Berita Surabaya

Notaris dan Pasutri Berebut Rumah di Surabaya, Berkonflik Setelah Dipinjam Untuk Kantor Partai

Karena tidak digunakan, kemudian rumah itu dipinjamkan untuk kegiatan kantor ranting salah satu partai politik.

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Deddy Humana
surya/tony hermawan
Sugeng Handoyo dan istrinya, Siti Mualiyah dimintai keterangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (25/11/2024). 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Perebutan rumah di Jalan Donokerto XI Surabaya terjadi antara keluarga notaris dan pasangan suami istri (pasutri) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (25/11/2024).

Dalam kasus tersebut, rumah itu semula disebut sebagai milik ibu dari notaris Victor Sidharta kemudian kosong kurang lebih 4 tahun setelah ditinggal penyewa. 

Karena tidak digunakan, kemudian rumah itu dipinjamkan untuk kegiatan kantor ranting salah satu partai politik.

Seiring waktu, ketika partai politik itu melepas peminjamannya ternyata sekarang rumah itu sudah ditempati pasutri Sugeng Handoyo dan Siti Mualiyah.

Bahkan pasutri itu mengklaim rumah tersebut miliknya, sedangkan Victor menegaskan rumah itu miliknya berdasarkan sertifikat hak milik (SHM) atas nama ibunya, Gardinah. 

Adu riwayat rumah pun sudah  terjadi. Victor akhirnya melapor ke polisi sehingga pasutri tua itu kini diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya

Jaksa penuntut umum (JPU), Deddy Arisandi dalam dakwaannya menjelaskan, kasus ini berawal dari objek sebidang tanah di Jalan Donokerto IX/70 yang dibuktikan dengan nomor 630 atas nama ibu Viktor, Garnidah Tanudjaja. 

Rumah itu semula disewakan ke pasutri kemudian kosong setelah istri tersebut meninggal. "Bahwa sekitar tahun 2004 sebidang tanah dan bangunan itu pernah dipinjam partai politik untuk kantor ranting tingkat kecamatan. Kemudian pada tahun 2019, ada pasutritidak dikenal menguasai objek tersebut," terang amar dakwaan Deddy.

Gardinah kemudian mengirim surat kepada lurah setempat dengan harapan agar membantu mediasi. Hanya saja Sugeng mengaku rumah tersebut milik kakek dan neneknya meski tidak bisa menunjukkan dokumen kepemilikan.

Gardinah yang juga berprofesi sebagai notaris lantas meminta bantuan kepada Lurah Kapasan, dan DPRD Surabaya hingga mengirim somasi kepada Sugeng dan Siti agar angkat kaki dari rumah tersebut. Namun pasutri itu tetap bertahan. 

Hingga akhirnya Gardinah dan Victor melaporkan pasutri itu ke polisi. Ibu dan anak itu mengeklaim rugi Rp 800 juta karena tidak dapat menguasai rumah itu. Sugeng dan Siti didakwa Pasal 167 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pengacara kedua terdakwa, Muhammad Arfan mengajukan eksepsi terhadap dakwaan jaksa. Menurut Adfan, Sugeng sudah menghuni rumah itu sejak lahir, bukan sejak 2019. 

Rumah itu dulu ditempati kakek nenek Sugeng yang mendapatkan dari Koperasi Pemilik Rumah Indonesia (Koperindo). 

"Hingga kakek nenek meninggal, tidak pernah ada yang mengeklaim sebagai pemilik rumah tersebut. Baru sekarang tiba-tiba diklaim pihak lain (Victor) yang kami tidak pernah kenal," ujar Arfan.  ****

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved