Pembunuhan Vina Cirebon

2 Alasan Kuat Sidang PK Terpidana Kasus Vina Cirebon Harus Digelar, Pakar Hukum: Ada Fakta Baru

Pakar hukum pidana Boris Tampubolon membeberkan dua alasan kuat sidang Peninjauan Kembali (PK) para terpidana kasus Vina Cirebon ini perlu digelar.

Tribun Cirebon
Sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon. 

SURYA.co.id - Pakar hukum pidana Boris Tampubolon membeberkan dua alasan kuat sidang Peninjauan Kembali (PK) para terpidana kasus Vina Cirebon ini perlu digelar.

Salah satunya menurut Boris adalah adanya fakta baru.

Diketahui, Boris memberikan pandangannya terhadap Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Vina dan Eky.

Boris menilai PK merupakan suatu proses hukum yang justru sangat penting. 

"Memperbaiki bila ada yang keliru. Dan ini harus dukung. Untuk tujuan seluruh penegak hukum yaitu keadilan dan kebenaran serta perbaikan hukum di negera ini," katanya, Senin (23/9/2024), melansir dari tayangan TVOneNews.

Baca juga: Sosok dr Mayasari Ahli Mata yang Buktikan Kebohongan Aep di Sidang PK Terpidana Kasus Vina Cirebon

“Secara hukum keterangan saksi sebagai bukti adalah keterangan yang saksi berikan secara bebas di sidang pengadilan dan di bawah sumpah. Bukan yang ada di BAP,” katanya.

Boris menjelaskan Pasal 263 KUHAP mengatur alasan PK, yaitu adanya keadaan baru atau fakta baru (noviter perventa), adanya putusan bertentangan, adanya kekhilafan atau kekeliruan. 

"Dalam kasus Vina ini menurut saya ada 2 (dua) alasan hukum yang kuat, yakni pertama, alasan adanya keadaan atau fakta baru atau novum," katanya. 

"Orang suka keliru mengartikan novum. Novum suka diartikan sebagai bukti baru. Padahal novum bukan bukti baru. Tapi keadaan baru, fakta baru.

Dalam Pasal 263 KUHAP jelas disebut keadaan baru bukan bukti baru.

Misalnya kalau dulu faktanya A, ternyata sekarang terungkap fakta baru B. maka itulah yang disebut keadaan baru atau fakta baru. Itulah novum yang harus dipertimbangkan oleh Majelis PK Mahkamah Agung," sambungnya.

Baca juga: Ingat Gugun Eks Anak Buah Iptu Rudiana Disebut Paling Kejam di Sidang PK Kasus Vina? Begini Kabarnya

Kedua, alasan adanya kekhilafan atau kekeliruan Hakim. Kekhilafan/kekeliruan ini tekait 4 hal.

Pertama, fakta. Kedua, hukumnya atau pasal-pasal yang dituduhkan.

Ketiga. Mens rea/niat jahat. Keempat prosedur hukum acaranya baik segi pembuktian, cara memperoleh alat bukti, pelanggaran hukum acara.

"Misalnya kekeliruan dari segi pelanggaran hukum acara. Di KUHAP bilang keterangan saksi sebagai alat bukti itu adalah keterangan yang diberikan di depan sidang dan dibawah sumpah.

Sementara ada saksi yang tidak dihadirkan tapi keterangannya cuma diambil dari BAP. Harusnya bukti tersebut tidak punya nilai pembuktian.

Jadi kalau orang dipersalahkan dengan dasar keterangan yang dari BAP itu maka itu tidak bisa. Dan bila itu terjadi, maka itu kekeliruan nyata," ucapnya.

Keterangan Saksi Dianggap Bukan Novum

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak memori Peninjauan Kembali (PK) yang diadukan 6 terpidana kasus Vina Cirebon dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Cirebon, Senin (9/9/2024).

Salah satu yang ditolak jaksa adalah alat bukti surat pernyataan Dede Riswanto, Adi Haryadi dan M Ismail yang diajukan para pemohon (terpidana kasus Vina Cirebon).  

Seperti diketahui, Dede Riswanto yang menjadi saksi di kasus Vina tahun 2016 akhirnya mencabut keterangannya di berita acara pemeriksaan.

Baca juga: Ngotot Sebut Kasus Vina Pembunuhan, Elza Syarief Pangacara Iptu Rudiana Malah Kicep Diskakmat Ahli

Sebelumnya Dede mengaku bersama Aep Rudiansyah melihat adanya pelemparan batu dan pengejaran korban Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky alias Eky oleh para pemuda pada malam kejadian, 27 Agustus 2016. 

Namun kesaksian itu dicabut Dede karena sebenarnya dia tidak melihat hal itu di malam kejadian. 

Dede mengaku mengikuti skenario yang dibuat oleh Aep dan ayah Eky, Iptu Rudiana. 

Sementara Adi Haryadi dan M Ismail mengaku melihat Eky dan Vina kecelakaan tunggal di jembatan Talun hingga mengakibatkan keduanya sekarat dan meninggal dunia. 

Namun, keterangan terbaru Dede, Adi dan Ismail itu dianggap jaksa bukan lah bukti baru, keadaan baru atau novum. 

"Terkait alat bukti surat pernyataan Dede, Adi Haryadi dan M Ismail tidak memenuhi pasal 187 KUHAP serta tidak mempunyai kekuatan nilai pembuktian dan tidak mengikat," sebut jaksa saat membacakan kontra memori PK. 

Jaksa memastikan apa yang disebut novum oleh penasehat hukum bukan merupakan keadaan baru, bukti baru atau novum. 

"Demikian, dalil-dalil tidak beralasan dan tidak berdasarkan hukum karena tidak dianggap bukti baru," tegas jaksa. 

Menanggapi hal ini, kuasa hukum para terpidana, Jutek Bongso, tanggapan jaksa hanya bersifat formil dan tidak menyentuh materiil dari memori PK yang mereka ajukan.

"Tadi kan hanya jawaban dari termohon, kita sudah melihat bahwa termohon menjawabnya secara formil semuanya."

"Tidak ada tanggapannya masuk ke dalam materiil terhadap memori PK yang kami ajukan," ujar Jutek saat diwawancarai selepas sidang, Senin (9/9/2024).

Jutek mengungkapkan, bahwa timnya telah mengajukan banyak materiil terkait peristiwa yang terjadi serta uraian yang sebenarnya dialami oleh para terpidana, seperti Eka Sandi, Supriyanto, Hadi, Jaya, Eko Ramadani dan Rivaldy.

5 saksi alibi yang dihadirkan di sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon mendapat perlindungan LPSK.
5 saksi alibi yang dihadirkan di sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon mendapat perlindungan LPSK. (tribun jabar)

Namun, jawaban jaksa menurutnya tidak memadai.

"Dijawabnya formil semua, itu tidak apa-apa, masing-masing punya pendapat, tapi kita lihat lah hasil yang kita bisa dapatkan dari saksi-saksi dan bukti yang akan kami hadirkan di jadwal berikutnya," ucapnya.

Ia juga menegaskan, bahwa jaksa secara umum menolak seluruh memori PK yang diajukan oleh pihaknya.

"Mereka (jaksa) membantah semua memori PK yang kami ajukan, bahwa memori PK kami itu tidak sesuai yang mereka harapkan."

"Kalau kami kan mengajukannya secara sistematis, secara formil dan juga materiil," jelas dia.

Meskipun demikian, tim kuasa hukum tetap yakin bahwa majelis hakim akan mempertimbangkan fakta-fakta baru yang belum pernah diungkapkan di persidangan sebelumnya.

"Di dalam materiil yang kami ungkapkan, kalau dalam hal ini jaksa berpendapat lain ya sah-sah saja, itu hak jaksa."

"Tapi sekali lagi, dalam memori PK kami sudah jelas kami menguraikan peristiwa-peristiwa yang terjadi yang belum pernah terungkap di dalam sidang," katanya.

Salah satu poin penting yang diungkapkan Jutek adalah adanya saksi kunci bernama Dede yang menurutnya belum pernah dihadirkan dalam persidangan.

"Keterangan Dede itu dianggap di bawah sumpah."

"Sekarang kalau Dede mencabut keterangannya bahwa tahun 2016 lalu itu bohong dan tidak benar serta diarahkan, dia mau hadir dalam persidangan PK."

"Ini bisa ditafsirkan sebagai keadaan baru atau keadaan lama," ujarnya.

Selain Dede, Jutek juga menyebutkan adanya saksi-saksi lain yang belum pernah dihadirkan dalam persidangan sebelumnya, seperti Adi, Ismail dan Purnomo, yang menurutnya dapat memberikan keterangan penting mengenai dugaan kecelakaan yang terjadi.

"Kami ingin membuktikan bahwa setelah berjalannya 8 tahun kasus ini, ada fakta baru bahwa itu bukan pembunuhan, tetapi diduga kecelakaan," ucap Jutek.

Adapun, sidang berikutnya dijadwalkan akan digelar pada Rabu (11/9/2024) dengan agenda menghadirkan saksi-saksi dari pihak pemohon.

"Hari Rabu ada 4 saksi yang mau kita hadirkan, dari total 39 saksi. Empat orang ini adalah saksi fakta dan saksi alibi," jelas dia.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved