Bangunan Ponpes di Sidoarjo Ambruk

Alasan Basarnas Tak Pakai Alat Berat untuk Selamatkan Santri Pondok Al Khoziny Buduran Sidoarjo

Basarnas menjelaskan alasan mereka tidak menggunakan alat berat dalam proses evakuasi korban runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran.

|
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Kolase TikTok @egaprasutiaa/Kompas.com
BASARNAS BUKA SUARA - Basarnas menjelaskan alasan mereka tidak menggunakan alat berat dalam proses evakuasi korban runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. 

SURYA.CO.ID - Basarnas menjelaskan alasan mereka tidak menggunakan alat berat dalam proses evakuasi korban runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo

Menurut Basarnas, penggunaan crane atau ekskavator justru berisiko memperparah kondisi korban yang masih terjebak di reruntuhan. 

Hingga kini, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) masih terus berupaya menyelamatkan para santri Pondok Al Khoziny Buduran, yang masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan. 

Baca juga: Sejarah Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo, Bangunan Ambruk saat Santri Jamaah Salat Ashar

Pola Runtuhan Pancake 

Dalam penjelasan salah satu anggota Basarnas melalui akun TikTok @egaprasutia, bangunan pesantren itu mengalami pola keruntuhan pancake. 

“Bangunan pesantren ini mengalami pola keruntuhan pancake, di mana material satu menimpa material lain dan memiliki stabilitas yang sangat rendah. Karena itu dibutuhkan shoring atau penopang untuk menstabilkan material sebelum evakuasi,” jelasnya. 

Ia menambahkan, penggunaan alat berat bisa memicu keruntuhan susulan. 

“Jika material langsung dipindahkan, dikhawatirkan memicu keruntuhan lanjutan yang memperparah kondisi korban. Evakuasi dilakukan dengan sistem bergantian menggunakan peralatan khusus, dengan penuh pertimbangan keselamatan korban maupun petugas,” lanjutnya. 

Hal senada diungkap Kepala Basarnas, Marsekal Madya Mohammad Syafii. 

Basarnas menegaskan tidak ada alat berat yang boleh diturunkan dalam tahap awal pencarian. 

“Untuk menyelamatkan korban dalam kondisi selamat, penggunaan alat berat belum dimungkinkan lantaran potensi getaran yang dapat mengubah struktur bangunan,” ujarnya, Selasa (30/9/2025). 

Syafii menyadari, keputusan ini tidak mudah. Di tengah tekanan waktu dan harapan keluarga, crane atau ekskavator tampak sebagai cara tercepat. 

Namun, kata dia, Basarnas memilih cara yang lebih rumit, yakni menyusuri celah sempit, memindahkan beton dengan tangan, dan mengangkat reruntuhan secara hati-hati. 

“Prinsip kami, sekecil apa pun peluang menemukan korban selamat, harus diutamakan,” tegasnya. 

Hingga kini, tim gabungan Basarnas, TNI, Polri, dan relawan terus berupaya melakukan evakuasi. 

Mereka bekerja dalam kondisi minim cahaya dan ruang gerak, dengan tubuh penuh debu dan keringat. 

Meski begitu, semangat mereka tidak padam. 

Tekadnya sama, yakni membawa pulang korban, baik dalam kondisi selamat maupun tidak, kepada keluarga yang menunggu dengan harap cemas. 

Syafii menegaskan, operasi penyelamatan bukan hanya persoalan teknis. 

“Selama ada harapan, sekecil apa pun, kami akan terus berusaha,” ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved