Berita Lumajang

Ribuan Anak di Lumajang Putus Sekolah Karena Terbentur Ekonomi, Kebanyakan Jadi Kuli Tambang Pasir

Sementara fenomena anak-anak usia sekolah di Lumajang lebih memilih bekerja daripada sekolah disebut karena alasan ekonomi.

Penulis: Erwin Wicaksono | Editor: Deddy Humana
surya/erwin wicaksono (erwin)
Aktivitas belajar mengajar tingkat sekolah menengah pertama (SMP) di Lumajang. 

SURYA.CO.ID, LUMAJANG - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Lumajang terus mencari cara untuk meningkatkan minat anak-anak di Lumajang melanjutkan pendidikan formal di sekolah. Itu karena banyak anak di Lumajang yang memilih bekerja saat masih usia sekolah.

Plt Kepala Dindikbud Kabupaten Lumajang, Yusuf Ageng menjelaskan, fenomena yang terjadi saat ini adalah bahwa banyak anak usia sekolah lebih tergiur bekerja. Selain itu, orangtua para siswa juga tidak sedikit mengalihkan ke pilihan pendidikan non formal seperti di pondok pesantren.

"Kami sedang mendorong diterapkannya sekolah tamu ke pondok pesantren yang belum memiliki sekolah formal," beber Yusuf ketika dikonfirmasi, Minggu (2024).

Menurut Ageng, langkah tersebut dipilih karena fleksibiltas pendidikan yang bagus ketika diterapkan di pesantren. Ia berharap para anak-anak di Lumajang tetap mendapatkan pendidikan formal yang layak.

"Jadi santrinya yang bisa kita minta untuk diikutkan belajar di sekolah terdekat, yang tidak bisa nanti sekolah yang jemput bola. Sehingga ijazahnya ikut sekolah tersebut. Sehingga tidak ada lagi anak yang tercatat putus sekolah," ungkap Yusuf.

Sementara fenomena anak-anak usia sekolah di Lumajang lebih memilih bekerja daripada sekolah disebut karena alasan ekonomi.

Data Dindikbud Lumajang menyebutkan sebanyak 5.848 anak di Lumajang memilih tidak melanjutkan pendidikan. Jumlah tersebut terdiri dari 1.703 siswa SD yang tidak melanjutkan ke SMP. Sementara siswa SMP yang tidak melajuntkan pendidikan ke SMA ada sebanyak 4.145 orang.

Yusuf tidak memungkiri faktor ekonomi menjadi pemicu lantaran orangtua siswa juga butuh biaya untuk pendidikan anaknya.

Namun, kondisi tersebut bukan satu-satunya pemicu. Kata Yusuf, tidak sedikit anak-anak usia di Lumajang saat ini justru tergiur mendapat upah dengan cara bekerja. Salah satu sektor kerja yang disebut dipilih anak usia sekolah yakni menjadi kuli.

"Yang banyak menjadi alasan karena bekerja sebagai kuli di sektor tambang pasir. Dikabarkan upahnya sebesar Rp 200.000 per hari," ungkapnya. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved