Ketika ikut kuliah, dia mengaku menyalakan kamera dan cukup aktif dalam perkuliahan.
"Saya juga terpilih menjadi ketua kelompok di dalam kelas RPL C. Dan mendapat julukan ‘bu guru’ karena saya selalu membantu sekiranya rekan-rekan ada yang tidak bisa mengerjakan tugas yang telah diberikan, atau harus mengirim ke link mana tugas tersebut," tutur Yuntik.
Setiap ada lokakarya Yuntik selalu hadir dan selalu berusaha bertanya.
Semua kegiatan dan tugas yang diberikan dosen dikerjakan sendiri, walau sangat menyita waktu tenaga dan pikiran karena ingin mendapat nilai terbaik.
Dia menceritakan bahwa lulus SMEA pada 1998 namun tidak dizinkan oleh ayahnya untuk kuliah karena rumahnya di pelosok desa dan tidak ada perempuan yang kuliah pada saat itu.
Akhirnya Yuntik berwiraswasta mendirikan PT. Dwi Jaya Banyuurip dan CV Dwi Jaya yang bergerak dalam bidang jasa persewaan gudang, alat berat, excavator, yap crane, dump truck, tanki trailer 40 feet dan sebagainya.
Yuntik terpilih menjadi kepala desa sejak tahun 2014 hingga sekarang.
"Seandainya bapak ibu bisa melihat saya sekarang pasti senang dan bahagia karena anaknya mendapat nilai tertinggi seangkatan lulusan Universitas Negeri Yogyakarta. Anakmu sudah jadi sarjana bapak, ibu," ucap dia menahan haru.
Tentu, ia memiliki motivasi untuk ikut kuliah yakni karena tidak mau ketinggalan zaman di era yang serba teknologi.
Tapi dia juga sekaligus memotivasi anak-anak desa agar mau kuliah.
"Selain itu dengan ilmu yang saya punyai ingin mengembangkan dan memajukan desa saya dengan lebih terarah ke depannya. Saya bersyukur memperoleh ilmu dari para dosen di UNY yang baik," tandasnya.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id