Ketua Adat Karanggongso Trenggalek Ungkap Makna Larung Sembonyo, Harus Ada 48 Jenis Sesajen

Masyarakat nelayan di sepanjang pantai selatan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur (Jatim), mempunyai tradisi menarik saat bulan Selo penanggalan Jawa

|
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Sofyan Arif Candra Sakti
LARUNG SEMBONYO - 48 jenis sesajen Larung Sembonyo ditata ulang sebelum dilarung ke Teluk Prigi di Dusun Karanggongso, Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur pada Rabu (28/5/2025). Larung Sembonyo merupakan tradisi turun temurun masyarakat pesisir selatan Kabupaten Trenggalek, yang dilaksanakan setiap bulan Selo. 

SURYA.CO.ID, TRENGGALEK - Masyarakat nelayan di sepanjang pantai selatan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur (Jatim), mempunyai tradisi menarik saat bulan Selo penanggalan Jawa atau bulan Dzulqa'dah dalam kalender Hijriah datang.

Mereka selalu menggelar bersih desa dengan cara melarung tumpeng dan sejumlah sesajen ke tengah laut, yang disaksikan oleh ratusan bahkan ribuan masyarakat.

Salah satu daerah yang melaksanakan tradisi Labuh Laut Larung Sembonyo adalah Dusun Karanggongso, Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek.

Baca juga: Bersih Desa, Warga Karanggongso Trengalek Larung Tumpeng Raksasa dan 48 Jenis Sesajen ke Tengah Laut

Ketua Adat Dusun Karanggongso, Yahman, mengatakan bahwa pelaksanaan labuh laut tersebut sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu.

"Ya, ini diadakan ritual bersih dusun dan bersih laut. Dulu, kala itu sebelum ada orang, ini hutan lebat yang gawat keliwat-keliwat ndak bisa ditempati orang lain," kata Yahman, Kamis (29/5/2025)

Labuh Laut tersebut, mempunyai filosofi dan cerita tersendiri, terutama yang berkaitan dengan sejarah pembukaan wilayah di pesisir selatan oleh kerajaan Mataram, untuk memperlebar wilayah pemerintahan kerajaan.

Namun, dalam upaya pembukaan wilayah Teluk Prigi, utusan Kerajaan Mataram dihadang oleh kerajaan iblis yang bernama kerajaan Andong Biru.

Baca juga: Meriahnya Larung Sembonyo Teluk Prigi Trenggalek, Ribuan Warga Antarkan Tumpeng Raksasa Ke Laut

"Utusan Kerajaan Mataram itu adalah Kramadipa, Yaudha, Yaudhi, Pringga Jayeng Hadilaga, Prawira Kusuma lalu pamong yang bernama Ahmad Adi Suwiryo," ulas Yahman.

Kramadipa pun melakukan meditasi atau bersemedi di wilayah tersebut, dengan tujuan mencari cara agar bisa menduduki wilayah Teluk Prigi.

Dalam meditasi tersebut, pihak Andong Biru memperbolehkan Kramadipa menduduki Teluk Prigi, dengan syarat mau menikahi putri Kerajaan Andong Biru, Roro Gambarinten.

"Hal tersebut disetujui oleh Kromodipa. Setelah itu pernikahannya dirayakan selama 40 hari 40 malam dengan 48 macam jenis sesaji," ucap Yahman.

Selain itu, juga diadakan kesenian, Langen Tayub dan Jaranan yang mana diperingati setiap bulan Selo.

"Setelah membuka wilayah Teluk Prigi tersebut, Kramadipa lalu diberi gelar Tumenggung Yudanegara," lanjutnya.

Dalam labuh laut tersebut, ubarampe atau perlengkapan yang harus ada adalah 48 jenis sesajen, sama seperti yang disediakan saat pernikahan Tumenggung Yudhanegara dengan Roro Gambarainten.

Sedangkan tumpeng raksasa atau buceng agung, hanya sebagai pelengkap.

Sumber: Surya
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved