Warteg dan Laundry Laris Manis
Penulis: Cak Sur |
[caption id="attachment_163447" align="alignnone" width="630" caption="PINTU GERBANG - Tugu kembar menjadi pertanda memasuki kawasan Kampung Gebang, Surabaya. Foto: surya/ahmad zaimul haq"]
[/caption]
Sedikit demi sedikit hamparan sawah dan tegalan yang berada di kawasan Kampung Gebang Putih, Kecamatan Sukolilo, habis. Hijau padi dan pepohonan kini sudah berubah menjadi pemukiman dan pertokoan yang padat.
Wiwit Purwanto
Surabaya
Kini untuk mencari lahan kosong dikawasan ini tidak akan ditemukan. Kalaupun ada lahan kosong itu pasti sudah direncanakan untuk dibangun pemukiman.
“Kalau mencari lahan kosong disini sudah tidak ada lagi,” ujar Sri Pangestuti (53) warga Gebang Kidul.
Menurutnya, sawah dan tegalan milik warga asli Gebang ini sudah laku, sebagian dari mereka membangun tempat kos dan tempat usaha, sebagian lagi memang dijual kepada pengembang.
Tak heran bila sekarang ini kawasan Kampung Gebang sangat padat dan ramai oleh kos-kosan.
Seiring dengan keberadaan kos-kosan yang hampir mayoritas dihuni mahasiswa ITS ini, warga setempat menyambutnya dengan membuka warung makanan dan minuman.
“Saya sudah hampir tujuh tahun jual nasi goreng, dan selalu habis,” kata Sarmo, penjual nasi goreng di sekitar pintu masuk Kampung Gebang.
Layaknya sebuah pasar malam, disekitar pintu masuk kampung Gebang ini jika malam sangat ramai. Penjual makanan dengan gerobak, warung milik warga setempat dan aneka mainan anak-anak digelar disini.
“Asal tidak hujan, kalau malam disini ramai sekali,” kata Sukamto, penjual rokok.
Bukan hanya penjual makanan dan minuman, tapi warga setempat juga banyak yang membuka jasa cuci pakaian (laundry). Hampir disetiap gang dikawasan Gebang ini ada jasa laundry. Penjual jasa laundry ini juga cukup ramai pelanggan.
“Jasa laundry disini ramai sekali, pelanggan tak pernah sepi,” kata Jalal warga lainnya.
Meski perkembangan dunia usaha sudah sangat ramai dikawasan Gebang, warga setempat masih memegang kuat nilai-nilai ajaran Islam. Sejumlah sekolah dasar Islam banyak bermunculan di Gebang.
“Sekolah madrasah banyak disini,” ujarnya.
Sebagai salah satu kampung lama di Surabaya, selain Gebang Putih, kawasan ini juga didukung sejumlah pedukuhan antara lain, Kejawan Gebang, Asempayung, Gebang Kidul dan Gebang Lor.
Dari pedukuhan yang ada warga asli Gebang setidaknya menghuni di empat RW, sementara tiga RW lainnya merupakan komplek perumahan.
Terkait asal usul Gebang sendiri hingga sekarang belum diketahui pasti, hanya saja satu pedukuhan yakni Asempayung, konon dikawasan ini karena terdapat pohon Asem yang bagian atasnya menyerupai payung.
“Jadi dulu disini (Asempayung) ada pohon Asem berukuran besar yang bagian atasnya seperti payung,” terang Jalal.
Pohon tersebut terdapat dibeberapa tempat, antara lain di sekitar jembatan yang menjadi batas wilayah Kelurahan Gebang dan Kelurahan Keputih.
Lalu ada lagi pohon Asem yang berada persis diatas makam Mbah Pono yang diyakini warga sebagai orang yang pertama kali membuka lahan di kawasan Kampung Asempayung.
Cerita mistis juga mengiringi perkembangan Kampung Asempayung.
Dulu, saat melintas di Jembatan Asempayung setiap pengendara sepeda wajib turun dan menuntun sepeda yag dikendarainya. Jika tidak pengendara sepeda itu akan celaka dan masuk kedalam sungai yang berada di pinggir jembatan.
“Benar atau tidak ceritanya memang seperti itu,” paparnya.
Data wilayah :

- Luas lahan : 132 Ha
- Jumlah Penduduk : 6932 jiwa
- Jumlah RT RW : 25 RT–7 RW
- Pendidikan warga : Mayoritas SMA
- Pekerjaan warga : wiraswasta, jual makanan minuman
- Potensi wilayah : Pemukiman, warung pracangan
Rekomendasi untuk Anda