Jadilah Kampung Gunung Anyar

Penulis: Cak Sur |
[caption id="attachment_153716" align="alignnone" width="630" caption="GUNUNG ANYAR - Dari sinilah sejarah lahirnya Kampung Gunung Anyar Surabaya yang nama kampungnya diambilkan dari gundukan tanah yang aktif menyemburkan lumpur di kampung itu, dan berusia ratusan tahun. Foto: surya/ahmad zaimul haq"][/caption] Mendengar nama Gunung Anyar, di benak pasti terbersit ada suatu gunung yang baru muncul. Di kawasan paling Timur Surabaya berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo memang ada sebuah gundukan tanah yang sampai saat ini aktif mengeluarkan lahar lumpur, warga setempat menamakan Gunung Anyar. Untuk menuju kampung Gunung Anyar tidaklah sulit. Dari arah pertigaan Rungkut langsung saja ambil kiri dan lurus saja ke Timur hingga menemukan sebuah gapura Kampung Gunung Anyar. Bagi warga setempat, Gunung Anyar bukan hal yang baru lagi keberedaannya bahkan kebih dulu ada sebelum warga kebanyakan bermukim di kawasan tersebut. “Sebelum kami ada Gunung Anyar, ini sudah puluhan tahun ada lebih dulu,” kata Jono warga setempat. Dari cerita warga Gunung Anyar yang turun temurun, konon bukit tandus dengan luas sekitar 1 Ha ini bermula dari sejumlah ulama daerah Demak Jawa Tengah yang hendak menyebarkan syiar agama Islam di kawasan ini. Tiga ulama yang yang disebut warga sebagai orang yang pertama kali datang dan membangun wilayah Gunung Anyar adalah Mbah Mahmud, Mbah Amir dan Mbah Tejang Kalong. “Yang dianggap paling sepuh adalah Mbah Mahmud,” ujarnya. Untuk menunjang syiar Islam mereka lantas berniat membangun masjid di kawasan Gunung Anyar Lor. Untuk menguruk tanah yang saat itu masih berupa rawa-rawa, mereka mengambil tanah urukan dari lokasi yang agak jauh dengan pembangunan masjid. Saat mengambil tanah itulah sebagian tanah ada yang tercecer hingga membentuk suatu gundukan tanah. Ketika urukan masjid sudah selesai gundukan tanah yang menumpuk itu makin kelihatan. Hingga sekarang gundukan tanah itu menjadi sebuah bukit yang disebut Gunung Anyar. Cerita versi lainnya, Mbah Mahmud yang mengambil tanah urukan untuk masjid itu tidak mengetahui jika di dekat masjid tersebut terdapat gundukan tanah yang sebenarnya juga bisa untuk menjadi tanah urukan. “Saat urukan tanah masjid itu selesai, Mbah Mahmud ini baru tahu jika ada gumuk (gundukan) tanah yang tidak jauh dari lokasi masjid,” paparnya. Karena melihat ada gumuk tanah itulah warga setempat menamai kampung tersebut dengan nama Gunung Anyar. Cerita lain yang ada di masyarakat, seperti diceritakan kepada Jono dari neneknya Almh Misria, keberadaan Gunung Anyar ini lebih dulu dari Gunung Semeru. “Gunung Anyar ini tidak bisa setinggi Gunung Semeru karena ada mbok rondo (janda tua) yang nggedukno wakul (memukulkan tempat nasi) ke tanah secara berulang-ulang,” terangnya. Karena itulah dari dulu hingga sekarang Gunung Anyar itu tidak dapat tinggi seperti halnya gunung aktif lainnya. Kondisi saat ini luberan lumpur yang menyembur ke permukaan dari Gunung Anyar itu berupa lumpur asin dan mengandung minyak. Semburan lumpur itu keluar seperti halnya bubble yang muncul di kawasan Lapindo Porong. Sejumlah titik hingga saat ini juga masih menyemburkan lumpur. Warnanya hitam pekat bahkan salah satu titik mengeluarkan cairan seperti minyak. Bukit lumpur yang berada di tengah perkampungan penduduk tersebut di sekelilingnya terdapat sebuah lapangan yang bisa digunakan bermain bola. Sementara sejumlah tumbuhan yang subur di Gunung Anyar berupa kaktus dan trembesi. Arah semburan dan melubernya lumpur Gunung Anyar ini juga memunculkan mitos di kalangan warga. Jika luberan lumpur banyak yang mengarah ke barat maka hal itu pertanda hasil panen tidak baik. Namun bila luberan lumpur itu banyak yang mengarah ke timur maka itu adalah pertanda hasil panen akan baik. Keberadaan Gunung Anyar kata Camat Gunung Anyar, Kanti Budiarti membawa berkah tersendiri. Setidaknya warga lainnya di luar Gunung Anyar ini tahu jika ada dikawasan tersebut masih ada pemukiman. Untuk kedepannya kata Kanti, pihaknya akan mengusulkan ke Pemkot Surabaya untuk dilakukan pembenahan lokasi Gunung Anyar ini. “Kalau mau dijadikan wisata alam itu lebih baik, di sekitarnya bisa dibuat taman dan jogging track atau lokasi olahraga yang dapat dimanfaatkan oleh warga,” katanya.
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved