Ikut Kebijakan Pemprov Jatim, Bupati Tulungagung Juga Larang Wisuda SD dan SMP di Luar Sekolah

Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo, akan melarang kegiatan wisuda atau purnawiyata tingkat SD dan SMP di luar lingkungan sekolah.

Penulis: David Yohanes | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/David Yohanes
MELARANG PURNAWIYATA - Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo berjanji akan melarang kegiatan purnawiyata atau wisuda tingkat SD dan SMP di luar lingkungan sekolah, Selasa (11/3/2025). Kebijakan ini untuk merespons keluhan orang tua siswa yang keberatan dengan pembiayaan kegiatan purnawiyata. 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo, akan melarang kegiatan wisuda atau purnawiyata tingkat SD dan SMP di luar lingkungan sekolah.

Kebijakan serupa, sebelumnya sudah diambil oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.

Larangan ini, akan dituangkan dalam surat resmi yang ditujukan ke semua sekolah SD Negeri dan SMP Swasta di bawah Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung.

“Terkait purnawiyata, lakukan di tempat masing-masing. Dengan kondisi saat ini, kita ikut prihatin,” ujar Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, Selasa (11/3/2025).

Lanjut Bupati, saat retret kepala daerah di Akmil Magelang, Presiden menekankan penghematan.

Semua birokrasi mengetatkan ikat pinggang, untuk mendukung program presiden.

Sebagai kepala daerah, Gatut Sunu menegaskan, akan bersinergi dengan menjalankan kebijakan Presiden.

“Tentu kami akan bersinergi menindaklanjuti program Presiden. Kita harus hidup sederhana,” tegasnya.  

Bupati Gatut Sunu melanjutkan, dalam situasi saat ini, semua harus prihatin dengan kondisi masyarakat.

Ia berharap, kebijakan ini bisa diterima secara luas.

Anggota Dewan Pendidikan Tulungagung, Hery Widodo, mengapresiasi aturan pelarangan wisuda SD dan SMP di luar sekolah.

“Itu kebijakan yang mantap, joss,” ujar Hery saat dihubungi lewat telepon, Selasa (11/3/2025) sore.

Menurutnya, selama ini banyak orang tua siswa yang mengeluhkan biaya untuk purnawiyata.

Hery memaparkan, pihak sekolah selalu minta iuran kepada orang tua siswa untuk menyewa hotel untuk lokasi purnawiyata.

Sebelumnya, siswa sudah lebih dulu dikondisikan agar merasa tidak nyaman jika tidak ikut purnawiyata.

“Jadi pihak sekolah pintar, yang dikondisikan siswanya lebih dulu. Siswa kemudian yang minta ke orang tua,” ungkap Hery.

Pihak orang tua, akhirnya terpaksa setuju ikut purnawiyata karena kasihan dengan anaknya.

Hery mencontohkan, salah satu SMP Negeri yang minta iuran Rp 400.000 untuk biaya sewa hotel.

Namun, pihak orang tua keluar biaya jauh lebih mahal dari sekedar uang sewa hotel ini.

Para siswi minta ke salon untuk bersolek, sewa kebaya dan buket bunga, sementara yang laki-laki sewa jas.

Belum lagi ada tarif untuk menggunakan jasa tukang foto yang ada di lokasi kegiatan.

“Pada akhirnya orang tua keluar biaya lebih dari Rp 1 juta. Ini yang memberatkan mereka,” ungkap Hery.

Kebijakan ini, memang akan merugikan hotel yang biasa disewa untuk kegiatan wisuda atau purnawiyata.

Namun, kebijakan ini akan meringankan beban orang tua siswa.

Lanjut Hery, purnawiyata bisa diganti dengan upacara perpisahan dilanjutkan dengan tumpengan.

“Setelah upacara masuk ke kelas, tumpengan  di kelas masing-masing. Murah meriah, gak perlu gengsi,” tandasnya.

Sebelumnya, Dinas Pendidikan Provinsi mengeluarkan Nota Dinas ke sekolah SMA, SMK dan SLB.

Isinya mengganti istilah wisuda/purnawiyata dengan kelulusan.

Kegiatan ini tidak boleh dilaksanakan di luar lingkungan sekolah.

Tidak boleh ada paksaan menggunakan jas, kebaya atau pakaian lain-lain.

Tidak boleh ada penarikan uang untuk wisuda/purnawiyata, kecuali ada donatur dari masyarakat secara sukarela dan tidak mengikat.

Disarankan, dilakukan sederhana per kelas atau 1 angkatan kelas XII dengan kreatif dan inovatif tanpa membebani orang tua.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved