Gandeng Tasuc Corporation Jepang, Unusa Kenalkan Modul untuk Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Menjawab persoalan ini, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menggandeng Tasuc Corporation Jepang untuk mengenalkan modul J*sKeps
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Pendidikan inklusi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam memberikan pendekatan yang sesuai bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Menjawab persoalan ini, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menggandeng Tasuc Corporation Jepang, untuk mengenalkan modul Japanese Seven Key Points (J*sKeps) melalui kuliah pakar.
Pakar pendidikan dari Tasuc Corporation, Ukai Saito, menjelaskan bahwa Modul J*sKeps dirancang untuk memperkaya metode pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan komprehensif.
“Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia masih belum maksimal. Ada bagian yang terlewatkan, sehingga orang dewasa di sekitar mereka belum bisa memahami kondisi yang sebenarnya,” ujar Ukai, Jumat (11/7/2025).
Menurutnya, situasi ini pernah terjadi juga di Jepang beberapa dekade lalu. Pengalaman itu menjadi dasar pengembangan modul JsKeps yang kini diterapkan di berbagai negara.
Ukai mengatakan, diskriminasi kerap terjadi pada anak-anak berkebutuhan khusus dan membuat mereka kehilangan kepercayaan diri.
Modul ini menekankan pada tahapan pemberian keyakinan, pemahaman, pengetahuan, hingga pengalaman agar mereka mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
“Yang paling penting adalah tahap pemahaman. Ketika seseorang benar-benar memahami anak berkebutuhan khusus, maka diskriminasi bisa berkurang,” tegasnya.
Salah satu langkah penting dalam modul J*sKeps adalah asesmen atau penilaian terhadap kondisi anak. Ukai mengungkapkan bahwa pendekatan asesmen yang dikembangkan Tasuc berbeda dari yang umum diterapkan.
“Asesmen kami lebih dinamis. Bukan hanya memberikan diagnosa, tetapi juga menjawab apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Penilaian ini juga dilakukan berulang selama satu tahun,” jelasnya.
Asesmen dinamis ini, lanjut Ukai, telah digunakan di berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Melalui metode ini, guru dan orang tua dapat memahami perkembangan anak secara lebih mendalam dan menyusun langkah rehabilitasi yang tepat sasaran.
Tak hanya itu, Ukai juga mengungkap fakta mengejutkan hasil penelitian di Jepang yang menyebutkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus seperti ASD (Autism Spectrum Disorder), ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), dan gangguan perkembangan otak lainnya mengalami penuaan fisik lebih cepat, bahkan mulai sejak usia 40 tahun.
“Ini membuat orang tua di Jepang khawatir dan bahkan ada yang memilih mengakhiri hidup bersama anaknya karena ketakutan terhadap masa depan. Tapi sekarang Jepang telah melewati masa kelam itu, dan saya tidak ingin hal serupa terjadi di negara lain, termasuk Indonesia,” katanya.
Dalam kuliah tersebut, Ukai juga mendemonstrasikan cara menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus serta alat-alat bantu yang biasa digunakan untuk menunjang pembelajaran mereka.
Ramalan Cuaca Surabaya Hari ini 1 Agustus 2025: Cerah Seharian, Suhu Maksimal 32 Derajat |
![]() |
---|
Video Kota Lama Surabaya, Tempat Wisata Bersejarah yang Instagramable |
![]() |
---|
Komisi D DPRD Surabaya Apresiasi Penambahan Kuota Beasiswa Pemuda Tangguh Jadi 5500 Mahasiswa |
![]() |
---|
Hadapi Tantangan Birokrasi Masa Depan, ASN Jatim Asah Kompetensi Lewat Pelatihan di Kampus Satelit |
![]() |
---|
Syahrama dan Fakta Baru Pembunuhan Sevi: Janji Palsu Kerja Freelance Berujung Jerat Lakban dan Duka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.