Setelah 13 hari, dia dipulangkan ke Indonesia oleh majikannya, namun tidak ke Jember, melainkan ke rumah sakit di Batam menggunakan kapal ferry.
Perawatan di Batam
Di Batam, Septia dirawat selama seminggu dengan biaya ditanggung oleh majikannya.
Ironisnya, majikannya sempat meminta uang kepada keluarga Septia untuk menutupi biaya perawatan di Singapura, tetapi Septia menolak.
Dia merasa majikannya seharusnya bertanggung jawab atas kondisinya.
Baca juga: Ekspresi Sinis Anak Ibu Kantin saat Minta Maaf Soal Buang Dagangan Siswi MTs Disorot, Masih Dendam?
Baca juga: Akhir Kasus Ibu Kantin Buang Dagangan Siswi MTs di Brebes, Cuma Minta Maaf Tanpa Beri Ganti Rugi
Kembali ke Jember
Pada bulan Oktober 2024, Septia dijemput keluarganya dan kembali ke Jember.
Meski sudah di rumah, kondisi kesehatannya tak kunjung membaik.
Kakinya terasa keras seperti kayu yang terbakar, kaku, dan tak bisa digerakkan. Septia menduga bahwa kondisinya disebabkan oleh malpraktik.
Harapan Perhatian Pemerintah
Septia berharap mendapatkan perhatian dari Pemerintah.
Dia menyampaikan kisahnya kepada Menteri P2MI Abdul Kadir Karding dan berharap ada solusi untuk mengurangi beban hidupnya.
Abdul Kadir Karding menjanjikan akan memberikan dukungan lewat kerja sama dengan Pemerintah Daerah, meskipun belum merinci dukungan seperti apa yang akan diberikan
Sementara, menurut dr Faida, Direktur Rumah Sakit Bina Sehat Jember kondisi ini disebabkan oleh kematian sel (nekrosis) yang terjadi di tangan dan kaki pasien setelah menjalani operasi di Singapura.
Penyebab Kematian Sel