Berita Viral

Makna Di Balik Prabowo Lantik Djamari Chaniago Jadi Menko Polkam, Peneliti: Tak Utamakan Dendam

Terungkap makna di balik Presiden Prabowo Subianto lantik Djamari Chaniago menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

Sekretariat Presiden
PELANTIKAN DJAMARI CHANIAGO - residen Prabowo Subianto menganugerahkan pangkat istimewa Jenderal TNI Kehormatan kepada Djamari Chaniago, Menko Polkam di Ruang Kredensial, Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025). 

SURYA.co.id - Terungkap makna di balik Presiden Prabowo Subianto lantik Djamari Chaniago menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

Keputusan Prabowo ini dinilai menunjukkan bahwa ia bukan orang yang pendendam.

Hal ini diungkapkan oleh Peneliti Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Edna Caroline Pattisina.

Edna menilai bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto mengangkat Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) menjadi sinyal kuat bahwa Prabowo tidak menyimpan dendam pribadi.

Hal ini menarik, sebab Djamari pernah menjadi sekretaris Dewan Kehormatan Perwira yang merekomendasikan pemberhentian Prabowo dari militer pada tahun 1998.

"Presiden Prabowo tetap berusaha untuk tidak mengutamakan dendam, tetapi masih merujuk pada pengalaman dan hubungan personalnya di masa lalu," ujar Edna, Rabu (17/9/2025), melansir dari Kompas.com.

Edna menjelaskan, hubungan antara Prabowo dan Djamari sudah terjalin jauh sebelum peristiwa 1998. Keduanya pernah berinteraksi sejak masa pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri).

Prabowo yang awalnya masuk Akabri pada 1973, sempat tinggal kelas sehingga akhirnya bergabung dengan angkatan 1974, yang juga seangkatan dengan Sjafrie Sjamsoeddin.

“Djamari yang merupakan letting 1971 adalah 'pengasuh' letting 1974, yang berarti ia memiliki kedekatan personal dengan Prabowo dan Sjafrie. Djamari bahkan pernah menjadi komandan Prabowo saat mereka sama-sama di Akabri," jelas Edna.

Menurut Edna, hubungan keduanya semakin terlihat harmonis ketika Djamari bergabung ke Partai Gerindra, partai politik yang dipimpin oleh Prabowo. Selain itu, Djamari juga memiliki pengalaman di arena politik sebagai anggota MPR periode 1997–1998, walau setelah itu lebih fokus menekuni dunia bisnis.

Baca juga: Sosok Djamari Chaniago, Purnawirawan TNI Angkatan Darat yang Dilantik Menjadi Menko Polkam yang Baru

Edna mengingatkan bahwa lingkaran politik dan keamanan (polkam) saat ini masih didominasi oleh tokoh-tokoh lama, termasuk mereka yang berlatar belakang militer.

“Merujuk pada circle polkam di mana Prabowo, Djamari, dan Sjafrie merupakan teman-teman lama, bisa diduga tidak ada suara yang berbeda dalam membuat kebijakan-kebijakan terkait Polkam.

Tidak saja ketiganya berasal dari kalangan militer, tetapi juga berasal dari angkatan 70-an yang kurang lebih punya mindset dan budaya dari masa itu," ujarnya.

Lebih jauh, Edna menilai penunjukan Djamari menegaskan kembali pentingnya faktor senioritas dalam tradisi militer. Sebagai Menko Polkam, Djamari tidak hanya bertugas mengoordinasikan kementerian dan lembaga sipil, tetapi juga harus mengomandoi TNI, Polri, serta Kementerian Pertahanan.

"Dengan pemberian jabatan Jenderal Kehormatan, Djamari jadi memiliki otoritas sebagai Menteri Koordinator yang di antaranya akan mengoordinasi TNI, Polri, dan Kementerian Pertahanan, selain adanya Wamenhan dan Ses Menko Polhukam yang semuanya dijabat oleh purnawirawan bintang tiga TNI AD," kata Edna menambahkan.

Letnan Jenderal TNI (Purn) Djamari Chaniago resmi dilantik menjadi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik dan Keamanan (Polkam) yang baru.

Djamari Chaniago dilantik sebagai Menko Pulkam yang baru di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025) menggantikan Budi Gunawan.

Adapun pelantikan ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 96P Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri dan Wakil Menteri Negara Tahun 2024-2029 yang dibacakan oleh Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Nanik Purwanti.

Profil Djamari Chaniago

Djamari Chaniago lahir di Padang, Sumatera Barat, pada 8 April 1949.

Ia meniti karier di TNI Angkatan Darat sejak lulus dari Akademi Militer (AKABRI) pada 1971.

Setelah itu, mengabdi lebih dari tiga dekade di kesatuan Infanteri, khususnya Baret Hijau Kostrad.

Djamari Chaniago pernah menduduki berbagai posisi strategis.

Mulai dari Komandan Yonif Linud 330/Tri Dharma, Komandan Kodim 0501 Jakarta Pusat, hingga Panglima Kodam III/Siliwangi dan Panglima Kostrad.

Ia juga sempat menjabat Wakil Kepala Staf TNI AD dan Kepala Staf Umum TNI sebelum pensiun pada 2004.

Di masa transisi politik Indonesia, Djamari pernah menjadi anggota MPR RI dari Fraksi Utusan Daerah Jawa Barat (1997–1998) dan Fraksi ABRI (1998–1999).

Setelah pensiun dari militer, Djamari tetap aktif di dunia sipil.

Ia pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Semen Padang dan terlibat dalam berbagai kegiatan sosial.

Djamari juga memimpin komunitas motor besar (moge) di Sumatera Barat.

Sebagai pengakuan atas pengabdiannya, Djamari menerima berbagai penghargaan, antara lain Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma, Bintang Kartika Eka Paksi, serta medali dari PBB dan Malaysia.

Penunjukan Djamari Chaniago sebagai Menko Polkam oleh Presiden Prabowo Subianto tidak hanya merefleksikan dinamika politik tingkat tinggi, tetapi juga menyimpan pesan simbolis bagi publik. Dari sudut pandang saya, langkah ini memperlihatkan bahwa politik Indonesia masih kerap bergerak di jalur relasi personal dan jaringan lama, bukan semata pertimbangan teknokratis.

Di satu sisi, keputusan tersebut bisa dimaknai sebagai wujud kedewasaan politik Prabowo—seorang yang pernah “dijatuhkan” justru memberi kepercayaan pada sosok yang pernah berada di balik proses itu. Hal ini menunjukkan semacam rekonsiliasi personal sekaligus sinyal bahwa dendam tidak selalu menjadi dasar pengambilan keputusan di level elit.

Namun, di sisi lain, dominasi lingkaran lama dengan latar belakang militer menimbulkan pertanyaan: sejauh mana keberagaman perspektif akan hadir dalam kebijakan politik dan keamanan ke depan? Apakah inklusi aktor baru dengan pandangan segar akan mendapat ruang, ataukah roda kekuasaan akan terus berputar di tangan kelompok yang sama?

Bagi saya, inilah tantangan terbesar Menko Polkam baru: bukan sekadar menjaga harmoni dalam lingkaran lama, melainkan juga membuka jalan bagi lahirnya kebijakan yang lebih adaptif terhadap perubahan zaman dan kompleksitas ancaman keamanan kontemporer.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved