Tilas Damarwulan, Raja Majapahit yang Diyakini Tumbuh Besar di

Cerita rakyat turun temurun beredar di masyarakat tentang sosok Damarwulan, Raja Majapahit yang diyakini tumbuh besar di Jombang, Jatim.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Anggit Puji Widodo
PETILASAN DAMARWULAN - Tampak depan lokasi petilasan Damarwulan yang berada di Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (5/3/2025). Damarwulan merupakan Raja Majapahit yang diyakini tumbuh besar di Kabupaten Jombang. 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Cerita rakyat di Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim), tidak pernah ada habisnya.

Salah satunya kisah yang beredar di masyarakat perihal petilasan Damarwulan yang berada di Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang

Cerita rakyat turun temurun beredar di masyarakat tentang sosok Damarwulan, Raja Majapahit yang diyakini tumbuh besar di Jombang.

Dari kisah yang beredar, soal Damarwulan ini lahir di Desa Mojogulung yang saat ini menjadi Desa Karangmojo, masuk wilayah Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang

Sekilas tentang Damarwulan, ia adalah sosok yang menjadi Raja Majapahit legendaris dalam mempertahankan kekuasaan. Damarwulan merupakan putra Kinasih Resi Maudoro.

Di mana desa Mojogulung itu disebut adalah tempat bersemedi ayah dari Damarwulan, yakni Maha Resi Maudoro.

Menurut juru kunci petilasan Damarwulan, Ponijan (56), Resi Maudoro sering bersemedi di Desa Mojogulung, saat ini Desa Karangmojo. 

Resi Maudoro sendiri dikenal sebagai salah satu Patih di Kerajaan Majapahit.

Namun, ia terusir karena konflik berkepanjangan dengan Resi lain hingga harus bertapa sampai ke Mojogulung. 

"Maudoro itu ayahnya Damarwulan. Dulu itu memang dipercaya Patih Raden Wijaya yang kemudian lengser dari tahta dan akhirnya bertapa di Mojogulung," ucap Ponijan saat dikonfirmasi pada Rabu (5/3/2025). 

Didalam petilasan Damarwulan, terdapat dua kolam air yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai tempat pencuci rumput Damarwulan. Karena alasan beberapa hal, saat beranjak anak-anak, Damarwulan dan keluarganya diboyong oleh ayah dan ibunya, Resi Maudoro dan Palupi. 

Hingga pada akhirnya, diyakini bahwa sejak saat itu Damarwulan beserta keluarga menetap di Desa Sudimoro, yang kemudian menjadi lokasi petilasan sampai hari ini. 

"Saat pindah ke sini dari Mojogulung, diterima oleh Ki Paluombo, seorang pertapa yang lain dan mendidik Damarwulan hingga beranjak remaja. Rumah Damarwulan itu ya di padepokan yang ada kolamnya itu," kata Ponijan melanjutkan. 

Masa kecil Damarwulan, diyakini dihabiskan di Jombang. Selama menjalani masa kecilnya itu, Damarwulan dibekali berbagai macam keterampilan baik bercocok tanam, tata Krama kerajaan sampai ilmu kanuragan. 

Hal itu, semata-mata sebagai persiapan Damarwulan disiapkan kembali ke Kerajaan Majapahit, tempat ayahnya terusir.

Menurut Ponijan, salah satu lokasi pelatihan keterampilan Damarwulan masih dapat disaksikan hingga ini. 

Lokasinya berada di Dusun Paritan, letaknya berada di sebelah barat petilasan tersebut.

"Kalau Paritan itu asal katanya dari kata Arit. Atau Ngarit. Artinya dulu disitu dan diyakini jadi tempat Damarwulan Ngarit, mencari rumput untuk kudanya," ungkapnya. 

Damarwulan terus diasah kemampuan di Sudimoro, sampai dirasa sudah cukup umur dan kesaktiannya mencukupi, Resi Paluombo akhirnya memperbolehkan Damarwulan pergi ke Majapahit

Ketika kembali ke Majapahit, kebetulan juga sedang dilangsungkan sayembara yang diadakan oleh Ratu Kencana wungu.

Saat itu, Majapahit mengalami ancaman pemberontakan dari Blambangan yang dipimpin oleh Minak Jinggo. 

Ratu Kencono Wungu lalu membuat sayembara. Bagi siapa saja yang bisa menangkap dan membunuh Minak Jinggo akan menjadi suami dari Ratu Kencono Ungu. Damarwulan pun memberanikan diri mengikuti sayembara itu.

Meskipun dalam beberapa cerita lain, disebutkan pula jika sebelum mengikuti sayembara sang Ratu, Damarwulan harus menghadapi berbagai rintangan dari kedua anak Patih Logender, yakni pamannya sendiri yang saat itu menjabat di Majapahit

Upaya Damarwulan untuk memburu Minak Jinggo itu terbantu oleh Waito dan Puyengan.

Dua orang tersebut, adalah istri-istri dari dari Minak Jinggo yang terpikat ketampanan Damarwulan, sehingga mau membantu mengalahkan Minak Jinggo. 

Lebih lanjut, bantuan yang diberikan adalah mencuri senjata Minak Jinggo.

Gada Wesi Kuning senjata andalan Minak Jinggo telah dicuri, dan diserahkan kepada Damarwulan oleh Waito dan Puyengan.

Hingga pada akhirnya, Minak Jinggo gugur dengan kepala terpenggal ditangan Damarwulan.

Namun, dua orang lain yang juga mengincar Minak Jinggo, yakni Layang Seto dan Layang Kumitir kemudian merebut kepala Minak Jinggo dari tangan Damarwulan

Tidak berhenti sampai disitu, pertarungan kembali terjadi lagi di Istana Majapahit dan di hadapan Ratu Kencono Ungu untuk membuktikan siapa sebenarnya yang berhasil membunuh Minak Jinggo.

Layang Seto dan Layang Kumitir berhasil dikalahkan oleh Damarwulan.

Atas permintaan dari Anjasmoro Harimami, Layang Seto dan Layang Kumitir diampuni atas segala perbuatannya.

Damarwulan pada akhirnya menjadi suami Ratu Kencono Wungu dan sekaligus menikahi Waito dan Puyengan sebagai garwo selir.

Damarwulan diangkat menjadi Raja Majapahit bergelar Gajah Narapati, Bhre Kertabumi, Batara Ring Kertabumi, Dyah Singanegara, Singa Wardhana Widjaya Kusuma, Raden Alit, Raden Angka Wijaya dan berkuasa pada tahun 1468-1478 masehi.

"Pada intinya Damarwulan bisa menjadi raja setelah berhasil mengalahkan Minak Jinggo, Raja Blambangan," beber Ponijan. 

Situs yang diyakini merupakan salah satu peninggalan Damarwulan, hingga kini masih bisa disaksikan di Kabupaten Jombang.

Situs tersebut berada di tengah sawah, ada dua kolam serta dua pohon besar dan satu pendopo yang diyakini peninggalan Damarwulan.

"Ada dua lokasi petilasan itu. Itu semua bukan makam, karena saat itu agama yang dianut masih agama Hindu. Dalam kepercayaan Hindu biasanya jasad itu dibakar, dilarung, bukan dikubur," tegasnya. 

Walaupun di banyak tempat diyakini ada sebuah makam sampai petilasan yang berhubungan dengan Damarwulan, Ponijan mengaku tidak kaget. 

Lokasi situs Damarwulan ini sendiri memang berada di tengah sawah.

Sebelum masuk ke lokasi, pengunjung lebih dulu akan melewati dua gapura besar khas kerajaan dengan warna merah terang. 

Selain itu, ada dua kolam yang berada di sebelah barat berukuran lebih besar, sedangkan di bagian sebelah timur ukurannya lebih kecil.

Lalu, terdapat pula dua pendopo dan dua petilasan yang lokasinya terpisah. 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved