Pilwali Surabaya 2024

Ditanya Soal Surat Ijo Saat Debat Pilwali Surabaya 2024, Ini Jawaban Cak Eri Cahyadi

Hal ini disampaikan Cak Eri pada acara debat kedua Pilkada Surabaya, Kamis (21/11/2024).

surya.co.id/bobby constantine koloway
Cak Eri dan Armuji pada acara debat kedua Pilkada Surabaya 2024, Kamis (21/11/2024). 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan solusi penyelesaian polemik pemegang Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau Surat Ijo di Surabaya. 

Hal ini disampaikan Cak Eri pada acara debat kedua Pilkada Surabaya, Kamis (21/11/2024).

Pada sesi pembacaan pertanyaan dari warga, pertanyaan soal Surat Ijo ini muncul. 

Menurut warga, IPT yang kini dijadikan HGB di atas HPL hanya diperuntukkan untuk kelurahan tertentu.

"Kenapa hanya diperuntukkan untuk kelurahan tertentu saja yang bisa (HGB di atas HPL)? Kenapa kelurahan lain nggak bisa? Sepertinya ada diskriminasi. Apa ini ada aturannya?," ucap moderator membacakan pertanyaan warga.

Menjawab pertanyaan tersebut, Cak Eri menjelaskan bahwa komitmen penyelesaian Surat Ijo telah dimulai sejak 2021. 

Berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wali Kota Surabaya periode 2021-2024 ini ingin masalah tersebut bisa diselesaikan untuk memberikan kepastian status tanah warga namun tanpa melanggar hukum.

Termasuk, meminta arahan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). 

"Akhirnya, bulan September 2022, kami bertemu Pak Menteri saat itu," kata Cak Eri.

Dari hasil koordinasi dengan mempertimbangkan sejumlah data hingga status hukum, diketahui bahwa Surat Ijo tetap menjadi bagian dari aset Pemkot. 

Sekalipun, pemerintah juga memberikan opsi solusi kepada penghuni Surat Ijo melalui skema Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL).

"Pak Menteri mengeluarkan surat pada Desember 2022 maka (Surat Ijo) bisa dilakukan (ditempati) dengan HGB di atas HPL selama (kurun waktu menempati) 80 tahun. Jadi, 30 tahun pertama, 20 tahun, dan 30 tahun," kata Cak Eri.

Menurutnya, kebijakan ini lebih berkeadilan. Sebab, biaya yang dikeluarkan warga cukup terjangkau.

"Dengan biaya serendah-rendahnya, yaitu Rp275 permeter persegi pertahun untuk jalan di bawah 8 meter. Untuk yang di atas 8 meter, Rp550 permeter persegi pertahun. Masing-masing untuk bangunan hingga 200 meter persegi," jelas Cak Eri.

Melalui kepastian ini, kepemilikan tersebut juga bisa dialihkan kepada ahli waris hingga menjadi jaminan perbankan sebagai agunan hak tanggungan. 

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved