Berita Surabaya

Percepat Proses Perizinan Obat-Obatan Inovatif, BPOM akan Tambah Petugas Evaluator

Penulis: Sulvi Sofiana
Editor: irwan sy
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar.

SURYA.co.id | SURABAYA - Obat-obatan inovatif menjadi solusi dari terbatasnya bahan baku obat hingga sediaan obat impor.

Sayangnya, selama ini perizinan obat-obatan inovatif ini baru bisa berikan setelah 300 hari kerja atau 1,5 tahun karena terbatasnya petugas evaluator obat-obatan yang hanya dari beberapa universitas.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengatakan proses registrasi obat baru masih terdapat jalur 300 hari kerja dan akan dipercepat menjadi 120 hari.

"Selama ini kita lihat ada poin yang sangat penting yaitu evaluasi untuk mengoperasikan orang yang mengevaluasi sedikit dan pada umumnya sudah senior. Kita mau perbanyak evaluator karena kami sudah punya banyak center obat. Dan akhirnya proses perizinan ini bisa kami percepat menjadi 120 hari kerja,"ungkapnya usai membuka Rapat Evaluasi Nasional BPOM di Shangri La Hotel Surabaya, Selasa (3/12/2024).

Selain itu, proses pendaftaran untuk obat baru yang bersifat darurat atau ada obat yang melalui mekanisme percepatan reliance proses perizinan dipercepat lagi dari 120 hari kerja menjadi 90 hari kerja.

"BPOM akan mempercepat proses pendaftaran baik untuk obat-obatan inovatif maupun obat-obatan penyakit langka, dengan tujuan mencapai pengakuan internasional sebagai otoritas yang terdaftar di Badan Kesehatan Dunia (WHO Listed Authority) pada tahun 2025," katanya.

Selain itu BPOM juga akan mengadakan pertemuan dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk membicarakan 24 obat inovasi asal Amerika yang belum dijual ke Indonesia.

Sementara Singapura dan beberapa negara lain sudah menjualnya.

"Ada 24 Obat baru ini obat esensial merupakan advance medical product. Belum masuk ke Indonesia tapi di Singapura sudah aja, kasian kalau pasien Indonesia harus beli ke Singapura dulu," ujarnya.

BPOM juga akan terus mendorong perguruan tinggi untuk melakukan riset obat-obatan inovatif pasalnya 94 persen bahan baku obat-obatan di Indonesia memakai bahan baku impor.

Hanya ada 15 bahan baku berasal dari dalam negeri.

"BPOM berupaya mensinergikan semua potensi bangsa untuk membantu inovasi obat dan makanan agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat," tegasnya.

Dalam rapat evaluasi tersebut, BPOM juga membahas strategi yang tepat dalam gencarnya bahan pangan, obat dan kosmetik dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia.

Selain itu berbagai apresiasi juga diberikan kepada balai BPOM di berbagai daerah atas capaian prestasinya.

Berita Terkini