Tak Mau Dibongkar Paksa, Warga Bantaran Rel KA Wadul Dewan
Puluhan warga yang tinggal di sepanjang jalur kereta api (KA) antara Pasar Turi-Kalimas, nglurug ke DPRD Surabaya, Senin (7/1/2013) siang.
Mereka wadul ke dewan terkait surat pemberitahuan dari PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) yang mewajibkan mereka angkat kaki dari lokasi yang sudah mereka tempati selama bertahun-tahun.
Perwakilan warga yang datang dengan mengendarai sepeda motor ini diterima anggota Komisi A, Tri Didik Adiono di ruangan Badan Legislasi (Banleg).
Ketua paguyuban warga di sepanjang jalur KA antara Stasiun Pasar Turi-Stasiun Kalimas, Sudarwo mengatakan, pihaknya hanya bisa mengelus dada ketika menerima surat pemberitahuan dari PT KAI tersebut pada 28 Desember.
Pasalnya, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, tahu-tahu warga yang sudah ber-KTP dan memiliki Kartu Keluarga (KK), diminta secepatnya membongkar bangunan yang mereka tinggali, selambat-lambatnya 15 hari terhitung terkirimnya surat. Nah, bila sampai batas waktu ditetapkan, warga belum melakukan pembongkaran sendiri, PT KAI akan melakukan pembongkaran paksa.
"Setelah baca surat ini, warga di pinggir rel yang sudah ber-KTP, KK sangat resah bercampur emosi, reaksi beragam," ujar Sudarwo kepada wartawan.
Dikatakan Sudarwo, selama puluhan tahun dirinya tinggal di sana, ini baru pertama kali mendapat selebaran semacam ini. Warga, jelas Sudarwo, sepakat untuk tetap bertahan. "Intinya kita menolak pembongkaran, apapun yang terjadi, kita siap. Apapun yang terjadi harus kita pertahankan," sambung dia.
Sementara Tri Didik Adiono, menyoroti pendekatan PT KAI yang menurutnya kasar. Dia menyebut warga yang terkena imbas, tidak diajak berkomunikasi semestinya. "Karenanya saya anggap surat ini selebaran gelap meskipun ada tanda tangan KaDaops 8 dan tembusan ke dewan. Saya tahu secara de jure warga memang salah tetapi PT KAI pendekatannya seharusnya juga tidak seperti ini," ujar Tri Didik.