Sekolah Paksa Siswi Tes Keperawanan

Seorang siswi kelas 8 SMPN 10 Kota Madiun dipaksa sekolah membuat surat keperawanan.

Penulis: Sudarmawan | Editor: Rudy Hartono
zoom-inlihat foto Sekolah Paksa Siswi Tes Keperawanan
sudarmawan
Ny Kasmini (55) mendampingi keponakannya, Asrina Hariyani, seusai melapor ke polisi.

SURYA Online - MADIUN - Asrina Hariyani siswa kelas 8-E SMP Negeri 10 Kota Madiun, sejak 2 hari terakhir tak berani masuk sekolah.

Ini menyusul pemaksaan yang diduga dilakukan guru Bimbingan Konseling (BK), Wahyu yang meminta siswinya membuat surat pernyataan tidak perawan dan memaksa korban untuk melaksanakan tes keperawanan dan meminta visum.

Kondisi itu membuat siswa anak pertama pasangan suami istri, Hari Sutrisno dan Sri Wahyuni warga JL Sukoyono, Kelurahan Josenan, Kecamatan Taman, Kota Madiun ini mogok sekolah, karena malu. 

Hal itu disebabkan guru BK menerima informasi sepihak, bahwa Asrina tengah hamil akibat hubungan di luar nikah dengan pacarnya. Akibat tuduhan itu, orangtua gadis hitam manis ini juga diminta datang ke sekolah yang kemudian diwakili tantenya, Kasmini.

Keluarga diminta sekolah untuk membukytikan keperawanan anaknya dengan memeriksakan ke dokter dan meminta visum. Kamis (31/5), sekitar pukul 19.00 WIB, dengan diantar tantenya, siswi SMP itu mendatangi dokter spesialis kandungan, dr Santi. Setelah diperiksa, Asrina dinyatakan tidak hamil. Namun dr Santi tidak berani mengeluarkan surat visum tentang keperawanan, karena itu bukan wewenangnya. 

Dengan berbekal surat pengantar dari dr Santi, Jumat (1/6/2012), Asrina diantar ibunya Sri Wahyuni dan tantenya, Kasmini, datang ke RSUP dr Sudono Madiun, untuk meminta visum. Tetapi oleh pihak rumah sakit ditolak dengan alasan permintaan visum harus ada surat pengantar dari Polsek setempat.

Karena ingin mendapatkan visum, ibu Asrina kemudian mendatangi Polsek Taman untuk meminta surat pengantar visum. Namun polisi menolak dengan alasan, permintaan pengantar visum hanya bisa diberikan atas adanya suatu kejadian tindak pidana. Untuk menyelesaikan masalah ini, dengan ditemani dua orang anggota Polsek Taman, orangtua Asrina mendatangi sekolah. Polisi menjelaskan kepada sekolah, jika masalah ini dimintakan visum, maka perkaranya akan melebar.

Orangtua Asrina, Hari Sutrisno mengatakan tidak terima putri sulungnya diperlakukan oknum guru dan sekolah seperti itu. Selain putrinya malu dan mentalnya jatuh hingga tidak mau sekolah, persoalan ini juga menyangkut nama baik dan harga diri Asrina serta keluarganya.

"Kalau misalnya membolos kemudian disuruh membuat surat pernyataan agar tidak mengulang, tidak masalah. Tapi ini anak saya dipaksa gurunya membuat surat pernyataan tidak perawana apa manusiawi. Kami jelas tidak terima. Memang saya keluarga miskin, tetapi masih punya harga diri," tegasnya.

Sementara, secara terpisah Kepala SMP Negeri 10 Kota Madiun, Nasir, maupun guru BK, Wahyu, ketika akan dikonfirmasi wartawan, tidak berada di tempat. Wartawan hanya ditemui Humas, Haryaningtyas. Namun tak ada komentar dari humas. Terkecuali hanya meminta untuk kasus ini langsung ditanyakan ke kepala sekolah besok, Sabtu (2/6) usai pengumuman kelulusan.

"Untuk masalah ini, kami masih no comment. Kalau besuk ditulis ada komentar saya, akan saya tuntut," katanya seraya mengancam sejumlah wartawan yang hendak konfirmasi. 
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved