SURYA.co.id - KKB Papua penyandera pilot Susi Air tetap ngotot agar TNI-Polri mau memenuhi permintaannya.
Padahal, TNI-Polri sudah tegas menolak mentah-mentah permintaan KKB Papua yang dianggap tak masuk akal.
Hal itu disampaikan Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom melalui panggilan telepon kepada Tribun-Papua.com, di Jayapura, Senin (27/2/2023).
Sebby mengatakan, soal keamanan pilot, pihaknya sudah menyampaikan bahwa akan tetap menjaganya.
"Pilot ini dia orang barat dari Selandia Baru dan bisa menyesuaikan dengan kami untuk makan ubi, jadi tidak perlu khawatir dengan kondisinya, dan dia baik-baik saja," kata Sebby.
Seperti dilansir dari Tribun-Papua.com dalam artikel '21 Hari Disandera KKB, Sebby Sambom Ungkap Kondisi Terkini Pilot Susi Air'.
Untuk pembebasan kapten Phillips, kata Sebby, pihaknya bakal terus menunggu negosiasi dari negara-negara luar.
"Kami sudah mengeluarkan pernyataan-pernyataan, dan itu sudah tidak bisa ditarik lagi," ujarnya.
Sekadar diketahui, Kaptain Phillips disandera sejak 7 Februari 2023.
Dia disandera setelah pesawat Susi Air Pilatus Porter PC 6/PK-BVY dibakar KBB di Lapangan terbang Distrik Paro sekira Pukul 06.35 WIT.
Dengan penyanderaan tersebut, hingga kini dan tanpa kenal lelah, pihak keamanan pun masih terus melakukan berbagai upaya untuk melakukan penyelamatan.
Sebelumnya, Kapolres Nduga, AKBP Rio Alexander Panelewen kepada Tribun-Papua.com, Selasa (21/2/2023) di Timika mengatakan, upaya pencarian terhadap Kapten Philips Max Mehrtens terus dilakukan.
Pola negosiasi maupun pendekatan melalui Pemerintah Kabupaten Nduga, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama kepada juga terus melakukan komunikasi dan meminta agar Egianus Kogoya menyerahkan Kapten Philips.
"Upaya negosiasi terus dilakukan. Tetapi yah terserah Egianus," kata Rio.
Menurutnya, pasukan juga sudah turun ke Distrik Paro, untuk itu negara tidak boleh kalah.
Sementara terkait investigasi dan penyelidikan lanjut Rio dilakukan, namun dua minggu berjalan, mereka belum mendapatkan informasi pasti soal keberadaan Kapten Phillips.
Kemudian untuk situasi, lanjut Rio, Kabupaten Nduga sudah dalam kondisi aman terkendali.
Ditolak Mentah-mentah
Sebelumnya, KKB Papua penyandera pilot Susi Air mengungkapkan pemintaan tak masuk akal kepada aparat TNI-Polri.
Pihak Polda Papua langsung menolak mentah-mentah permintaan mereka.
KKB Papua menawarkan sistem barter antara Pilot Susi Air, Kapten Philips Max Marthin dengan senjata dan uang.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ignatius Benny Ady membenarkan sempat adanya penawaran tersebut dari kelompok pimpinan Egianus Kogoya.
"Sempat ada penyampaian demikian (barter pilot Susi Air dengan uang dan senjata)," kata Benny saat dihubungi, Jumat (24/2/2023).
Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'KKB Minta Senjata dan Uang untuk Dibarter dengan Pilot Susi Air, Polri: Tidak Masuk Akal'.
Namun, lanjut Benny, penawaran barter itu ditolak oleh jajaran TNI-Polri karena tidak masuk akal.
"Namun TNI-Polri tidak tanggapi, hal itu tidak masuk akal," ucapnya.
Panglima TNI Anggap Tak Ada Apa-apanya
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menganggap KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya tak ada apa-apanya.
Panglima TNI menyebut KKB Papua cuma kelompok kecil dan bahkan seperti preman.
Hal ini diungkapkan Yudo saat ditanya terkait aksi KKB Papua menyandera pilot Susi Air.
Yudo Margono menegaskan pembebasan pilot maskapai Susi Air, Philips Mark Methrtens (37), dari KKB Papua mengutamakan persuasif.
"TNI masih berupaya bersama dengan Polri. Ini adalah penegakan hukum, tidak langsung operasi militer.
Hal ini tentunya tetap mengedepankan penegakan hukum. Karena ini orang asing yang disandera KKB, tetap diupayakan dengan cara-cara persuasif," kata Laksamana TNI Yudo Margono usai melaksanakan olahraga bersama di GOR Praja Raksaka, Denpasar, Bali, Rabu, melansir dari ANTARA.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) tersebut mengatakan bahwa upaya penyelamatan tanpa kekerasan tersebut mengedepankan peran pemerintah daerah setempat, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.
Sejauh ini, menurut dia, negosiasi tersebut terus berjalan degan perantaraan bupati, tokoh adat, dan tokoh masyarakat sambil memberikan pengamanan kepada masyarakat di daerah tempat penyanderaan tersebut.
"Kita harus melaksanakan dengan negosiasi. TNI utamakan tokoh-tokoh daerah dan tokoh masyarakat.
TNI tidak bisa selesaikan masalah ini dengan cara militer karena ini dalam situasi damai, dan di Papua ini ada masyarakatnya juga. Jangan sampai masyarakat ini terdampak," kata Panglima TNI.
Panglima mengatakan bahwa pihaknya tidak menambah pasukan untuk melakukan penindakan terhadap KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya yang menyandera Kapten Philip Mark Merthens.
"TNI tidak mengerahkan pasukan. Itu kemarin pergantian pasukan yang sudah ada di sana yang memang ditugaskan di sana," katanya menjelaskan.
Selain mengamankan warga sekitar, TNI/Polri juga melakukan penjagaan ketat di sejumlah fasilitas publik agar tidak ada lagi perusakan yang diakibatkan oleh kelompok kriminal bersenjata tersebut.
Yudo Margono pun meminta agar KKB tidak dibesar-besarkan sebagai sebuah gerakan mayoritas masyarakat yang ingin supaya Papua merdeka.
Ia meyakini masyarakat Papua menginginkan situasi yang kondusif untuk mendukung kehidupan mereka sendiri.
"Yang ini jangan dibesar-besarkan, nanti dia (KKB) makin senang. Masyarakat Papua saya yakin mayoritas menginginkan kedamaian, ingin hidup yang layak, ingin membesarkan putra/putrinya pada masa depan mereka," kata dia.
Bahkan, Yugo Margono menyebutkan bahwa KKB adalah kelompok kecil yang bertindak seperti preman yang melakukan tindakan memeras masyarakat dengan teror.
Pola yang dibangun oleh kelompok tersebut, kata dia, terus berulang ketika kehabisan dana.
"Ini kelompok kecil, jangan terlalu dibesar-besarkan kadang-kadang.
Jadi, kalau di Jawa atau di luar daerah itu kayak preman," kata Panglima yang didampingi oleh Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Polisi Putu Jayan Danu Putra dan Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Sonny Aprianto.
Panglima melanjutkan, "Mereka menekan masyarakat, meminta uang. Nanti kalau sudah kehabisan duit, naik lagi, bakar-bakar, menekan masyarakat lagi. Begitu terus. Menurut saya jangan dibesar-besarkan.".
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id