P-APBD Surabaya 2025 Disepakati Rp 12,34 Triliun, PKS Soroti Anggaran Rp 1,4 Triliun Untuk Irigasi

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menjelaskan bahwa penyesuaian anggaran diperlukan karena adanya penurunan dana transfer. 

surya/Bobby Constantine Koloway (Bobby)
PERUBAHAN ANGGARAN - Pemkot Surabaya bersama DPRD sepakat menetapkan Perubahan APBD 2025 sebesar Rp 12,34 triliun. Melalui Sidang Paripurna DPRD Surabaya yang dipimpin Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono, Jumat (29/8/2025), forum menginginkan pembangunan dilanjutkan. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Pemkot Surabaya bersama DPRD sepakat menetapkan Perubahan APBD (P-APBD) 2025 sebesar Rp 12,34 triliun.

Meski ada defisit dari APBD murni, eksekutif bersama legislatif juga setuju dengan rencana menambah sumber pendapatan melalui pinjaman.

Melalui Sidang Paripurna DPRD Surabaya yang dipimpin Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono, Jumat (29/8/2025), forum menginginkan pembangunan dilanjutkan.

Setelah melakukan pembahasan dimulai sejak 11 Agustus lalu, DPRD Surabaya menyetujui beberapa perubahan anggaran.

Dari sisi pendapatan, P-APBD menyepakati angka Rp 11,66 triliun atau menurun Rp 475 miliar dari APBD murni. Kemudian, belanja daerah juga mengalami penurunan sebesar Rp 40 miliar (Rp12,35 triliun menjadi Rp 12,31 triliun). 

Unutk menutup selisih penerimaan dan belanja, Pemkot Surabaya menambah sumber keuangan melalui penerimaan pembiayaan pada P-APBD sebesar Rp 686 miliar. 

Rinciannya, sebesar Rp 234 miliar berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebelumnya, dan Rp 452 miliar dari pinjaman daerah.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menjelaskan bahwa penyesuaian anggaran diperlukan karena adanya penurunan dana transfer

Di antaranya penurunan bagi hasil pada pajak kendaraan bermotor (PKB) imbas kebijakan Pemrov Jatim menurunkan tarif pajak dari Rp 1,5 persen menjadi 1,2 persen.

Pendapatan dari opsen pajak untuk Pemkot Surabaya pun turun sekitar Rp 600 miliar dari rencana. Karenanya pemkot memutuskan untuk melakukan pinjaman senilai Rp 452 miliar kepada perbankan.

Menurut Cak Eri, penurunan dana transfer tersebut juga dialami beberapa daerah. "Di Surabaya juga ada penurunan tetapi yang penting program yang untuk kepentingan masyarakat tetap akan berjalan sesuai rencana," kata Cak Eri.

Anggaran tersebut rencananya akan digunakan untuk sejumlah programm prioritas. Mayoritas, belanja daerah akan digunakan untuk operasional sebesar Rp 9,7 triliun, kemudian diikuti belanja modal (Rp 2,5 triliun), dan belanja tidak terduga (Rp 5,4 miliar).

Belanja operasional tersebut meliputi belanja pegawai (Rp 3,7 triliun), belanja barang dan jasa (Rp 5,6 triliun), belanja bunga (Rp 6,8 miliar), belanja subsidi (Rp 100 miliar), belanja hibah (Rp 338 miliar), dan belanja bantuan sosial (Rp 1,2 miliar).

Sedangkan belanja modal akan digunakan untuk berbagai infrastruktur dan peralatan. Di antaranya pembangunan jalan, jaringan dan irigasi sebesar Rp 1,4 triliun (berkurang Rp 41 miliar dari APBD murni).

Belanja modal gedung dan bangunan (Rp 476 miliar), hingga belanja modal tanah (Rp 309 miliar).

Menurut Cak Eri, beberapa program yang tetap mendapatkan prioritas adalah aspek pendidikan, kesehatan, dan perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu). 

"Pendidikan gratis, kesehatan gratis, rutilahu, kemiskinan, tetap kita lanjutkan," kata mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.

Seluruh Fraksi DPRD Surabaya menyepakati angka tersebut namun ada beberapa catatan dari sejumlah fraksi. Fraksi PKS misalnya, memberikan harapan agar program perbaikan rutilahu tidak dikurangi. 

"Menargetkan 2.179 unit perbaikan rumah hingga akhir 2025 (bertambah 110 unit), seluruhnya harus dilaksanakan," kata juru bicara Fraksi PKS, Faris Abidin.

Selain itu, Fraksi PKS yang diketuai Cahyo Siswo Utomo memberikan catatan terhadap besarnya anggaran pembangunan irigasi dan saluran.

PKS berharap pemkot tidak hanya mengandalkan pemasangan box culvert sebagai solusi banjir di kota Surabaya.

Namun juga menyiapkan strategi mencegah sedimentasi di seluruh box culvert. "Sehingga, tidak menjadi titik banjir baru karena endapan yang tinggi di seluruh box culvert di kota Surabaya," kata Faris.

Ia menambahkan, sampai hari ini pemkot belum mempunyai alat keruk untuk mengurangi sedimentasi sungai yang sekaligus berfungsi sebagai pengangkutan.

"Sehingga hanya memindahkan sedimen ke bagian lain dari sungai. Ini tentu perlu menjadi perhatian ke depan," tuturnya. *****

 

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved