PWI-AJI Bojonegoro Kecam Kekerasan Polisi Pada 2 Jurnalis di Grahadi, "Kami Tak Akan Tinggal Diam!"

Kekerasan dan intimidasi itu dialami dua jurnalis saat meliput aksi menolak revisi UU TNI. Kecaman pun mengarah ke Polri atas kejadian itu

Penulis: Misbahul Munir | Editor: Deddy Humana
surya/Misbahul Munir
AJI DAN PWI BOJONEGORO - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro mengecam intimidasi dan kekerasan polisi terhadap dua jurnalis saat meliput aksi penolakan revisi UU TNI di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (24/3/2025). 

SURYA.CO.ID, BOJONEGORO – Tahun ini menjadi periode kelam bagi pers di tanah air. Setelah teror kepala babi di kantor salah satu media nasional, kini mencuat tindakan kekerasan pada jurnalis di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (24/3/2025) lalu.

Kekerasan dan intimidasi itu dialami dua jurnalis saat meliput aksi menolak revisi UU TNI. Kecaman pun mengarah ke Polri atas kejadian itu.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan yang diduga dilakukan oknum polisi tersebut.

Dua jurnalis yang menjadi korban adalah Wildan Pratama dari Suara Surabaya dan Rama Indra dari Beritajatim.com. Keduanya menjadi korban intimidasi hingga penyerangan fisik saat meliput aksi demo di gedung Grahadi.

Ketua PWI Bojonegoro, M Yazid menegaskan bahwa kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran serius karena profesi jurnalis dilindungi undang-undang.

“Kami meminta agar pelaku ditindak tegas. Wartawan bekerja berdasarkan kode etik dan hukum yang berlaku,” ujar Yazid, selasa (25/3/2025). 

Ketua AJI Bojonegoro, Muhammad Suaeb juga menekankan bahwa tindakan tersebut melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (3) menjamin kebebasan pers.

Sedangkan Pasal 18 mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang menghambat kerja jurnalis dengan ancaman dua tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta.

Berdasarkan laporan yang diterima AJI Bojonegoro, lanjut Suaeb, saat kejadian Wildan Pratama dipaksa menghapus foto demonstran yang ditangkap dan dikumpulkan di dalam Gedung Negara Grahadi oleh seorang polisi pukul 19.00 WIB. 

Oknum polisi tersebut melakukan intimidasi dan memaksa Wildan menghapus foto hingga ke folder sampah.

Sementara Rama Indra mengalami kekerasan lebih parah. Saat merekam dugaan penganiayaan terhadap dua demonstran di Jalan Pemuda sekitar pukul 18.28 WIB, ia dihampiri 4-5 polisi, diseret, dipukul di bagian kepala, dan dipaksa menghapus video.

Meskipun sudah menjelaskan bahwa ia adalah jurnalis, para polisi tetap memaksa dan bahkan mengancam akan merusak ponselnya. Ia baru bisa diselamatkan setelah beberapa jurnalis lain datang membantu.

Kejadian ini tentu mencederai kebebasan pers yang dijamin oleh undang-undang. Karena itu AJI dan PWI Bojonegoro mendesak Kapolrestabes Surabaya dan Kapolda Jawa Timur untuk mengusut tuntas kasus ini. “Kami tidak akan tinggal diam. Kekerasan terhadap jurnalis harus dihentikan,” tegas Suaeb.

Suaeb meminta seluruh pihak menghormati kebebasan pers dan mendesak perusahaan media menjamin keselamatan serta perlindungan hukum bagi jurnalis yang mengalami kekerasan. *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved