Dugaan Pungli Berkedok Iuran, Tiap Bulan SMA Negeri di Gresik Pungut Rp 180 Ribu Tanpa Kuitansi

Para wali murid sudah lama memendam keresahan atas iuran bulanan sebesar Rp 180.000 per bulan untuk setiap siswa itu. 

Penulis: Sugiyono | Editor: Deddy Humana
surya/mochammad sugiyono (sugiyono)
TANPA KUITANSI - Pintu depan SMA Negeri di Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Beredar kabar bahwa pihak sekolah membuat pungutan berupa iuran bulanan kepada para wali murid meski sudah ada dana BOS. 


SURYA.CO.ID, GRESIK - Sudah mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), masih ada sekolah memberlakukan pungutan yang membebani wali murid.

Seperti salah satu SMA negeri di Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik yang menarik iuran bulanan kepada setiap siswa sejak setahun terakhir.

Para wali murid sudah lama memendam keresahan atas iuran bulanan sebesar Rp 180.000 per bulan untuk setiap siswa itu. 

Apalagi pihak sekolah tidak memberikan bukti pembayaran atau kuitansi, sehingga wali murid khawatir bahwa praktik ini seperti pungutan liar (pungli).

Tetapi belum ada wali murid yang berani protes, karena pihak sekolah beralasan iuran itu untuk biaya tambahan operasional sekolah. Padahal sekolah negeri itu sudah mendapat dana BOS.

"Kami hanya bisa membayar tanpa dapat bukti (kuitansi). Setiap bulan anak saya beri uang Rp 180.000 untuk diserahkan ke sekolah. Faktanya, sudah setahun tidak diberi kuitansi," kata seorang wali murid yang tidak mau disebutkan namanya, Kamis (6/2/2025). 

Meski dengan alasan untuk biaya tambahan operasional, pihak sekolah tidak menjelaskan bagaimana pemanfaatan dana BOS yang diberikan dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 

"Lalu bagaimana lagi, alasannya untuk menambah biaya operasional sekolah. Seharusnya, sekolah  memaksimalkan dana BOS dan tidak lagi menambah beban wali murid," imbuhnya. 

Padahal harapannya sekolah negeri bisa memberi pendidikan dan fasilitas yang baik, sebab semua sudah diberi anggaran oleh negara. 

"Biaya operasional sekolah sudah ada BOS. Insentif guru sudah ada dana insentif. Tetapi karena berbagai alasan untuk menambah biaya operasional sekolah, wali murid tidak berani menolak," katanya. 

Anehnya, pembayaran uang tersebut harus diberikan secara tunai, tidak boleh ditransfer maupun melalui aplikasi digital. "Ini seperti modus baru pungutan liar (pungli)," tegasnya.

Kalau dugaan pungli lewat iuran tanpa kuitansi itu, maka dengan jumlah siswa kelas 10 yang diperkirakan 300 orang dan setiap siswa membayar Rp 180.000, maka akan terhimpun Rp 54 juta per bulan dan Rp 648 Juta per tahun.

"Uang sebanyak itu digunakan untuk apa? Sementara sekarang ini usaha apapun susah," keluhnya.

Sesuai data di Kemdikbud.go.id, jumlah siswa kelas 10 sebanyak 386 orang. Kelas 11 sebanyak 388 siswa dan kelas 12 sebanyak 365 siswa.

Tetapi upaya mencari konfirmasi kepala sekolah di SMA negeri itu belum berhasil karena yang bersangkutan selalu tidak ada di sekolah.

Padahal media sudah dua kali datang untuk konfirmasi. "Pak Kepala Sekolah sedang keluar sekolah," kilah seorang satpam di depan pintu SMA itu.

Sementara Kepala UPT Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur wilayah Gresik, Kiswanto juga tidak berbeda, selalu tidak ada di tempat meski sudah dua kali dikonfirmasi. "Pak Kepala UPT sedang di Sidoarjo, karena sebagai plt di sana," kata satpam.  *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved