Sosok Asbani Asal Kepanjenkidul Blitar yang 20 Tahun Tekuni Kerajinan Payung Kertas

Selama 20 tahun, Asbani telah menghadapi beragam tantangan untuk mempertahankan usaha yang menjadi sumber ekonomi keluarga

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id/Samsul Hadi
KERAJINAN PAYUNG - Asbani (70), sedang memproduksi kerajinan payung kertas di teras rumahnya, Kelurahan Bendo, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, Selasa (16/9/2025). 

SURYA.CO.ID, BLITAR - Sosok Asbani (70), warga Kelurahan Bendo, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, menekuni usaha kerajinan tangan payung berbahan kertas.

Selama 20 tahun, Asbani telah menghadapi beragam tantangan untuk mempertahankan usaha yang menjadi sumber ekonomi keluarga.

Saat ditemui di rumahnya, Asbani tengah merangkai belahan bambu untuk rangka kerajinan payung di teras, Selasa (16/9/2025). 

Baca juga: Toko Kelontong di Desa Bakung Kab Blitar Dibobol Maling, 8 Tabung LPG 3 Kg dan 10 Slop Rokok Amblas

Bambu yang sudah dibelah kecil-kecil dirangkai menggunakan benang untuk menjadi bagian atap payung. 

Belahan bambu yang selesai dirangkai itu kemudian dikaitkan pada salah satu ujung kayu yang sudah dibentuk bulat panjang yang berfungsi sebagai gagang payung. 

Terakhir, Asbani tampak memasang atap payung menggunakan bahan kertas. Ia menempelkan kertas pada rangka atap payung menggunakan lem. 

Meski usianya sudah lebih setengah abad, Asbani masih terlihat lincah mengerjakan kerajinan payung. 

Baca juga: Lokasi Camping di Gandusari Blitar, Ada Hutan Pinus Loji Hingga Lembah Jamburono

Dalam sekejap, kerajinan payung berbahan kertas milik Asbani sudah jadi. 

"Kertas untuk bagian atap payung ini saya pakai dari kertas bahan untuk membungkus kendang. Saya tidak tahu namanya apa," kata Asbani. 

Asbani bercerita, mulai menekuni usaha kerajinan payung berbahan kertas sejak tahun 1990-an.

Ia belajar membuat kerajinan payung secara otodidak. Awalnya, ia memiliki pelanggan tetap dari wilayah Kabupaten Sidoarjo. 

"Dulu, pelanggan saya di wilayah Sidoarjo. Sebulan bisa kirim 3.000 payung ke sana (Sidoarjo)," ujarnya. 

Kala itu, Asbani sempat kewalahan memproduksi payung. Ia mengajak beberapa tetangga ikut memproduksi payung agar stok untuk pelanggan aman. 

Namun, belakangan, pelanggan tetap di Sidoarjo tiba-tiba berhenti mengambil payung dari Asbani. 

Baca juga: Manfaat MBG di Kota Blitar Baru Menyasar 10.233 Siswa, Target Sasaran 56.000 Orang

Menurut Asbani, pelanggan dari Sidoarjo berhenti mengambil payung karena telah memproduksi sendiri dengan menjiplak produk payung miliknya. 

"Mereka produksi sendiri dengan meniru produk milik saya. Mungkin, kalau tetap ambil dari saya, sekarang saya sudah jadi pengepul besar kerajinan payung," kata Asbani sambil tertawa. 

Sejak pelanggan dari Sidoarjo berhenti memesan, produksi payung di tempat Asbani terus turun dan akhirnya tutup total. 

Asbani bekerja seadanya untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.

Ia berternak jangkrik serta memelihara kambing dan sapi untuk menyambung hidup keluarga. 

Asbani mengatakan, sebelum tutup total, usaha kerajinan payung miliknya sudah berjalan hampir 15 tahun.

Usaha kerajinan payung miliknya berhenti produksi hampir 10 tahunan. 

Ia mulai memproduksi lagi kerajinan payung sekitar empat tahunan ini atau ketika terjadi pandemi Covid-19. 

"Sekitar empat tahunan ini, saya mulai produksi lagi. Tiap bulan selalu ada pesanan meski tidak sebanyak dulu," ujarnya.

Sejak produksi lagi, Asbani mulai mencari pelanggan baru kerajinan payung miliknya.

Secara perlahan, pesanan kerajinan payung mulai datang.

Pelanggannya dari Tulungagung, Kediri, Surabaya, dan lokal Blitar. Tiap bulan, Asbani rata-rata bisa menjual 350 biji payung ke pelanggan.

Harga jual kerajinan payung milik Asbani, yaitu, Rp 10.000 per biji. Kerajinan payung milik Asbani ada yang polos warna putih, ada juga yang berwarna. 

"Biasanya, yang pesan guru untuk tugas mewarna siswa di sekolah. Ada juga yang pesan untuk payung makam dan lain-lain," katanya. 

Sekarang, Asbani mengerjakan sendiri kerajinan payung, mulai penyiapan bahan sampai produksi. 

Untuk bahan, sebagian ia memanfaatkan limbah kayu dari perajin yang harganya lebih murah.

"Semua saya kerjakan sendiri, kadang masih saya sambi cari pakan kambing dan sapi," katanya. 

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved