di mana wajah para panitia terpampang jelas, Adi belum menyimpulkan apakah ada yang cocok. Meski begitu, Adi menegaskan, kalau ternyata ada wajah panitia yang cocok dengan foto-foto KBD terbaru yang beredar di internet, pemeriksaan mengenai kejadian kekerasan di foto itu akan ditanyakan lebih mendalam.
“Kami juga berencana memanggil saksi ahli bidang pendidikan untuk meminta masukan tindakan-tindakan apa saja yang termasuk kekerasan dalam Ospek. Ini perlu untuk menentukan konstruksi hukum terhadap kasus ini,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah VII Jatim, Prof Dr Suko Wiyono, menjelaskan, membentak dalam kegiatan Ospek Maba sudah termasuk tindakan kasar. Menghukum Maba dengan cara berguling-guling, jalan merangkak, dijemur, juga masuk tindak kekerasan.
“Kalau sudah memukul atau menendang, itu sudah penganiayaan dan masuk ranah hukum. Apalagi kalau pemukulan itu dilakukan lebih dari satu orang,” imbuh Suko.
Rektor Universitas Wisnu Wardhana ini menuturkan, hukuman push up atau skotjam masih diperkenankan. “Selama jumlahnya bisa ditolelir. Kalau ada peserta yang tidak kuat, harus dihentikan,” ujarnya.
Menurut pakar hukum ini, Ospek yang benar itu mampu memberikan wawasan mengenai dunia perguruan tinggi kepada para Maba. “Sebab mereka masih peralihan dari masa sekolah ke dunia kampus. Pelaksanaannya harus mendidik, mengedepankan pengembangan bakat dan menumbuhkan rasa solidaritas,” paparnya.
Suko menerangkan, Jumat (20/12/2013), 40 Rektor Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Malang Raya dan Pasuruan akan melakukan pertemuan di ITN untuk membahas kasus kematian Fikri. “Sebenarnya memang sudah agenda rutin kami untuk bertemu. Berhubung ada kasus ini, sekalian kami bahas di rapat ini,” bebernya.