PN Gresik Didesak Tolak Gugatan Rp 13 M, KH Kades Miliarder Tegaskan Aset Dalam Penguasaan Desa

Menurut Machfudz, dari peristiwa tersebut jelas dan tegas penguasaan objek sengketa oleh penggugat bukan merupakan delik pidana

Penulis: Sugiyono | Editor: Deddy Humana
surya/mohammad sugiyono
LAWAN GUGATAN KADES - Ratusan warga Desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik berdemo untuk mendukung PN Gresik dan pemdes menghadapi gugatan mantan Kades Miliarder, Kamis (30/1/2025). 


SURYA.CO.ID, GRESIK - Perselisihan terkait dugaan korupsi aset-aset Desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik semakin memanas.

Kamis (30/1/2025), ratusan warga Desa Sekapuk berunjuk rasa mendesak Pengadilan Negeri (PN) Gresik agar menolak gugatan mantan kepala desa (kades), Abdul Halim.

Kedatangan massa untuk untuk memberi dukungan kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Sekapuk yang diwakili Sekretaris Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Polres Gresik atas gugatan Abdul Halim.

Abdul Halim semula mempelopori pengelolaan lahan bekas tambang menjadi destinasi wisata sehingga Desa Sekapuk dijuluki Desa Miliarder.

Tetapi dalam perjalanannya, ia mendadak dilaporkan atas dugaan penggelapan aset. Abdul Halim melawan, dan balik menggugat dengan tuntutan Rp 13 miliar.

Sementara dalam aksi itu, warga Sekapuk mendukung PN Gresik agar membatalkan gugatan mantan kades terhadap para tergugat yaitu pemdes, BPD dan Polres Gresik yang besarannya Rp 13 miliar. 

Berbagai poster dibawa warga dan dibentangkan di depan kantor PN Gresik. ‘Kami warga Sekapuk tidak tinggal diam; Kami melawan gugatan Rp 13 Miliar; Pelaku macak korban’. 

Ada juga poster bertuliskan ‘Kepada pak hakim, cepat putuskan tersangka Abdul Halim. Kami warga Sekapuk dizolimi’.

“Kami berharap PN Gresik tidak terima gugatan tersangka Abdul Halim. Sebab jika diterima dengan nilai Rp 13 miliar, maka seluruh warga Sekapuk dibebani Rp 3 juta,” kata koordinator Sekapuk Berdaulat, Nanang Qosim. 

Nanang menambahkan, warga siap mengawal gugatan mantan kades Abdul Halim. Sebab selama ini warga siap melalui kuasa hukumnya yang mendampingi BPD. “Warga akan mengawal gugatan mantan Kades Abdul Halim di Pengadilan Gresik sampai tuntas,” tegasnya.

Sementara Christofer Chandra Yahya selaku kuasa hukum (KH) tergugat II yaitu BPD Sekapuk mengatakan, pihak tergugat memenuhi panggilan dari PN Gresik

“Kami tetap menghormati segala upaya hukum yang dilakukan tersangka Abdul Halim. Mantan Kades Sekapuk ini meminta agar laporannya di Polres Gresik dicabut dan menuntut Rp 13 miliar. Gugatannya ngawur, sebab sudah keluar dari koridor keperdataan. Namun kami tetap menghormati upaya hukum yang dilakukan oleh penggugat,” kata Christofer.

Sidang gugatan dipimpin langsung Ketua majelis hakim PN Gresik, Bagus Trenggono. Sidang pertama dengan agenda mediasi. 

Menurut penasihat hukum Polres Gresik, mediasi berjalan alot, tidak ada titik temu, sehingga sidang mediasi dijadwalkan pada 10 Pebruari 2025 depan.

Sementara kuasa hukum (KH) Abdul Halim yaitu M Machfudz dari Kantor MHZ Law Office mengatakan, kliennya saat menjabat sebagai Kades Sekapuk bekerja atas persetujuan dan sepengetahuan tergugat I (Sekdes) dan tergugat II (BPD). 

Kemudian mengurus dan menyelesaikan surat-surat administrasi aset desa untuk mensertifikatkan tanah Desa, melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan pengurusan BPKB mobil. 

Dari proses tersebut penggugat berhasil mengurus 3 BPKB mobil, 8 sertifikat hak pakai dan 1 sertifikat wakaf. 

“Fisik obyek sengketa yang diurus penggugat sekarang berada dalam penguasaan Pemdes Sekapuk secara riil serta efektif aset-aset tersebut telah dimanfaatkan dan digunakan oleh pemdes. Dan digunakan operasional Pemdes Sekapuk dan sebagai aset desa,” jelas Machfudz. 

Ia melanjutkan, selama ini pihak penggugat sudah berusaha mempertanggungjawabkan secara prosedural dan meminta klarifikasi serta mediasi terkait aset yaitu dua sertifikat tanah dan satu BPKB Mobil milik pribadi yang dijaminkan di Lembaga Bank UMKM dan bank BMT dengan pinjaman Rp 1,5 miliar.

“Dari jumlah tersebut, Rp 500 juta digunakan penggugat dan Rp 1 miliar digunakan desa untuk pembayaran pembelian tanah sebagai lahan Puskesmas. Dan aset tersebut sekarang telah memiliki nilai jual yang diperkirakan mencapai Rp 3 miliar,” imbuhnya.

Setelah purnatugas sebagai Kades Sekapuk, penggugat mencari pekerjaan sebagai mentor, pemateri dan narasumber di berbagai perguruan tinggi serta penyuluhan UMKM di berbagai daerah, khususnya di Jakarta. 

Saat bekerja sebagai mentor dan narasumber di Jakarta, penggugat dilaporkan ke Polres Gresik dengan tuduhan penggelapan aset desa.

“Padahal, aset desa secara fisik tetap berada di bawah penguasaan desa. Sertifikat dan BPKB yang ada pada penggugat tetap dijaga dengan iktikad baik, tanpa adanya niat jahat untuk memilikinya. Dan penggugat berkomitmen menyerahkannya kepada kepala desa yang baru melalui proses musyawarah dan mediasi,” jelasnya.

Selain tuduhan penggelapan, penggugat juga dilaporkan ke Polres Gresik dengan dugaan korupsi, padahal tergugat I dan tergugat II terlibat dalam semua proses pengelolaan dan pengembangan pembangunan desa yang dilakukan oleh penggugat. 

“Seluruh kegiatan telah dilaporkan kepada Inspektorat yang telah melakukan pemeriksaan tanpa menemukan adanya indikasi korupsi atau penyimpangan keuangan,” tegasnya. 

Menurut Machfudz, dari peristiwa tersebut jelas dan tegas penguasaan objek sengketa oleh penggugat bukan merupakan delik Pidana.

Namun merupakan sengketa perdata atau juga merupakan sengketa ketatanegaraan, sehingga merupakan kesalahan fatal kalau dibawa ke ranah pidana. 

“Maka dengan demikian nyata, jelas dan tegas tergugat III terbukti diduga melakukan perbuatan melawan hukum. Maka atas perbuatan para tergugat, menyebabkan penggugat mengalami kerugian, baik secara materiil maupun immateriil sebesar Rp 13 miliar,” katanya. *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved