SURYA Kampus

Kisah Pilu Dea Anak Nelayan di Bali Diterima di ITB saat Rumahnya yang Penuh Piala Mau Digusur

Penulis: Arum Puspita
Editor: Musahadah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BERPRESTASI - Dea, gadis Bali yang diterima kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB)

SURYA.CO.ID - Seorang gadis asal Bali, Dea bahagia bisa mendapat kesempatan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). 

Namun, di balik kebahagiaan itu, Dea juga menyimpan kisah memilukan. 

Rumah Dea dan orang tuanya terancam digusur. 

Kisah tersebut diceritakan konten kreator sekaligus dosen Teknik Metalurgi, Insitut Teknologi Bandung (ITB), Imam Santoso, melalui unggahan Instagram.

Ketika berkunjung ke rumah Dea, Imam Santoso terkejut melihat kondisi rumahnya yang berada di pesisir pantai Bali. 

"Dari rumah yang mau digusur di pesisir antai Bali, ada Dea anak nelayan juara debat nasional piala MK dan keterima FTI, ITB," tulis Imam.

Dalam tayangan video yang dibagikan, Dea menangis terharu saat didatangi langsung tim ITB dan Paragon Corp.

Keluarga Dea menyambut hangat dengan mempersilakan tim melihat kondisi rumah mereka.

Sementara gadis Bali itu pun tampak masih tak percaya jika dirinya bisa berkuliah di ITB.

Padahal, Dea sendiri memiliki segudang prestasi.

Bahkan, tim ITB dan Paragon Corp mendapati fakta mengejutkan saat melihat tumpukan piagam penghargaan yang milik Dea.

"Piagam satu lantai tidak muat. Benar-benar Mutiara dari Bali," tulis Imam Santoso.

Tak ayal, setumpukan prestasi Dea tersebut dapat mengundang kedatangan tim ITB dan Paragon Corp tersebut untuk memberikan beasiswa pendidikan kepada Dea selama kuliah di ITB.

Dea siswi lulusan SMAN 1 Singaraja, Bali tersebut merupakan siswi berprestasi.

Jajaran piala hingga setumpukan Piagam Penghargaan di rumah Dwa berhasil membuat tim dan Imam Santoso melongo kagum.

Satu di antara jajaran piala tersebut adalah piala dari Mahkamah Konstitusi (MK) saat Dea Juara Debat Nasional.

Diketahui, Dea diterima di Fakultas Teknologi Industri (FTI).

Di tengah keterbatasan ekonomi, Dea menceritakan motivasinya untuk berjuang meraih pendidikan tinggi tak leas dari kondisi keluarganya.

Selain itu, Dea juga termotivasi berkuliah di TB dari sosok senior di SMA-nya.

Sosok senior Dea itu adalah Nyoman Adi Arsana, ITB angkatan 1999.

Dea mengatakan, Nyoman Adi kerap memberikan motivasi dan kiat-kiat agar masuk ITB.

Hal tersebut memompa semangat Dea untuk meraih cita-citanya.

Selain itu, Dea juga termotivasi karena melihat orang tuanya yang bertaruh nyawa di laut.

Dalam lubuk hati yang terdalam, Dea selalu mengkhawatirkan kondisi ayahnya ketika melaut.

Dengan kondisi itu, Dea berpikir bahwa pendidikan menjadi harapan dan pembuka jalan dirinya untuk mengubah nasib keluarganya.

Kisah Lain : Avan, Anak Penjual Es

Baca juga: Rekam Jejak Soenarko, Eks Danjen Kopassus yang Minta Prabowo Turun Tangan Usut Kasus Ijazah Jokowi

Sebelumnya, seorang anak penjual es keliling di Ponorogo, Jawa Timur, juga berhasil diterima di ITB.

Ia adalah Avan Ferdiansyah Hilmi.

SURYA.CO.ID berkesempatan mengunjungi kediaman Avan di Jalan Bali, Kelurahan Mangkujayan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Avan, yang saat itu mengenakan kaus dan celana pendek, memberikan sambutan hangat.

Ia tengah membantu ibunya menurunkan dagangan. 

Avan bukan hanya membantu orang tuanya berjualan, tetapi juga mengelola warung kecil di rumahnya.

“Setiap hari begini kalau lagi longgar. Selagi belum berangkat ke Bandung, saya bantu ibu dan bapak,” ucapnya, Selasa (8/7/2025).

Rumah Avan berukuran 6x10 meter.

Meski mungil, ruangan itu dipenuhi dengan piala-piala dari berbagai perlombaan, hingga banyak orang menjulukinya sebagai “toko piala”. 

Ruang tamu, ruang makan, hingga warung kecil digabung dalam satu ruang yang sederhana, tetapi penuh semangat juang.

Lulusan SMAN 1 Ponorogo atau yang akrab disebut SMAZA, menyebut ITB sebagai kampus impiannya.

“Awalnya hanya mimpi. Saya sempat pesimis, apalagi urusan biaya. Belum lagi, bertahun-tahun tak ada siswa SMAZA yang keterima ITB,” kisahnya kepada SURYA.CO.ID.

Namun, keyakinan datang dari guru Bimbingan Konseling (BK)-nya yang terus memotivasinya agar tetap optimis.

Bakat Avan dalam bidang akademik sudah terlihat sejak dini.

Hobi Membaca

Baca juga: Akhirnya Motif Penjaga Kos Mondar-mandir Sebelum Arya Daru Ditemukan Tewas Terlilit Lakban Terungkap

Bahkan sebelum masuk sekolah dasar, ia sudah belajar membaca dan berhitung sendiri hanya dengan melihat poster abjad dan angka.

Buku-buku seri Why menjadi favoritnya, meski harganya tergolong mahal untuk keluarga mereka.

“Satu buku harganya bisa Rp 100.000. Karena suka membaca mau tidak mau kita belikan,” ujar Ibunya, Umi Latifah, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Awal Ikut Lomba

Prestasi pertamanya diraih saat mengikuti lomba penalaran Matematika di sebuah mal. Saat itu, ia masih duduk di bangku kelas 2 SD di SDN Mangkujayan 1. 

“Ikut lomba sejak sebelum masuk SD di salah satu mal di Madiun."

"Dan dia langsung jadi juara. Sejak saat itu kadang sebulan 2 kali dia ikut lomba dan pasti membawa pulang piala maupun trofi juara,” ujar sang ibu, Umi Latifah.

Kemenangan itu yang kemudian membawanya kerap mengikuti berbagai lomba tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional.

Makin Aktif Ikut Lomba dan Tekun Belajar

DITERIMA ITB - Avan Ferdiansyah Hilmi, anak penjual es keliling asal Ponorogo diterima ITB di rumahnya, Jalan Bali, Kelurahan Mangkujayan, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo, Jatim, Selasa (8/7/2025) saat menunjukkan piala yang didapatkannya selama sekolah. (Pramita Kusumaningrum/TribunJatim.com)

Avan pun semakin giat belajar dan aktif mengikuti berbagai lomba.

Saat SMA, Avan fokus mengejar lomba O2SN demi bisa mendapatkan beasiswa ke ITB, kampus impiannya.

Meski sempat gagal membawa pulang trofi saat final lomba ilmu bumi di ITB, dukungan pembinanya membuat Avan kembali bangkit.

“Kelas 1 SMA ikut O2SN tapi hanya sampai di tingkat provinsi."

"Kemudian belajar keras untuk mengejar O2SN di kelas 2 karena ini kesempatan terakhir untuk mengikuti lomba."

"Kalau ikutnya kelas 12, finalnya itu kelas 13. Alhamdulillah terpilih untuk final,” cerita Eko.

Ketika masa persiapan ujian tiba, Avan belajar sepulang sekolah hingga larut malam, bahkan sampai pukul 12 malam.

“Tentu saja saya juga tidak lupa beribadah. Itu jadi kekuatan saya juga,” tambah pemuda kelahiran tahun 2006 ini.

Usaha Tak Khianati Hasil

Dalam kesehariannya, Avan tetap disiplin belajar meski tak seintensif saat menghadapi lomba.

Ia rutin melakukan review pelajaran di siang hari dan kembali belajar di malam hari, namun secukupnya.

Akhirnya, usaha tak pernah mengkhianati hasil.

Avan diterima di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB melalui jalur SNBP, membuat bangga orang tuanya yang sehari-hari berjualan es keliling.

Umi Latifah, mengaku sangat bersyukur atas pencapaian putranya.

“Saya cuma orang kecil, mbak. Tapi anak saya keterima di ITB rasanya campur aduk. Alhamdulillah banget,” ucapnya penuh haru

Berjuang dari Keluarga Sederhana

Orang tua Avan, Umi Latifah dan Eko Yudianto, menghidupi keluarga dari usaha kecil.

Umi berjualan minuman dingin di alun-alun, sementara Eko berjualan es kocok keliling.

Meski penghasilan tak seberapa, mereka selalu mendukung Avan mengikuti lomba-lomba hingga ke luar kota.

“Kadang di sekitar Madiun, kadang sampai di Kediri. Kalau yang ngantar pasti bapaknya, kalau jauh, saya tetap jualan. Kalau bapaknya kan jualan keliling di wilayah pinggiran kota jadi ya libur nggak jualan,” kata Umi.

Sayangnya, meski sudah mengoleksi lebih dari 100 piala termasuk tingkat nasional seperti OSN, Avan tak pernah menerima beasiswa dari pemerintah daerah.

“Biasanya untuk meringankan biaya sekolah saya minta keringanan biaya ke sekolah. Umpama ada biaya urunan Rp 200.000, saya minta bayar separuhnya,” ujar Eko.

Bahkan hingga sekarang, keluarga Avan tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (DTKS) maupun peserta BPJS.

“Yang kita khawatirkan adalah kesehatan Avan kalau nanti kuliah keluar kota, karena dia tidak memiliki BPJS,” kata Eko.

Akhirnya Dapat Beasiswa Paragon

Meski keluarganya tak tercatat sebagai warga miskin resmi, Avan mengajukan surat keterangan tidak mampu saat mendaftar SNBP di ITB.

Usahanya membuahkan hasil: Avan diterima di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB serta berhasil mendapatkan beasiswa dari Paragon, penyedia beasiswa bagi siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu.

Pihak ITB Syok

Rumah orang tua Avan sempat menjadi perbincangan.

Bukan karena kemewahan, melainkan karena ratusan piala yang memenuhi dinding ruang tamu.

Bahkan, ketika tim dari ITB datang memverifikasi langsung kondisi keluarga Avan, mereka sempat tak percaya dengan jumlah piala yang memenuhi rumahnya.

“Itu serius piala? Kirain toko piala,” kata salah satu dosen ITB yang datang berkunjung ke rumah Avan.

(SURYA.CO.ID Pramita Kusumaningrum/Kompas.com)

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

 

Berita Terkini