Kilas Balik
Kunjungan Presiden Soeharto ke Belanda - Benny Moerdani Mengamuk, Rumah Duta Besar RI Diserbu RMS
Pada akhir Agustus tahun 1970, Presiden Soeharto berkunjung ke Belanda dan akan dijadwalkan menuju Istana Huis Ten Bosch, Den Haag. Simak kisahnya!
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Pada akhir Agustus tahun 1970, Presiden Soeharto berkunjung ke Belanda dan akan dijadwalkan menuju Istana Huis Ten Bosch, Den Haag, tempat keluarga Kerajaan Belanda menetap.
Kunjungan Pak Harto itu sebenarnya merupakan 'lawatan yang kaku' karena pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1970-an belum mengakui tanggal kemerdekaan RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Seperti dikutip dari Wikipedia, pengakuan ini baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Gedung Deplu.
Dilansir oleh Intisari dari buku 'Benny Moerdani Yang Belum Terungkap' ,Tempo, PT Gramedia, 2015
Kunjungan Soeharto saat itu tidak disukai oleh Kerajaan Belanda mengingat di era Perang Kemerdekaan, Soeharto sebenarnya merupakan musuh utama militer Belanda.
Aparat keamanan Belanda secara tidak langsung terpengaruh oleh sikap Kerajaan Belanda, dan hanya menyiapkan sistem pengamanan yang tidak maksimal sehingga bisa membahayakan keselamatan Soeharto.
Baca: Cara Farhat Abbas Memenangkan Jokowi-Maruf Amin dan Hadapi Serangan Fadli Zon
Baca: Kian Mesra, Titiek Soeharto Ajak Putranya Hadiri Pernikahan Keponakan Prabowo, Begini Suasananya
Baca: Penampilan Nyentrik Mandra Saat di Belanda, Benda di Lehernya Bikin Netizen Salah Fokus
Baca: Tajir Melintir, Begini Penampakan Rumah Mewah Rossa yang Ditaksir Senilai Rp 9 Miliar
Menurut Benny, kunjungan Presiden Soeharto itu memang berisiko tinggi karena di Belanda masih banyak anggota simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) yang bisa membahayakan keselamatan Soeharto.
Untuk memastikan keamanan Presiden Soeharto, Benny kemudian memeriksa rute yang akan dilalui menuju Istana Huis Ten Bosch.
Rute itu ternyata rawan oleh ancaman tembakan sniper dari jendela-jendela bangunan sepanjang jalan dan adanya perempatan lampu merah yang rawan oleh aksi penyergapan bersenjata.
Hasil inspeksi itu kemudian dirapatkan oleh Benny bersama para agen rahasia dan aparat keamanan Belanda.
Intinya Benny meminta agar jendela-jendela di bangunan sepanjang jalan yang dilewati Presiden Soeharto dijaga ketat, demikian pula persimpangan lampu merah yang akan dilintasi juga harus disterilkan, untuk mengantisipasi kalau ada serangan dari anggota simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS).
Tapi para agen rahasia dan aparat keamanan Belanda ternyata menolak permintaan Benny.
Karena merasa diabaikan, Benny pun mengamuk dan mebentak para aparat keamanan Belanda itu sambil menggebrak meja.
"Kami hanya punya satu Soeharto! Apakah Anda bisa menjamin keselamatannya...!?" bentak Benny dalam Bahasa Belanda
Sebagai agen rahasia (intelijen), Benny memang dikenal mahir berbahasa Jerman, Belanda, Inggris, China, dan Bahasa Korea.