Kiat Usaha Kuda Mass (2 Habis)

Tak Bersaing meski Lima Pabrik Produk Sama

Dari lima pabrik itu, meski hasil produksinya relatif sama, tapi atas dasar prinsip kekeluargaan

Editor: Rudy Hartono
zoom-inlihat foto Tak Bersaing meski Lima Pabrik Produk Sama
surya/eben haezer panca
H Abdul Halim (41), pengelola pabrik Kuda Mass C saat berada di penampungan makan ringan yang siap dikirim, di Desa Talok, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang
SURYA Online, MALANG - Makan ringan merek Kuda Mass pernah diekspor ke Malaysia, tahun 2007, delapan tahun setelah turun izin dari Departemen Kesehatan atau tujuh tahun usai mereknya dipatenkan. Baru sekali ekspor langsung mandek karena tak kuat membayar cukai.

Bakat  bisnis bukan hanya milik Hj Mutrifah. Sang suami, H Samari telah terbiasa bekerja keras. Bahkan, dianggap orang termiskin di Desa Talok. Untuk bertahan hidup, Samari kecil berjualan kue jemblem dan disela sekolah, mengumpulkan kertas bekas yang masih kosong, dijilid menjadi buku untuk menulis.

Usaha Hj Mutrifah dan H Samari kini diteruskan lima anggota keluarga. Kuda Mass A, berdiri sejak 1984, dikelola Ahmad Mudzakir (27), putra keenam Hj Mutrifah (56).

Lalu, Kuda Mass B, dikelola Bambang Priyono, putra sulung Hj Mutrifah. Kuda Mass D dikelola Rodiyah, putri ketiga Hj Mutrifah. Sedangkan Kuda Mass Popcorn, dikelola oleh Abdul Aziz, putra kedua Hj Mutrifah.

Munculnya Kuda Mass B hingga Kuda Mass D serta Kuda Mass Popcorn, merupakan inisiatif dari para pengelola masing-masing. Kuda Mass C, misalnya, lahir 2006 karena minimnya  pengolahan makanan ringan berbahan singkong di Desa Talok.

Dari lima pabrik itu, meski hasil produksinya relatif sama, tapi atas dasar prinsip kekeluargaan, persaingan di antara lima pabrik itu mampu diatasi.

"Persaingan hanya di kalangan tenaga penjualan, mereka kan harus memasarkan sebanyak-banyaknya," tutur H Abdul Halim (41), pengelola pabrik Kuda Mass C kepada Surya.

Keberadaan lima unit usaha itu tidam muncul langsung. Kuda Mass sempat mengalami jatuh bangun. Kuda Mass C, misalnya, meski sekarang punya 80 pekerja, pernah merugi, bahkan ditipu.

“Ada pembayaran yang tidak lunas sampai Rp 900 juta. Tapi ya itu, memang risiko bisnis,” terang Halim, bapak tiga anak dari perkawinan dengan Hj Siti Muhajiroh.

Ahmad Mudzakir, pengelola Kuda Mass A menambahkan, dirinya juga pernah ditipu oleh sebuah kongsi besar yang memberikan cek kosong. Bahkan, dua tahun silam, Kuda Mass A merugi hingga Rp 3 miliar setelah ditipu sejumlah tenaga penjualannya sendiri yang memberikan giro kosong.

“Ini jadi pelajaran berharga. Tuhan itu adil kok. Yang jelas, prinsip kami bekerja adalah ikhlas dan nggak macam-macam,"  jelasnya.

Sekarang meski banyak orang menganggap usaha yang dikelola keluarganya berkembang pesat, namun  hal itu bukanlah indikator kesuksesan. Bagi Dzakir, sukses tidak diukur dari banyaknya pujian dari orang. Sukses justru dimulai dari dalam dulu dan dilanjutkan dengan kesuksesan yang tampak dari luar.

“Saya masih merasa belum sukses karena sukses itu harusnya dimulai dari etika dan akhlak dulu,” tutur Dzakir.

Penulis : Eben Haezer Panca P

memasarkan sebanyak-banyaknya," tutur H Abdul Halim (41), pengelola pabrik Kuda Mass C kepada Surya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved