Surabaya Hebat

Cara Buat Batik Ecoprint, Jejak Daun yang Disulap Jadi Karya Seni Bernilai dan Ramah Lingkungan

teknik batik ecoprint, seni menghias kain menggunakan dedaunan alami sebagai motif utama. Setiap kain dibuat dengan proses alami.

Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Pipit Maulidya
TRIBUNJATIM.COM/NUR IKA ANISA
TEKNIK ECOPRINT - Pembuatan ecoprint yang dilakukan oleh ISIK di Whyndam Hotel, Surabaya. 

SURYA.CO.ID - Tren mode ramah lingkungan kini semakin digemari, termasuk di kalangan ibu-ibu kreatif yang tergabung dalam Ikatan Ibu Semangat Indonesia Kuat (ISIK). Mereka mengembangkan teknik batik ecoprint, seni menghias kain menggunakan dedaunan alami sebagai motif utama.

Teknik ini tidak hanya menghasilkan kain bermotif indah, tetapi juga mengedepankan nilai keberlanjutan.

Setiap helai kain dibuat dengan proses alami, tanpa limbah berbahaya, dan menyimpan keunikan tersendiri karena tak ada dua motif yang benar-benar sama.

Menurut Wakil Ketua II ISIK, Suhesti Andrijani, proses pembuatan ecoprint membutuhkan ketelatenan, karena melalui beberapa tahap seperti pencucian kain menggunakan soda asam (scoring) agar kotoran di serat kain dapat luruh.

Lembaran kain kemudian dijemur dan saat kering. Setelah kain kering, treatment lanjutan adalah mordanting yaitu merendam air menggunakan campuran air, cuka, tawas sebagai persiapan menata daun.

“Jadi kalau bilang alamiah, ya prosesnya alamiah tapi ada metode pengunci warna, sehingga jejak daun bisa menempel,” ungkap Suhesti Andrijani, Senin (13/10/2025) saat ditemui di Hotel Whyndam, Surabaya.

“Mordanting untuk membuka pori kain supaya bisa menyerap warna daun, kalau tidak begitu, nanti jejak daun tidak tahan lama,” ujarnya.

Setelah kain kering, posisi kain agak mamel (sedikit basah) lalu ditempel daun-daun alam seperti daun jarak, daun jati, kenikir, keres, andaliman dan beberapa daun berwarna lain.
 
“Di Surabaya cukup banyak pilihan daun dan mudah ditemukan. Pucuk daun tabebuya juga bisa, semua daun diambil yang pucuk,” sebutnya.

Salah satu tahapan yakni membagi dua bagian kain untuk lipatan. Satu sisi diisi dedaunan rapat tapi tidak menumpuk.

Semakin bervariasi daun yang ditempelkan, menghasilkan pola beragam.

Beda daun, juga memberikan warna yang berbeda. Ada yang warna cokelat, hijau hingga keunguan.

Proses setelah ikat, selanjutnya adalah mengukus kain tersebut.

Proses pengukusan gulungan kain memerlukan waktu sekitar tiga jam, yang akan menghasilkan bentuk motif dedaunan.
Hasil ecoprint yang dibuat oleh ibu-ibu ini pun menunjukan kreativitas dan keunikan masing-masing.

Sebab, setiap kain yang diproduksi tidaklah sama dan beraneka ragam bentuk.

“Ecoprint sifatnya alam jadi memilih kain juga penting. Pilih kain misal katun, sutera, rayon, kain yang banyak mengandung kanvas dan denim. Sekarang juga ada ecoprint modern yang bisa ditaruh ke gelas,” ungkapnya.

Baca juga: Batik Surabaya Angkat Filosofi Kota Pahlawan di Ajang Internasional

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved