Berita Viral

Dedi Mulyadi Skakmat Warga yang Protes Tambang Parung Panjang Ditutup: Ada 195 Orang Meninggal

Dedi Mulyadi akhirnya mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara aktivitas tambang di kawasan Parung Panjang.

Kompas.com
TAMBANG DITUTUP - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang Skakmat Warga yang Protes Tambang Parung Panjang Ditutup: Ada 195 Orang Meninggal. 

SURYA.co.id - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akhirnya mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara aktivitas tambang di kawasan Parung Panjang.

Kebijakan ini memang menimbulkan perdebatan, namun Dedi menegaskan keputusan tersebut lahir dari pertimbangan kemanusiaan.

"Saya paham para penambang kehilangan pendapatan, para pengusaha angkutan kehilangan pemasukan, sopir-sopir truk kehilangan pekerjaan.

Namun, Anda juga harus paham, dari 2019 sampai 2024, ada 195 orang meninggal di jalan karena terlindas, tersenggol, atau bertabrakan dengan truk. Ada 140 luka berat. Pertanyaannya, ke mana Anda semua ketika banyak anak kehilangan bapaknya?" tegas Dedi dalam pernyataan videonya kepada, Senin (29/9/2025), melansir dari Kompas.com.

Protes Warga dan Aliansi Masyarakat

Langkah Gubernur Jabar itu memicu penolakan dari sekelompok warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat.

Mereka menilai penutupan tambang di Parung Panjang, Cigudeg, dan Rumpin justru mematikan sumber penghasilan sopir, karyawan, hingga pelaku UMKM yang menggantungkan hidup dari sektor tersebut.

Namun, Dedi tetap pada pendiriannya. Menurutnya, dampak buruk tambang dan hilir mudiknya truk setiap hari jauh lebih besar dibandingkan keuntungan ekonomi sesaat.

Derita Warga Sekitar Tambang

Dalam video yang sama, Dedi menyinggung penderitaan masyarakat akibat aktivitas tambang.

"Ada tangis pilu saat mereka jatuh di jalanan terlindas truk-truk besar. Berapa derita masyarakat? Berapa angka depresi yang lahir dari jalanan yang setiap hari bergumul dengan maut dan debu? Berapa hancurnya ekosistem di sekitar Parung Panjang?" ucapnya penuh emosi.

Dedi juga menyoroti kerugian yang dialami pemerintah akibat kerusakan jalan. Infrastruktur yang baru dibangun dengan anggaran besar, hanya dalam hitungan hari sudah rusak akibat truk tambang.

"Saat jalan baru dibangun Pemprov, baru beberapa hari langsung dilindas. Berapa puluh miliar kerugian kami jika itu dibiarkan? Siapa yang menikmati? Hanya penambang. Siapa yang rugi? Rakyat dan negara," ujarnya tegas.

Meski begitu, Dedi menegaskan dirinya tidak menutup mata terhadap kebutuhan sektor pertambangan.

Ia hanya menginginkan pola pembangunan yang adil, tidak menekan rakyat kecil, dan tetap menjaga keselamatan.

Di akhir pernyataannya, Dedi meminta semua pihak membuka ruang dialog.

"Mohon maaf bila kebijakan saya mengecewakan. Tetapi, sebagai gubernur, saya harus mengambil keputusan pahit demi kehidupan yang lebih baik," katanya.

Ia pun mengajak publik untuk memikirkan masa depan bersama.

"Bayangkan, andai truk lewat depan rumah Anda setiap hari. Apakah Anda rela? Indonesia, Jawa Barat, bukan milik kita, tetapi milik generasi yang akan datang," tuturnya.

Melihat polemik tambang Parung Panjang, saya merasa keputusan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, adalah cermin dari dilema besar yang kerap terjadi di daerah kaya sumber daya: benturan antara kepentingan ekonomi dan keselamatan manusia. Di satu sisi, ribuan keluarga memang bergantung pada roda tambang untuk bertahan hidup. Namun di sisi lain, ratusan nyawa melayang sia-sia di jalanan yang dipenuhi truk tambang setiap hari.

Kebijakan penutupan sementara memang tidak populer, tetapi jika kita tarik garis panjang, tujuan akhirnya adalah menyelamatkan generasi mendatang. Infrastruktur tidak rusak percuma, masyarakat tidak lagi hidup dengan ketakutan, dan lingkungan bisa sedikit bernapas.

Saya percaya, inti masalah ini bukan sekadar soal tambang ditutup atau dibuka. Yang paling mendesak adalah hadirnya solusi komprehensif: pengaturan lalu lintas yang lebih aman, pengawasan perusahaan tambang yang ketat, serta skema pemberdayaan ekonomi alternatif bagi warga yang terdampak.

Jika semua pihak mau duduk bersama, keputusan pahit hari ini bisa menjadi pintu menuju masa depan yang lebih manusiawi. Karena seperti kata Dedi, “Indonesia, Jawa Barat, bukan milik kita, tetapi milik generasi yang akan datang.”

Bencana Longsor di Gunung Kuda

Sebelumnya, Dedi Mulyadi langsung gerak cepat mengatasi insiden tanah longsor di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.

Dedi Mulyadi langsung mencabut izin tambang galian C yang diduga jadi biang kerok.

Dedi mengatakan tambang yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah itu, sudah beberapa kali mendapat peringatan dari Pemprov Jabar terkait risiko keselamatan kerja.

“Dinas ESDM Jabar sudah beberapa kali memberikan surat peringatan tentang bahaya pengelolaan tambang ini,” katanya di Cirebon, Sabtu, melansir dari ANTARA.

Ia menegaskan pencabutan izin dilakukan, sebagai sanksi administratif karena pengelola tambang dinilai tidak memiliki standar keamanan kerja yang memadai.

Selain tambang Al-Azhariyah, kata dia, Pemprov Jabar juga menghentikan operasional dua tambang lain di sekitar lokasi yang dikelola yayasan.

“Tiga-tiganya sudah kami tutup tadi malam,” ujar Dedi.

Dedi mengatakan kalau izin tambang di kawasan Gunung Kuda, diterbitkan pada 2020 dan akan habis pada Oktober 2025.

Namun, karena izin diterbitkan sebelum ia menjabat gubernur, maka pihaknya tidak bisa membatalkan izin secara langsung.

Ia menyebutkan Pemprov Jabar juga sedang menjalankan moratorium perizinan tambang, sebagai langkah evaluasi terhadap seluruh aktivitas pertambangan di wilayahnya.

Dedi menuturkan, penertiban tambang ilegal pun sudah dilakukan di berbagai daerah di Jabar seperti Karawang, Subang, dan tambang emas milik pengusaha asing asal Korea Selatan.

“Seminggu lalu, kami juga menutup tambang di Tasikmalaya, dan sekarang sedang memproses kasus pidana tambang ilegal di sana,” katanya.

Menurutnya, langkah tegas ini diambil demi mencegah kerusakan lingkungan sekaligus melindungi keselamatan pekerja tambang.

Ia memastikan, Pemprov Jabar akan terus konsisten menindak tambang yang berpotensi merusak lingkungan dan membahayakan keselamatan masyarakat.

“Kapolda juga relatif tegas (soal proses hukum), jadi sudah banyak langkah yang kita lakukan bersama-sama,” ucap dia.

Diketahui, Tragedi longsor maut di tambang galian C Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat menyisakan duka mendalam. 

Sedikitnya 11 orang dilaporkan tewas setelah tertimbun material tanah dan bebatuan di lokasi tambang di Cirebon pada Jumat (30/5/2025). 

Yang mengejutkan, tambang di Cirebon tersebut rupanya sudah pernah disidak oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi jauh sebelum insiden terjadi. 

Melalui akun media sosialnya, Dedi Mulyadi menceritakan bahwa ia pernah datang langsung ke lokasi tersebut. 

"Beberapa waktu lalu sebelum saya menjadi gubernur, saya pernah datang ke galian C Dukuhpuntang, Kabupaten Cirebon," kata Dedi Mulyadi, Jumat (30/5/2025). 

Dedi Mulyadi mengaku sudah lama mengeluhkan kondisi tambang yang dianggap membahayakan keselamatan para pekerja. 

"Saya melihat penambangan galian C itu sangat berbahaya, tidak memenuhi unsur standarisasi keamanan bagi para pegawainya," sambungnya.

Namun saat itu, Dedi Mulyadi tak bisa bertindak lebih jauh. 

"Karena sudah berizin dan izinnya berlangsung sampai bulan Oktober 2025 dan waktu itu saya tidak punya kapasitas apa pun untuk menghentikan, maka penambangan tersebut terus berlangsung," ungkapnya. 

Tragedi akhirnya terjadi. Longsor besar menimpa para pekerja yang sedang mencari nafkah di tengah risiko. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved