Said Abdullah: Meraih Peluang Ekonomi di Tahun 2025
Bank Dunia, melalui laporannya Indonesia Economic Prospects pada Desember 2024 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 sebesar 5,1 persen.
Per 31 Desember 2024, rupiah ditutup di level 16.090/16.100 atau menguat Rp 40 (0,62 persen) dari hari sebelumnya.
Pada tahun 2025, Indef memperkirakan kurs di kisaran Rp16.100/USD, sedangkan pada APBN 2025 di level Rp 16.000/USD.
Dari seluruh proyeksi lembaga kredibel terhadap ekonomi makro kita di tahun 2025, tampak tidak berbeda jauh dengan target target APBN 2025.
Namun kita tidak boleh terlena atas angka angka proyeksi tersebut. Sebab proyeksi bisa saja berubah bila dinamika ekonomi nasional dan global berubah drastis.
Untuk itu, mari kita menghitung tantangan ke depan, agar lebih dini mempersiapkan diri, sekaligus membuat langkah yang memberikan lompatan penting bagi perekonomian nasional. Tujuannya agar hitungan kita realistis, namun memberikan capaian yang optimistik. Tantangan itu antara lain:
- Besar kemungkinan dunia akan dihadapkan perang tarif. Tiongkok dihadapkan perang ekonomi secara multifront, perang tarif dengan AS dan Uni Eropa. Uni Eropa bahkan telah memberlakukan bea masuk 43 persen mobil listrik dari Tiongkok. AS juga akan memberlakukan tarif masuk ke Meksiko dan Kanada atas barang ekspor untuk meredam imigran, dan peredaran narkotika. AS juga akan mengenakan tarif ekspor dari negara negara yang melakukan dedolarisasi, seperti Tiongkok dan negara negara BRICS.
Jika perang tarif ini semakin menajam di tahun ini, maka Indonesia akan terkena spillover effect, bisa negatif namun juga positif. Negatifnya, ketidakpastian bisnis global makin tinggi, biaya ekspor bisa berpotensi semakin tinggi. Namun bila Indonesia bisa menggantikan produk produk impor yang dibutuhkan kedua negara, maka peluang ekspor Indonesia akan besar. Dengan demikian, pemerintah dan eksportir harus membaca situasi ini sebagai peluang emas kedepan.
- Perekonomian Tiongkok yang menjadi mitra dagang terbesar Indonesia mengalami penurunan. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok 2025 dikisaran 4,5 persen, perkiraan ini lebih rendah dari prediksi pertumbuhan Tiongkok di tahun 2024 sebesar 4,8 persen. Jika perekonomian Tiongkok makin melambat karena produk ekspor globalnya terpukul, maka dampaknya juga akan terasa terhadap produk ekspor Indonesia ke Tiongkok. Pemerintah perlu menyiapkan mitigasi resiko atas menurunnnya perekonomian Tiongkok, semisal mencari negara lain sebagai pengganti ekspor ke Tiongkok yang menurun.
- Perang tarif bisa berdampak pada depresiasi USD terhadap rupiah. Belajar perang tarif Tiongkok dan AS tahun 2018 lalu, banyak pelaku pasar lebih menyalakan tombol “risk on”, artinya menggenggam USD lebih low risk ketimbang mata uang lainnya. Jika situasi ini terulang, maka kita harus bersiap sejak dini untuk memperkuat sistem moneter kita. Saya mengapresiasi Bank Indonesia atas upayanya menggunakan triple intervention di pasar spot, swap, dan DNDF untuk memperkuat rupiah, termasuk penggunaan underlying pembelian USD dan rencana kebijakan debt switch/reprofiling.
Bisa jadi efek penguatan USD akan berlangsung lama jika perang tarif berkepanjangan. Indonesia harus memanfaatkan diplomasi perdagangan internasional untuk membuat tata perdagangan dunia lebih adil, setidaknya tidak merugikan kepentingan nasional Indonesia. Sedangkan didalam negeri BI, OJK dan pemerintah perlu mengatur lebih ketat lagi atas devisa hasil ekspor untuk kepentingan nasional.
- Di dalam negeri, kita menghadapi penurunnya kelas menengah dan konsumsi rumah tangga. Menurunnya kelas menengah akan menjadi ancaman bagi upaya Indonesia atas posisinya saat ini di upper middle income country. Sementara menurunnya daya beli akan menjadi sumbangan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah bisa mengombinasikan program makan siang bergizi gratis untuk siswa guna meningkatkan gizi anak, sekaligus menggerakan ekonomi UMKM. Libatkan para pelaku UMKM dalam rantai pasok makan bergizi gratis. Langkah ini akan berdampak multiplayer ekonomi, sebab sektor UMKM akan menyerap produk produk petani dan peternak. Apalagi sektor UMKM menopang tenaga kerja terbesar di Indonesia.
- Data BPS memperlihatkan kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB pada 2014 sebesar 21,28 persen dan pada tahun 2023 kontribusinya menyusut 18,67 persen atau Rp3.900 triliun dari total PDB atas harga berlaku mencapai Rp20.892 triliun. Banyak pihak menilai kita mengalami deindustrialisasi. Meskipun angka statistik menunjukkan penurunan, namun peluang industri manufaktur kita bangkit sangat besar sekali. Sebab jika industri manufaktur tumbuh, saya berkeyakinan, kelas menangah juga akan tumbuh sejalan dengan program industrialisasi, sebab kelas menangah bisa menjadi tenaga kerja yang adaptif untuk menopang kebutuhan industri.
Menjawab tantangan diatas, peluang yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk membangkitkan industri manufaktur, dan mendorong kembali tumbuhnya kelas menangah hanya dengan perluasan program hilirisasi, yang saat ini masih di sektor nikel. Perluasan hilirisasi bisa merambah ke bahan tambang selain nikel, perkebunan, pertanian, dan kehutanan, terutama yang menjadi kebutuhan rantai pasok global.
- Selama sepuluh tahun Presiden Jokowi telah membangun infrastruktur diseluruh pelosok negeri, bahkan DPR mendukung disahkannya Undang Undang Cipta Kerja untuk menyelesaikan hambatan ekonomi. Seharusnya dukungan infrastruktur dan UU Ciptaker menopang turunnya angka Incremental Output Rasio (ICOR). Namun dua tahun berturut turut ICOR Indonesia tertahan di angka 6, dan tertinggi dibandingkan negara peers. Jika kita periksa atas tingginya ICOR, dan dikaitkan dengan laporan The Economist menunjukkan masih tingginya praktik korupsi, dan problem struktural seperti ketidakefisienan birokrasi n perizinan.
Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang menurunkan ICOR jika berhasil membereskan hambatan ekonomi, seperti korupsi, dan memberikan pesan yang jelas kepada investor dan pelaku pasar tentang arah kebijakan perekonomian lima tahun kedepan. Dengan ICOR yang rendah maka produk ekspor Indonesia bisa berdaya saing di pasar global, Menurunnya tingkat korupsi juga menguatkan kepercayaan kepada pemerintah.
Demikian, semoga sumbangsih pikir ini bermanfaat.
Ketua Banggar DPR, Said Abdullah.
➢ IKUTI UPDATE BERITA MENARIK LAINNYA di GOOGLE NEWS SURYA.CO.ID
Aksi Pencurian Sapi di Jalan Mentawai Kota Blitar Terekam CCTV, Pelaku Jalan Santai Tuntun Sapi |
![]() |
---|
Perkara Korupsi PKBM Teralihkan Isu Uang Keamanan, Kejari Pasuruan Akan Kejar Pencatut Lembaganya |
![]() |
---|
All-New Nissan X-Trail e-POWER with e-4ORCE di GIIAS Surabaya 2025, Elektrifikasi Tanpa Charging |
![]() |
---|
Ya Ayyuhannabi, Dilengkapi Lirik Arab dan Terjemahan |
![]() |
---|
Umrah Perdana Ruben Onsu, Kebahagiaan yang Tak Bisa Diceritakan, Ingin Berdoa khusus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.