Berita Viral

Sosok Wakil Ketua KPAI yang Desak Program Dedi Mulyadi Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer Dihentikan

Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tetap mendesak agar program Dedi Mulyadi mengirik siswa nakal ke barak militer dihentikan.

kolase youtube
SISWA MASUK BARAK - (kiri) Wakil Ketua KPAI Jasra Putra. Ia masih saja mengkritik program kirim siswa nakal ke barak militer besutan Dedi Mulyadi. 

SURYA.co.id - Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tetap mendesak agar program Dedi Mulyadi mengirik siswa nakal ke barak militer dihentikan.

Padahal, program tersebut sudah menunjukkan hasil yang positif.

Desakan ini diungkapkan oleh Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra.

Jasra mendesak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk menghentikan sementara program pengiriman anak bermasalah ke barak militer.

Sebab ada potensi pelanggaran hak anak, karena tidak adanya pelabelan anak nakal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Kami sudah menyampaikan hasil pengawasan kemarin kepada pemerintah daerah. Dan hasil pengawasan kita itu pertama agar program ini untuk sementara dihentikan, sampai dilakukan evaluasi terutama terkait regulasi," ujar Jasra saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025), melansir dari Kompas.com.

KPAI meminta Dedi Mulyadi untuk menghentikan sementara program anak nakal dikirim ke barak militer, hingga adanya hasil evaluasi.

Sebab, KPAI menemukan sejumlah potensi pelanggaran hak anak dalam program pendidikan militer yang dicanangkan Dedi Mulyadi.

"Dalam surat edaran Pak Gubernur itu kan berpotensi melanggar hak anak, terutama labeling dan non-diskriminasi.

Karena penyebutan anak-anak nakal dan seterusnya itu tidak kita kenal dalam UU Perlindungan Anak, yang ada adalah anak-anak dalam perlindungan khusus," ujar Jasra. 

Baca juga: Terlanjur Dedi Mulyadi Senang Program Siswa Masuk Barak Militer Berhasil, KPAI Masih Saja Mengkritik

Di samping itu, KPAI juga menyoroti sarana dan prasarana yang tidak sesuai dengan perlindungan anak dalam pengiriman mereka ke barak militer.

Jasra menegaskan, pelatihan calon anggota TNI tidaklah sama dengan penanganan anak-anak bermasalah.

"Karena bagaimanapun juga melatih anak itu berbeda dengan melatih militer. Jadi perspektif pelindung anak itu harus ada. Dan bahkan kita dorong harus ada safe child guarding," ujar Jasra.

Atas dasar itu, KPAI ingin mengevaluasi terlebih dahulu angkatan pertama anak bermasalah yang dikirim ke barak militer oleh pemerintah provinsi Jawa Barat.

"Yang baru kami pantau kan baru dari video-video yang ada, anaknya sudah patuh, anaknya tidak bolos sekolah, dan sebagainya. Nah, harapannya seperti itu.

Tapi apakah itu tetap bertahan? Nah, ini yang tentu yang menjadikan tangan kita ke depan," ujar Jasra.

Sosok Jasra Putra

Menurut penelusuran SURYA.co.id, Dr. Jasra Putra, S.Fil.I., M.Pd adalah Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2022–2027.

Beliau lahir di Maligi, Pasaman Barat, pada 17 Juli 1980. Pendidikan formalnya meliputi S-1 Aqidah Filsafat di IAIN Imam Bonjol Padang (2005), S-2 Administrasi Pendidikan di Universitas Prof. Dr. HAMKA Jakarta (2013), dan S-3 Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (2021).

Baca juga: Dulu Dikritik, Dedi Mulyadi Sindir Habis-habisan Pihak Tolak Siswa Masuk Barak Militer: Para Nyinyir

Selain menjabat di KPAI, Dr. Jasra aktif sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Bogor Raya dan menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Kesejahteraan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk periode 2022–2027.

Beliau juga dikenal sebagai penulis dan aktivis perlindungan anak. Beberapa karyanya antara lain "Merenda Asa Mencapai Cita-Cita" (2013), "Melepas Ketertinggalan Meraih Kemajuan" (2014), dan "Sekolah Ramah Anak Mengasah Emas Jadi Berlian" (2020).

Dr. Jasra juga terlibat dalam penyusunan modul pelatihan dan proyek kerja sama dengan lembaga internasional seperti World Bank dan Save The Children.

Menunjukkan Hasil Positif

Terlanjur Komnas HAM kritik habis-habisan Dedi Mulyadi terkait kebijakan kirim siswa nakal ke barak militer.

Ternyata, para siswa tersebut diperlakukan dengan baik di dalam sana.

Hal ini berdasarkan pengakuan sejumlah siswa setelah menjalani kehidupan di barak militer selama dua pekan.

Mereka mengaku hidup mereka berubah total.

Tak hanya menjadi lebih disiplin, mereka juga merasakan perhatian dan perlakuan hangat dari para pelatih TNI yang membimbing mereka.

Fajril Ramadhan, siswa kelas 11 SMA Negeri 2 Cikarang Selatan, mengaku mendapat banyak pelajaran hidup dari pelatihan ini.

Ia yang sebelumnya kecanduan gim, sering bolos, dan kurang menghormati orangtua, kini mulai memahami arti keluarga dan kedisiplinan.

“Ada keinginan buat belajar jadi lebih baik,” ujar Fajril saat ditemui di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (20/5/2025), melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Gelagat Siswa Diduga Alumni Barak Militer Besutan Dedi Mulyadi Viral, Teman Sekelas: Sudah Berubah

Salah satu momen yang paling membekas bagi Fajril adalah ketika ia dan kelompoknya dihukum diceburkan ke kolam lele karena salah satu peserta membawa rokok.

“Ketika teman-teman ada membawa rokok ketahuan diceburin ke kolam lele sampai basah semua,” katanya.

Meskipun demikian, ia menganggap pengalaman tersebut sebagai bentuk pembelajaran dan peringatan agar mematuhi aturan.

Siswa lain, Rafael Zafriandi Sijabat (17) dari Cimahi, juga merasakan dampak serupa.

Sebelum mengikuti program, ia mengaku sering merokok, bolos sekolah, bahkan mengonsumsi alkohol.

Kini, dia bertekad tak ingin mengulanginya. 

Bahkan, melihat ketegasan para pelatih, Rafael bercita-cita ingin menjadi tentara.

“Awalnya iseng-iseng dan didukung orangtua juga. Dipikir-pikir lumayan untuk melatih diri agar bisa lebih baik lagi. Dan cita-cita ingin jadi tentara sekalian coba,” ujarnya.

Ia pun mengalami hukuman yang sama saat satu peletonnya kedapatan melanggar aturan.

Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada kekerasan fisik selama pelatihan. 

“Jiwa korsa lebih tinggi aja,” ucapnya tentang kebersamaan yang terbangun.

Siswa lainnya, MRJ, juga membantah adanya perlakuan kasar.

Ia justru mengaku dengan pelatihan yang diberikan, kini dia mulai meninggalkan kebiasaan bermain gim secara berlebihan.

“Sekarang sudah sadar akhirnya, enggak boleh menyia-nyiakan waktu. Jadi lupa sama gim online karena banyak teman di sana. Makannya juga enak, terus di sana jam 22.00 WIB sudah harus tidur setiap hari. Janji mau dikurangi main gimnya.”

Para siswa kompak menyatakan tidak pernah mengalami kekerasan fisik selama program berlangsung.

Mereka malah diajarkan rutinitas positif seperti bangun pagi, shalat subuh, senam, belajar, dan baris-berbaris.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved